"Jaga ucapan Lo Agnes. Lo itu gak pantes ngomong kayak gitu sama Byan."
Aldi menatap Agnes dengan tatapan tajam, tatapannya kelam dan mampu menenggelamkan siapapun yang menerima tatapan itu.
Agnes menatap Aldi dengan wajah yang memerah padam. Gadis itu memegangi pipinya yang terasa sangat panas. Mungkin sakitnya tidak seberapa, namun malu yang Agnes rasakan benar-benar membuatnya ingin menghilang dan lenyap dari kelas.
"Aldi kenapa kamu nampar Agnes. Kamu itu gak boleh kayak gitu. Kamu laki-laki Aldi!"
Aldi tidak menggubris perkataan Byan. Dia sungguh emosi ketika mendengar ucapan tidak bertanggungjawab yang Agnes katakan kepada Byan. Belum lagi Aldi melihat kalau Agnes hampir memukul Byan, dia tentu saja tidak bisa membiarkan itu. Memangnya siapa Agnes sampai dia bisa berbuat seenak jidatnya.
"Kalian!" Teriakkan dari arah pintu membuat semua orang menoleh. Termasuk Agnes dan Aldi.
****
Di ruang guru. Byan hanya bisa menunduk pasrah. Dia dan teman-temannya di tahan di ruang konseling karena perbuatan yang telah mereka lakukan. Semua murid berseragam adalah wanita, kecuali Aldi.
"Apa yang kalian lakukan?" Guru BK bertanya sembari memijit pelipisnya. "Kalian itu sebentar lagi akan memulai ujian. Kenapa malah ribut seperti ini? Aku harus menghubungi wali kalian. Sekarang kalian berdiri dan angkat satu kaki kalian! Jangan bersandar pada tembok. Sedangkan kamu murid baru, kamu tidak harus berdiri. Namun tarik kedua kuping kamu dengan tanganmu."
Byan mengangguk. Mereka semua menuruti apa yang diperintahkan oleh guru BK. Aldi melirik Byan sekilas, ada rasa khawatir dalam hatinya. Byan yang kala itu juga menatap Aldi tersenyum sembari mengangguk. "Aku baik-baik saja." Byan berucap tanpa suara.
Agnes juga dua temannya mendengus melihat interaksi yang dilakukan Byan dan Aldi. Bahkan dalam keadaan seperti inipun mereka masih bisa saling pandang dengan mesra. Rasanya Agnes ingin mencabik wajah Byan saat itu juga.
Anandita dan Navisa hanya tersenyum melihat Byan dan Aldi. Mereka bersyukur karena Aldi datang tepat waktu. Jika tidak, mungkin wajah Byan akan bengkak sekarang.
Hampir 40 menit menunggu, para wali siswa mulai datang. Anandita dan Navisa menunduk dalam karena takut melihat wajah ibu mereka. Begitupun dengan dua teman Agnes. Sementara Agnes, dia bersikap cuek dan biasa saja. Orang tuanya adalah dekan di sekolah ini. Mereka sering menyumbang uang untuk berbagai kegiatan yang sekolah selenggarakan.
"Papa!" Agnes merengek dengan wajah sedihnya.
Aldi dan Byan melongo. Tadi perasaan Agnes baik-baik saja. Kenapa sekarang dia malah bersikap seperti bayi.
"Aldi, siapa yang akan datang ke sini?" Byan bertanya karena penasaran. Dalam hati Byan berdo'a semoga yang datang Ibu Anjani. Hanya kepada Anjani lah Byan tidak merasa sungkan.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki yang mulai mendekat ke ruang BK. Semua orang menoleh ke arah pintu. Beberapa dari mereka terperangah melihat siapa yang datang. Begitupun dengan Byan. Dia tidak bisa melepaskan tatapannya dari sosok laki-laki yang kini sedang menatapnya tajam.
"Maaf saya terlambat Pak!" Brian sedikit menunduk untuk menghormati guru BK yang saat ini sedang menangani kasus Byan dan Aldi.
Aldi dan Byan sedikit terkejut melihat siapa yang datang sebagai wali mereka. Habislah Byan dan Aldi. Brian pasti akan memarahi mereka habis-habisan.
"Ah iya gak papa. Silahkan duduk Pak!"
Byan hampir tertawa mendengar panggilan guru BK kepada suaminya. Namun karena saat ini banyak orang di sana, Byan hanya bisa menahan tawanya.
"Maaf kalau boleh saya tahu ini ada apa ya Pak?"
Seseorang dari depan Brian melotot. "Ini semua salah keluarga kamu. Lihat anak saya, dia terluka karena adik kamu memukul wajah anak saya."
