"Ya Allah Byan, kamu kenapa Sayang?" Anjani berlari ke arah Byan. Wajahnya terlihat sangat panik. Anjani buru-buru menyelimuti tubuh Byan menggunakan selimut. Bima, Aldi juga suaminya mengikuti Anjani dari belakang. Akan sangat bahaya kalau mereka semua melihat Byan hanya menggunakan handuk. Biar bagaimanapun itu adalah aurat Byan.
"Brian, apa yang kamu lakukan sama menantu Ibu, kenapa menantu Ibu mendadak sakit pinggang sampai tidak bisa bergerak seperti ini? Jangan terlalu bringas dong Bri, kasihan Byan."
Brian melotot kepada Anjani, memang apa yang sudah dia lakukan kepada Byan, Byan yang jatuh kok dia yang disalahin.
"Ibu, ini bukan salah Om Brian, tadi Byan jatuh di kamar mandi."
"Jangan bohong sama Ibu, kalau Brian berbuat kasar sama Byan, jangan ragu untuk melaporkannya kepada Ibu Nak. Brian memang sudah lama menjomblo. Mungkin karena itu juga dia langsung menerkam mu sampai kamu seperti ini."
"Ibu!" Brian menggeram. Ini sama sekali bukan salahnya. Kenapa Anjani terus mengulangi kata-kata yang ambigu. Brian melirik ketiga laki-laki yang kini sedang menatapnya dengan tatapan heran sekaligus terkejut.
"Aku tidak melakukannya."
Brian kembali mengelak. Untuk apa dia menyentuh bocah ingusan itu. Byan bukan selera Brian. Gadis itu sangat jauh dari tipe idealnya Brian. Selama ini Brian hanya menyukai wanita dengan perawakan tinggi semampai dengan dada dan bokong yang montok.
"Jangan hanya bengong seperti itu. Panggilkan dokter sekarang!" Anjani berteriak kepada 4 laki-laki yang ada di samping juga di belakangnya. Rasanya Anjani ingin melempari orang-orang itu dengan sandal. Laki-laki memang sangat tidak peka. Bahkan dalam kondisi seperti ini saja mereka sangat lambat untuk mengambil tindakan.
Nugroho dan Aldi buru-buru mengambil ponsel mereka. Sementara Brian dan Bima hanya diam sembari menyilangkan tangan di depan dada. Tidak ada raut khawatir dalam wajah mereka. Bahkan terlihat cemas saja tidak. Kedua orang itu benar-benar tidak berhati nurani.
"Ibu, jangan panggil dokter, Byan mau tukang urut saja. Sepertinya Byan tidak apa-apa."
Nugroho dan Aldi melongo menatap Byan, padahal mereka sudah bersiap untuk menelpon dokter. Namun kenapa gadis itu malah meminta yang lain.
"Tapi Ibu mau kamu ditangani dokter Nak, kalau kamu kenapa-napa bagaimana?"
Byan menggeleng sembari tersenyum. "Byan yakin Byan gak papa Ibu. Byan tahu Ibu khawatir sama Byan, tapi mending ke tukang urut saja biar Byan bisa Byan sembuh."
Anjani mengangguk. Kalau Byan memang tidak mau memanggil dokter mereka bisa apa. Lagipula keluarga Nugroho juga masih sering menggunakan jasa tukang urut.
"Ya sudah Bu, Ayah akan telpon tukang urut yang biasa ke sini aja ya!" Ayah Nugroho berseru.
"Jangan, jangan dia. Ayah, Byan ini perempuan, masak mau di kasih tukang urut cowok. Cari yang lain. Bima, Brian, coba kalian cari di internet, barangkali ada tukang urut perempuan di sekitar sini."
"Kenapa harus Bima Bu? Brian sama Aldi aja. Bima mau menyelesaikan tugas Bima dulu."
Bima langsung melengos pergi dari kamar Brian. Dia bahkan tidak menghiraukan Anjani yang berteriak kepadanya. "Anak itu benar-benar kurang ajar. Awas saja. Nanti aku akan menghukumnya supaya dia tahu rasa."
"Aldi! Brian! Kalau kalian masih ingin jadi anak Ibu, kalian pergilah sekarang!"
Suara tegas Anjani membuat Brian dan Aldi langsung melesat keluar dari kamar itu. Meskipun Brian kadang-kadang sangat nakal, namun dia tetap jadi anak yang patuh kepada kedua orangtuanya. Terutama kepada Anjani.
"Ibu, Jangan bentak mereka seperti itu. Byan sudah bilang Byan gak papa. Byan bisa menunggu kok."
Anjani mengusap wajah Byan penuh kasih sayang. "Maafkan anak Ibu ya Sayang, mereka memang seperti itu. Tapi mereka baik kok. Hanya saja terkadang mereka itu selalu bersikap seenaknya."
