Ketika pelajaran sedang berlangsung, Byan memperhatikan guru dengan seksama. Semua nilai yang dia dapatkan bukan hasil kerja malas-malasan. Byan berusaha sangat keras untuk mendapatkan nilai-nilai itu. Setiap ada tugas Byan selalu yang paling cepat menyelesaikan. Prestasi yang dia miliki bukan hasil dukungan orang dalam melainkan murni hasil kerja kerasnya sendiri.
Ting! Ting!
Suara bel berbunyi. Semua siswa siswi di kelas itu mulai berhamburan membereskan buku mereka padahal sang guru yang tadi mengajar masih belum beranjak.
"Kau anak baru itu kan?" tanya guru bahasa Indonesia kepada Byan.
Byan mendongak sembari tersenyum. "Iya Pak. Byan anak baru disini. Mohon bimbingannya ya Pak. Byan masih belum paham dengan sistem pembelajaran di sini."
Guru itu sangat suka melihat keramahan Byan. Padahal anak-anak di sana jarang sekali ada yang berbicara santai kepadanya. Mungkin jika dia bukan seorang guru, mereka tidak akan melirik dia sama sekali. Status anak-anak itu memang lebih tinggi dari statusnya. Jadi wajar saja jika ada beberapa murid yang kurang ajar padanya.
"Kamu belajarlah yang rajin. Sistem pembelajaran dimana-mana sama saja Byan, itu tergantung kamu mau berusaha belajar atau tidak."
Guru itu berbicara kepada Byan lantas keluar dari kelas. Byan segera membereskan buku-bukunya. Dia menunggu Aldi menemuinya tapi orang itu belum datang. Byan sudah sangat lapar. Biasanya Byan akan langsung ngacir keluar gerbang sekolah untuk mencari cilok dan yang lainya. Sekarang Byan belum tahu area sekolah ini. Byan takut nyasar kalau dia nekat pergi sendiri.
"Hai!"
Tiba-tiba ada yang menyapa Byan dari arah belakang. Byan menoleh ke arah orang itu. Gadis cantik dengan hidung mancung dan rambut panjang tersenyum ke arahnya.
"Hai!"
Byan menjawab sembari memutar tubuhnya menghadap ke orang itu.
"Aku Navisa. Kau anak baru kan, belum tahu area sekolah ini? Ikut ke kantin bareng aku yuk."
Byan berpikir untuk sejenak. Dia melihat ke arah pintu namun masih tidak ada tanda-tanda Aldi akan muncul. Karena perutnya sudah keroncongan minta di isi. Byan menyetujui ajakan Navisa. Byan mengangguk membuat Navisa tersenyum sembari menarik tangan Byan.
"Hei! Kenapa ninggalin gue?"
Murid lain berteriak ke arah Byan dan Navisa. Mereka berdua menoleh. Gadis berkulit putih dengan rambut sebahu berlari ke arah mereka.
"Gue tadi izin ke ruang guru dulu, kenapa Lo malah ninggalin gue Nav? Tega banget Lo akh. Ekh,-" Gadis itu menoleh ke arah Byan.
"Lo anak baru itu kan, siapa nama Lo, eumm,-
"Byan," jawab Byan dengan senyuman khasnya.
"Akh iya, Byan, Lo baru masuk tapi udah terkenal banget gara-gara turun dari mobil si Aldi. Lo tahu gak? Aldi itu adalah laki-laki pujaan anak-anak cewek di sini. Tapi sayangnya dia itu susah banget buat ditaklukin, nih ya, primadona sekolah ini aja, si Agnes pernah di tolak sama si Aldi. Lha Elu yang baru masuk tiba-tiba keluar dari mobil ntu orang, jelas aja satu sekolah heboh."
Navisa menggelengkan kepalanya mendengar ocehan Anandita. Bahkan gadis itu lupa memperkenalkan namanya. Dia memang lemes banget mulutnya. Saking lemesnya kadang dia sampai lupa kalau dia itu masih seorang pelajar. Seorang pelajar dengan mulut khas emak-emak gosip.
Byan hanya tertawa melihat Anandita yang tidak berhenti berbicara. Dalam hati dia benar-benar ingin menyetop mulut Anandita yang terus mengoceh tanpa henti, Byan sedang lapar tapi harus menahan laparnya demi ocehan Anandita yang menurutnya tidak penting namun sayang jika tidak didengarkan.
"Anandita kamu itu kebiasaan. Punya mulut ada gasnya gak ada remnya. Kasihan Byan tahu, dia udah pengen ke kantin dari tadi, kamu malah nyerocos terus kayak kereta api listrik."