Brian memperhatikan siapa orang yang kini sedang berbicara kepadanya. Dia menarik satu ujung bibirnya ketika dia mengingat siapa orang itu.
"Anda adalah Pak Anton kan?" Brian tersenyum.
Anton atau ayahnya Agnes mengangguk. Dia berusaha bersikap normal. Anton tidak tahu kalau Brian ternyata mengenalnya.
"Setelah ini kita akan berbicara di perusahaan Ayah saya. Namun sebelum itu, sebaiknya kita dengar dulu apa yang sebenarnya terjadi. Adik saya tidak mungkin memukul tanpa alasan. Apalagi ini memukul seorang perempuan."
Guru BK menceritakan apa yang terjadi kepada semua siswa dan siswi yang ada di ruangannya. Ini adalah cerita versi para saksi. Karena kalau dia mendengar cerita dari anak-anak yang ada di hadapannya, dia takut mereka akan berbohong dan bisa saja mereka memutar balikan fakta tentang siapa yang salah.
Brian mengangguk. Dia menoleh ke arah sosok kecambah yang kini sedang menatapnya. Sesungguhnya Brian tidak ingin datang ke sini, namun ayahnya sedang melakukan perjalan bisnis. Anjani sedang pergi dengan teman-temannya, sedangkan Bima, tidak ada yang bisa diharapkan dari orang itu.
"Begini Pak Anton. Saya akan membiayai semua pengeluaran untuk pengobatan putri Bapak. Saya tahu adik saya salah, namun dia melakukan itu karena dia ingin melindungi saudaranya. Saya janji, kejadian seperti ini tidak akan pernah terulang lagi."
Anton mendelik. Dia ingin menolak, namun perbuatan Agnes memang sudah melewati batas. Selama ini dia tidak pernah mengajarkan Agnes untuk berbuat kasar atau mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, namun kenyataannya Agnes malah melakukan itu. Anton merasa malu dan kecewa.
"Baiklah, saya tidak akan menuntut apapun. Saya ingin hubungan kita tetap baik. Dan, saya janji anak saya tidak akan melakukan hal seperti ini lagi Pak Guru. Tolong jangan skors anak saya. Sebentar lagi dia akan ujian. Saya tidak mau proses belajarnya terganggu."
Semua wali murid yang ada di ruang guru itu setuju. Mereka tidak akan memperbesar masalah ini. Apalagi untuk masalah yang dilakukan oleh Agnes dan teman-temannya.
"Baiklah. Kali ini saya akan membebaskan kalian semua. Namun kalau sampai ini terjadi lagi, saya tidak akan membiarkan kalian begitu saja. Saya akan pastikan kalau kalian tidak akan bisa ikut ujian akhir."
Semua murid itu mengangguk sembari membungkuk. Permasalahannya sudah selesai. Semua orang tua murid kini pergi setelah menandatangani perjanjian kalau anak-anak mereka tidak akan membuat ulah lagi.
Brian masih tetap di sana. Dia tidak langsung pulang seperti yang lain.
"Maaf untuk kekacauan ini Pak. Hari ini saya akan membawa Byan pulang dulu. Tidak apa-apa bukan?"
Guru BK itu terlihat mengangguk. Apalagi yang harus dia pikirkan. Byan juga menggunakan kursi roda saat itu. Mungkin Byan memang belum siap untuk mengikuti pelajaran. Begitulah yang guru BK pikirkan.
"Ya sudah Anda boleh membawa Byan pulang. Namun biarkan Aldi tetap sekolah. Hari ini aku akan meminta izin pada wali kelas Byan juga pada guru yang akan mengisi kelas."
Brian tersenyum. "Terima kasih Pak." Brian menjabat tangan guru BK lalu berjalan mendekati Byan dan Aldi.
"Serahkan Byan padaku Aldi!" Brian berucap dengan suara yang pelan namun penuh penekanan.
"Tidak mau Kak. Apa yang akan kau lakukan pada Byan? Byan masih sakit."
Brian mendengus. "Sebaiknya kau tidak usah banyak bertanya."
Brian melepas paksa tangan Aldi yang kala itu masih menggenggam pegangan kursi roda Byan erat.
"Kita mau ke mana Kak?" Byan bertanya sembari mendongak menatap wajah suaminya.
"Aku harus menghukum mu!" Brian berbisik di dekat telinga Byan.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Irde Sembiring
horee.,......dihukum🤣
2023-06-17
0
Rani Dian
seru
2023-05-29
0
Queen Mother
Udah manggil Kak lagi?
2023-04-06
0