Byan membuka matanya perlahan. Gelap. Byan tidak bisa melihat apapun. Dia berusaha untuk bangun dan meraba setiap apa yang ada di dekatnya. Kenapa ini bisa terjadi? Apakah dia benar-benar sudah mati sekarang? Apa yang harus dia lakukan. Dia bahkan belum meminta maaf kepada kedua orang tuanya. Byan juga belum sempat berpamitan. Kenapa hidupnya sangat tragis, dia mati di tangan suami nya sendiri. Apakah itu adil? Padahal Byan sudah berusaha untuk menerima perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya. Byan sudah mencoba untuk menerima Brian dengan hatinya. Namun kenapa? Kenapa Tuhan memanggilnya secepat ini.
Byan terus meraba apapun yang ada di dekatnya. Sampai tangannya merasakan sesuatu yang kenyal dan bertulang, Byan memencet-mencet benda itu. Bukannya merasa takut atau apa, Byan malah merasa kalau yang dia pegang itu adalah squishy.
Klak!
Tiba-tiba ruangan itu menjadi terang benderang seketika. Byan tersenyum. Dia menoleh ke samping. Gadis itu refleks memekik sampai tubuhnya jatuh terjungkal dari atas kasur.
Brukkkkk!
"Akh, pantatku," desis Byan sembari memegangi kedua daging kenyal di bokongnya.
"Apa yang kau lakukan hah? Kenapa kau memencet-mencet hidungku. Kau pikir ini mainan!"
*Hayo yang udah mikir benda yang di pegang Byanitu siapa. 🤣
Brian mengambil selembar tisu basah lalu mengelap hidungnya menggunakan tisu itu. Byan mendongak. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Untuk sesaat Byan mematung. Namun ketika dia mengingat sesuatu, dia langsung berdiri lalu berlari ke arah pintu.
"Mau ke mana kau boncel?" Brian berteriak.
"Aku ingin mengadu kepada Ibu kalau Om sudah membuat aku pingsan."
Pupil Brian mengecil seiring dengan membesarnya bola mata dia. Buru-buru Brian turun dari atas ranjang.
Brukkkkk!
Brian menarik tangan istrinya lalu mengukung gadis itu dengan tubuh juga dengan kedua lengan kekarnya. Brian menatap Brian dengan mata yang tajam. Byan menelan saliva susah payah. Antara terkejut karena perbuatan Brian yang tiba-tiba dan terkejut karena melihat wajah Brian yang sangat tampan dari jarak yang begitu dekat. Dia yakin tadi dia baru bangun tidur atau dia memang baru sadar dari pingsan. Namun anehnya, matanya begitu jeli ketika melihat hal yang bening. Seharusnya dia masih mengumpulkan nyawa. Namun nyatanya nyawa dia sudah terbang ke awang-awang karena pria yang ada di depannya membuat imajinasi Byan melebar kemana-mana.
"Apa yang kau lakukan Om?" Byan bertanya.
"Jika kau terus mengadukan perbuatan ku kepada Ibu, aku jamin. Bukan hanya hari ini, namun aku akan membawamu bertemu dengan dokter setiap hari."
Deg!
Jantung Byan berdegup dengan kencang. Bukan karena ancaman yang diberikan oleh Brian, namun karena suara Brian yang berat dan agak serak menggema di telinganya. Byan diam seribu bahasa. Namun jitakkan yang Brian berikan di keningnya membuat kesadaran Byan kembali.
"Kembali ke tempat tidurmu! Ingat, kalau sampai kau mengadu kepada Ibu, aku tidak akan segan-segan untuk membawamu ke dokter. Ingat itu."
Brian kembali berjalan ke ranjangnya. Matanya mendelik membayangkan bagaimana jadinya jika seisi rumah tahu kalau tadi Brian sempat mengerjai Byan sampai pingsan.
"Kau mau semua orang memarahiku hah? Jangan harap. Aku memiliki kelemahan mu sekarang. Jangan main-main dengan ku Byan."
Flashback on
"Bi, dia pingsan beneran lho. Kamu ini bagaimana, dia itu siapa? Kenapa kamu membawa anak orang ke tempat ku. Belum lagi sepertinya dia memiliki fobia terhadap jarum suntik. Gadis mana yang kau bawa ini? Jangan bermain dengan anak kecil Bi, apakah tidak cukup kau selalu bermain dengan banyak wanita. Lepaskan dia."
Mahen menatap Brian dengan tatapan khawatir. Mahen tahu kelakuan sahabatnya ini seperti apa. Dia memang tidak suka menggilir wanita, namu jika hanya bermain-main Brian jelas saja mampu untuk melakukan itu."
"Kamu itu cerewet Mahen. Dia adalah istriku. Ayah yang menjodohkan kami."
"What?" Mahen menatap sahabatnya tidak percaya. "Gadis kecil ini istrimu? Apakah ayahmu tidak salah? Berapa jarak usia di antara kalian berdua? Apa kau tidak takut di katakan pedofil?"