Anandita menunjukkan deretan gigi putihnya. Dia merangkul Navisa dan Byan lalu menuntun kedua orang itu untuk pergi ke kantin. Byan sangat bersyukur, di hari pertamanya sekolah dia sudah mendapatkan teman yang baik dan mau menerimanya meskipun penampilan Byan tidak seperti penampilan siswi yang bersekolah di sekolah elit itu. Byan bahkan tidak mengenakan make up. Dia hanya menggunakan skin care rutin, sunscreen juga pelembab bibir. Alis dan matanya masih asli tidak di ukir atau tidak menggunakan softlens dan sebagainya.
Setibanya di kantin, Anandita menyuruh Byan dan Navisa duduk di bangku yang ada, sedangkan dia akan memesan makanan demi menebus kesalahannya. Ya, Anandita tahu kalau tadi dia sudah membuat Byan dan Navisa menunggu lama.
"Kamu asli mana Byan?" Navisa bersuara untuk memecah keheningan di antara mereka berdua.
"Eumh, aku dari Bandung Nav. Sebenarnya orang tua asli Makasar , namun karena ayah selalu pindah tugas, kita lama di Bandung dan sekarang aku berakhir di sini," Byan berucap sembari tersenyum.
Navisa mengangguk. "Kamu ikut siapa di sini?" Navisa kembali bertanya membuat Byan kikuk dan bingung mau menjawab apa.
"Aku ikut~ saudara di sini."
"Akh, masih saudara sama Aldi ya? Atau Aldi beneran pacar kamu?"
Uhukkkk ... Byan tersedak ludahnya sendiri.
"Iya, aku masih saudara sama Aldi. Aku bukan pacarnya. Sama sekali bukan." Byan tersenyum canggung. Dia mengambil botol air mineral lalu meminum airnya sedikit.
"Ini pesanan kalian sudah datang. Mie goreng dengan telor mata sapi buat Byan. Mie yamin buat Navisa, dan nasi goreng buat gue." Anandita menyodorkan makanan kepada Byan dan Navisa seperti seorang pelayan yang handal.
"Wah, thank you An, kau yang terbaik," ucap Navisa mulai menyantap makan siangnya.
"Terima kasih Ana, padahal aku baru mengenal kalian, tapi kalian sudah sebaik ini. Aku merasa terharu." Byan berbicara dengan tulus. Dia memang tidak menyangka kalau dia akan mendapatkan teman secepat ini. Kedua orang tua Byan pasti mendoakan Byan setiap waktu.
"Gak perlu sungkan lah sama kita. Kita itu sama siapa aja sebenernya gini juga. Cuman mereka memang memisahkan diri karena kita masih kalangan menengah ke bawah. Iya nggak Nav!"
Navisa mengangguk sembari terus memasukkan mie ke dalam mulutnya. "Ayah kita ini hanya pegawai kantoran biasa. Jadi mana mungkin mereka mau berteman dengan kita."
Brakkkkk!
Ketiga gadis itu hampir tersedak saat sebuah tangan menggebrak meja yang sedang mereka gunakan.
"Aldi," gumam Byan menatap adik iparnya.
"Kenapa kau menghilang hah? Aku sudah bilang tunggu di kelas. Aku mencari mu kemana-mana ternyata malah nyungsep di sini."
Byan tersenyum kikuk kepada Anandita dan Navisa. Dia merasa tidak enak dengan sikap Aldi yang terlalu kasar dan bar-bar. Byan belum satu hari kenal dengan Anandita dan Navisa, jadi dia harus mempertahankan image nya. Untung tadi mereka tidak tersedak, kalau sampai itu terjadi, Byan akan memukul kepala Aldi dengan sendok di tangannya.
"Aldi duduk dulu kenapa! Kamu itu bikin semua orang memperhatikan kita. Duduk!" Byan menarik tangan Aldi untuk duduk di sebelahnya.
"Kenapa kamu malah ke sini sendirian. Bagaimana kalau kamu hilang?"
Byan memutar bola matanya malas. Kenapa malah Aldi yang perhatian padanya. Apa ini tidak terbalik.
"Siapa mereka?" Aldi menunjuk Navisa dan Anandita dengan jari telunjuknya.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
@shiha putri inayyah 3107
Aldi kamu kurang ajar sama kakak ipar kamu...
2023-06-03
0
Maria Yuhuuu
Sepertinya Aldi mulai posesif karna mulai ada perhatian sama byan
2023-04-10
1
Mamah Dilla
keren
2023-03-27
0