Sang surya ternyata telah menjulang tinggi. Cahayanya menembus salah satu kamar hotel yang ditempati dua manusia berbeda gender yang sedang terlelap.
Salah satu diantara mereka mulai terganggu dengan silaunya cahaya yang mengenai matanya. Mata itu mulai terbuka dengan sedikit menyipit.
Dia mengedarkan pandangannya menyapu seluruh ruangan yang dia tempati, pandangannya berhenti pada seorang pria sedang terlelap disampingnya. Di ranjang yang sama dengannya.
Jantungnya berdebar kencang. Dia menyibak selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya.
Tes. Air matanya luruh.
Apa yang terjadi? Itulah yang ada dipikirannya saat ini.
Ziva mulai mengingat kejadian semalam. Terakhir kali dia terkunci lalu meminum segelas air yang berada di atas nakas karena kelelahan berteriak dan reaksi aneh yang terjadi pada tubuhnya lalu sebuah bayangan pria yang berjalan ke arahnya. BLANK.
Sungguh dia tidak mengingat apapun lagi. Dia mengusap air mata di pipinya dengan kasar.
"Aku harus pergi dari sini sebelum pria brengsek ini bangun" Ziva berusaha untuk turun dari ranjang, menahan sakit diantara kedua pahanya.
Dia memungut bajunya yang berserakan di lantai. Baju itu ternyata sudah tidak layak pakai karena robek sana-sini.
Ziva mulai berpikir keras bagaimana caranya keluar dari tempat ini. Matanya menatap sebuah kemeja yang tergeletak tak jauh dari bajunya. Terpaksa, dia memungut kemeja itu lalu memakainya.
Kemeja itu terlihat kebesaran di tubuh langsingnya. Sukurlah ukurannya bisa menutup pahaku. Tak ingin berpikir panjang lagi kaki jenjang itu berjalan cepat menuju pintu.
"Berhenti di tempatmu!!"
Tangan Ziva berhenti di udara disaat dia hampir saja memegang knop pintu. Dia menoleh ke asal suara.
Pria yang tadi sedang terlelap sekarang sedang menatapnya tajam.
Pria ini? Pikirannya mulai mengingat sesuatu. Sedari tadi Ziva memang tidak melihat dengan jelas wajah pria brengsek itu.
"Kau ingin membawa kabur kemeja mahalku nona?" ucapnya dingin.
Ziva membalikan badannya menatap pria itu nyalang "Kau mempermasalahkan kemeja ini tuan? Lalu apa kabar dengan kehormatanku yang anda renggut hah? bahkan itu tidak sebanding dengan mahalnya kemeja ini!"
Meskipun Ziva tidak tahu menahu berapa harga kemeja ini tapi menurutnya harga dirinya jauh lebih berharga dari apapun.
Ander berdecih "Kau sendiri yang menyerahkan tubuhmu padaku. Kau memohon padaku agar aku menyentuhmu. Lalu sekarang kau malah menyalahkanku?"
"Omong kosong!" elak Ziva.
"Kau tidak mengingat apapun? Ck, cobalah ingat-ingat apa yang membuatmu datang kemari" Pria itu turun dari ranjang dan berjalan santai dengan tubuh polosnya lalu memungut boxer yang tergeletak dilantai.
Ziva refleks menutup kedua matanya. Tidak tau malu umpatnya.
"Kau sudah mengingat sesuatu?" tanya Ander lagi dia duduk dengan santai lalu menyalakan sebatang rokok.
Ziva mulai mengingat apa yang menjadi alasan dia datang kemari "Jangan bilang ini adalah jebakanmu dan.."
"Ya, kau benar. Sahabatmu sendiri yang telah menjualmu padaku. Tapi kau tenang saja aku tetap akan membayarmu secara pribadi" Dia mengambil ponselnya lalu menyodorkan benda pipih itu pada Ziva.
"Masukan nomor rekeningnya dan tulislah nominalnya sesukamu. Aku sangat puas dengan tubuh indahmu. Rasanya sangat menjepit di dalam sana. Mungkin lain kali aku akan menghubungimu lagi" ucapnya nakal.
Ziva menggeram dia mengambil asbak yang berada diatas meja. Asbak itu melayang ke arah wajah pria brengsek ini "Menjijikan! Aku tidak sudi menerima uang itu"
Ander mengaduh kesakitan saat asbak itu mendarat tepat di hidung mancungnya. Ziva tak menghiraukan teriakan Ander yang mengumpat padanya dia benar-benar pergi dari sana.
Dia harus pulang ke kost dan meminta penjelasan dari Tara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Samsia Chia Bahir
Sahabat anjiiiinnnkkk 😄😄😄😄😄
2023-07-22
1