Byan tersenyum. Anjani tidak harus meminta maaf padanya. Anjani sudah menyayangi Byan seperti anak sendiri saja Byan sudah sangat bersyukur. Nugroho menarik kedua ujung bibirnya. Nugroho tidak salah membawa Byan ke rumah ini. Rumah ini menjadi sangat ramai. Bahkan Aldi yang jarang di rumah saja menjadi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Belum lagi Anjani yang sangat menyayangi gadis itu. Nugroho sangat senang melihat istrinya kembali bersemangat setelah sekian lama murung.
****
"Ini Kak, di dekat komplek kita sepertinya ada tukang urut deh. Kita coba tanya dulu ke sana. Siapa tahu ada tukang urut cewek."
Brian yang sedang menyetir mobil menoleh untuk beberapa saat. "Kenapa kamu sangat perduli pada Kakak ipar mu Aldi?"
Aldi bergeming. Dia tetap menatap lurus ke depan. Pertanyaan Brian ini tidak harus dia jawab bukan, kalau bukan dia yang memperdulikan Byan lalu siapa? Kakak nya? Brian?
"Aku tahu kau tidak mencintai Mbak Byan Kak. Kenapa kau menikahinya kalau kau tidak berniat untuk membahagiakannya?"
Kitttt!
Brian menghentikan mobilnya lalu menatap Aldi dengan tatapan tajam. Emosinya tersulut mendapatkan pertanyaan seperti itu. "Kau tahu sendiri kalau aku tidak bisa menolak permintaan Ayah dan Ibu. Kalau aku menolak keinginan mereka, mereka pasti akan sangat sedih."
Aldi tersenyum sinis. "Cih, kau takut Ayah dan Ibu sedih atau takut kehilangan warisan Kak? Aku tahu, Ayah dan Ibu mengancam Kakak kalau mereka akan mengambil semua pasilitas Kakak jika Kakak tidak mau menikah dengan Mbak Byan 'kan?"
Brian mengepalkan kedua tangannya. Rahangnya mengetat, kalau saja ini bukan Aldi, Brian pasti sudah mengganjar nya tanpa ampun.
"Jangan sok tahu kamu. Jangan ikut campur urusan rumah tangga Kakak."
"Aku tidak bisa. Aku menyukai Mbak Byan."
"What?" Brian hampir mengeluarkan biji matanya. "Jangan gila Aldi, dia itu Kakak ipar mu. Kau mau merebutnya dariku?"
"Merebut apanya. Kakak tidak pernah memperlakukannya dengan baik, jadi kalau aku yang menggantikan peran Kakak, Kakak jangan marah. Aku akan tetap berada di samping Mbak Byan. Kalau Kakak sudah mencintai Mbak Byan, Kakak bilang sama Aldi. Jika sebelum kami lulus Kakak masih tidak mencintainya, ceraikan Mbak Byan. Biarkan aku menjaganya."
"Aldi kau!" Brian memukul stir mobilnya. Giginya terdengar gemeretak. Brian benar-benar ingin menghajar Aldi sekarang. Bagaimana bisa dia mengatakan ini dengan begitu lantang.
****
Brian memperhatikan Anjani yang sedang menyuapi Byan dengan telaten. Pikirannya masih kacau. Kejadian beberapa jam yang lalu membuat otaknya tidak bisa bekerja dengan baik. Aldi tidak terlihat sedang bercanda. Adiknya itu serius. Bahkan Brian bisa melihat tekad yang kuat di kedua mata adiknya.
"Om Brian!"
Brian menoleh ke arah sumber suara. Byan kini sudah berganti pakaian di bantu Anjani. Dia juga sudah selesai di urut. Tukang urut itu mengatakan kalau Byan tidak apa-apa. Otot-otot Byan kaku, dan itu membuat Byan kesulitan untuk bergerak. Lusa Byan akan mulai membaik.
"Kenapa memanggil suamimu Nak?" Anjani bertanya.
"Tidak Ibu, mumpung Ibu ada di sini, Byan mau menanyakan yang waktu itu. Ibu bilang Om Brian punya burung peliharaan, di mana? Kenapa Byan belum pernah melihatnya."
Brian membulatkan matanya. Lagi dan lagi dia dibuat mati kutu dengan pertanyaan yang di berikan oleh si kecambah. Karena tidak ingin dipermalukan, Brian lebih memilih untuk keluar dari kamar itu daripada dia harus menjawab pertanyaan Byan.
"Loh Om Brian mau kemana? Kenapa gak jawab pertanyaan Byan?"
Anjani tersenyum. "Sudah, biarkan saja. Nanti ibu akan kasih tahu kamu burung peliharaan Brian di mana."
Byan tersenyum sumringah ke arah Anjani. Jujur saja dia sangat ingin melihat burung itu sekarang juga.
"Katakan Ibu, di mana burungnya Om Brian!"
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Mardiana
🙊🙊🤣🤣🤣🤣🙈🙈🙈🙉
2023-06-04
0
@shiha putri inayyah 3107
ya ampun si kecambah ingusan nya om Brian,,, polos banget...🤭🤣🤣🤣🤣😂😂😂😂
2023-06-03
1
Thata Ojob'e Allyy'exsogo
ngakak thorrrr😝🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-05-26
0