Brian mendengus. Rasa-rasanya dia ingin menyumpal mulut sahabatnya ini dengan kanebo basah. Bisa-bisanya dia mengatakan kalau Brian akan terlihat seperti pedofil.
"Mulut mu ini benar-benar lemes seperti mulut Lambe Turah Mahen. Aku belum setua itu sampai aku bisa di sebut sebagai pedofil. Aku masih sangat muda. Usia kami hanya terpaut 12 tahun. Lagipula aku tidak yakin pernikahan kami akan berhasil. Kau lihat saja dia. Dia sama sekali bukan tipeku. Dia itu masih bocah ingusan."
Mahen menggeleng mendengar perkataan Brian. Memang, jika dilihat sekilas Byan ini tidak seseksi wanita-wanita yang selalu menemani Brian, namun kalau dilihat dari sisi yang lain, Byan ini termasuk gadis cantik. Wajahnya mungil. Tubuhnya langsing, dan kulitnya juga sangat putih. Jika di bandingkan dengan Brian, Byan memang akan terlihat lebih kecil. Tinggi gadis ini mungkin hanya sekitar 158-160 cm. Namun tinggi Brian antara 185-188 cm. Itu adalah perbedaan tinggi yang lumayan cukup jauh.
Setelah selesai dengan penelitiannya, Mahen beralih menatap Brian. "Sebaiknya kau bawa dia pulang Bi, aku takut kalau dia terus di sini, dia tidak akan mau bangun. Lebih baik dia berada di tempat yang nyaman. Mungkin itu akan membantunya untuk membuat alam bawah sadarnya meminta dia untuk segera sadar. Aku sudah memeriksa dia. Istrimu gak papa."
Brian mendesah. Dengan berat hati dia harus kembali menggendongnya. "Dia itu takut sama spesies kayak kamu Mahen. Seharusnya kamu yang tanggung jawab. Dan ya, jangan katakan kepada siapapun kalau aku sudah menikah. Apalagi kepada Sisil. Kalau mulut mu sampai bocor, maka kau akan tahu sendiri akibatnya seperti apa.
Mahen hanya bisa menggelengkan kepalanya. Brian itu benar-benar luar biasa. Dia adalah laki-laki terdingin dan terarogan di antara semua teman-temannya. Namun ketika mereka sedang berdua seperti ini, tidak ada rasa canggung dalam diri laki-laki itu.
"Tunggu, dia bilang apa tadi, spesies? Memangnya dia pikir aku ini apa?" Mahen menggerutu tidak terima. Berjam-jam dia menjaga Byan. Ini bahkan sudah lewat jam makan siang, gadis itu pingsan seperti putri tidur. Entah kapan dia akan bangun. Namun Mahen berharap Byan tidak akan tidur terlalu lama.
Anjani menunggu kedatangan Brian dan Byan dengan cemas. Aldi sudah pulang, namun Brian dan Byan sama sekali belum terlihat batang hidungnya. Beberapa saat kemudian, Anjani mendengar suara mobil Brian. Dia lekas keluar dari rumah untuk melihat keadaan Byan. Hatinya benar-benar tidak tenang meskipun Byan pergi dengan anaknya sendiri. Anjani tahu sifat Brian itu seperti apa.
"Ekh, Byan kenapa Sayang?" Anjani bertanya ketika melihat Brian menggendong Byan masuk ke dalam rumah.
Brian tersenyum. "Byan hanya tidur Bu. Tadi Brian ngajak Byan main. Mungkin Byan kecapean. Brian akan menidurkan Byan di kamar lebih dulu ya!"
Tanpa menunggu jawaban dari Anjani Brian langsung melesat masuk ke dalam rumah. Anjani ingin kembali berbicara. Namun melihat Byan yang tidur nyenyak seperti itu Anjani menjadi tidak tega.
"Apa mereka habis menunggang kuda. Kenapa Byan seperti orang pingsan, bukan orang tidur. Mungkinkah Byan terlalu lelah? Akh sudahlah, aku akan menanyakan itu nanti."
"Mbak Byan kenapa Kak?"
Aldi yang sejak tadi menunggu di depan kamar Brian bertanya.
"Mbak mu hanya tidur. Minggir! Jangan menghalangi jalan," ucap Brian dingin. "Tapi sebaiknya kau buka kan pintu kamar itu."
Aldi menurut meskipun hatinya sangat dongkol juga kesal kepada Brian.
Brakkkkk!
Aldi terperanjat saat Brian menendang pintu kamarnya dengan keras.
"Dasar gak ada akhlak." Aldi menggerutu.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Kayla Purwati
bau2 nya kok Bryan bucin ya
2023-06-17
0
Queen Mother
Apa yaah? Belum nyampe kemana” siyh 😂
2023-04-06
0
Novika Riyanti
aduuhh malu akuuu 😭🤣🤣
2023-01-16
0