Pagi hari di rumah sakit xxx di kota Bandung.
"Yah, gimana ya keadaan Byan, dia bahagia tidak dengan keluarga barunya. Ibu khawatir Yah, Ibu taku Byan diperlukan tidak baik oleh keluarga Nugroho."
Adrian tersenyum simpul. Perkataan istrinya benar, Adrian juga Kirani tidak mengetahui bagaimana sikap asli keluarga Nugroho. Terbersit di hati Adrian untuk mengambil Byan kembali, namun itu tidak mungkin. Byan sudah menikah dengan Brian, meskipun itu baru pernikahan agama, namun pernikahan bukan sebuah ajang permainan. Jadi Adrian tidak bisa melakukan apa-apa.
"Sayang, percaya kepada Allah, Byan anak yang baik dan dia juga masih sangat polos. Keluarga Nugroho pasti akan menyayanginya, apalagi keluarga itu tidak memiliki anak perempuan, insyaallah mereka akan menyayangi Byan."
Kirani mengangguk. Sebagai seorang ibu, wajar kalau Kirani merasa khawatir. Kirani hanya bisa terus berharap kalau Byan akan baik-baik saja dengan keluarga barunya.
"Ayah, kenapa kita tidak menelpon Haris dan memintanya untuk menengok Byan sesekali, Yah?"
Kirani menatap suaminya penuh harap. Bandung Jakarta memang tidak terlalu jauh. Namun tetap saja, tidak mungkin bagi Kirani atau Adrian untuk bisa selalu menjenguk Byan.
"Baiklah Bu, ayah akan menelpon Haris. Sekarang Ibu makan dulu ya!"
Kirani mengangguk. Dia makan dengan sangat lahap agar Adrian bisa segera menghubungi anak pertama mereka Haris. Byan adalah anak perempuan mereka satu-satunya, jadi Kirani selalu merasa khawatir kalau Byan jauh dari jangkauannya.
Setelah makanan Kirani habis, Adrian bergegas untuk menelpon Haris. Semoga saja anak sulung mereka tidak sedang bermain, ini akhir pekan. Haris adalah anak yang sangat suka outbond, akan sangat sulit bagi Adrian untuk menghubungi Haris di akhir pekan.
Adrian menempelkan ponselnya ke telinga. Pria paruh baya itu sesekali menoleh ke arah istrinya sembari tersenyum. "Belum di angkat," ucap Adrian tanpa suara.
Kirani mengangguk. "Lanjutkan saja!" jawabnya juga tanpa suara.
"Halo Nak! Apa kabar?"
"Alhamdulillah baik Ayah. Ada apa Yah? Tumben nelpon Haris pagi-pagi? Ibu sama Ayah baik-baik saja bukan?"
Terdengar suara Haris yang sedang khawatir. Adrian segera menganggukkan kepalanya padahal Haris sudah pasti tidak akan bisa melihat anggukan yang tadi Adrian lakukan.
"Iya Nak, kami semua baik-baik saja. Ibu juga sudah mulai membaik. Ayah hanya ingin minta tolong sama Haris. Kalau sempat tolong tengok Byan sesekali. Kamu waktu itu tidak datang ke pernikahan Byan, sekarang boleh ya kalau Ibu sama Ayah minta tolong seperti ini."
"Iya Ayah, kalau urusan itu tidak usah khawatir. Haris akan menengok Byan kalau Haris ada waktu. Nanti Haris telpon Byan untuk menanyakan alamat rumahnya."
"Baiklah Nak, terima kasih kalau begitu. Kamu baik-baik lah di sana. Jaga kesehatan, jangan terlalu di porsir kalau kerja."
"Iya Ayah, Haris tutup dulu telponnya. Haris masih ada pekerjaan tambahan dari kantor."
Adrian menutup panggilan teleponnya lalu menoleh ke arah Kirani sembari tersenyum. "Ibu gak usah khawatir. Haris sudah berjanji untuk menengok Byan kalau dia ada waktu."
"Byan sedang apa sekarang yah? Dia itu belum bisa apa-apa. Masak mie aja masih suka kematengan, apalagi kalau yang lain."
"Haciwwww." Byan menggosok hidungnya yang tiba-tiba gatal.
"Nona Byan, Nona sedang apa?" Mbok Jum bertanya keheranan melihat Byan yang sedang asyik membuat sesuatu di meja pantry.
"Byan sedang masak telor ceplok Mbok. Tapi kenapa malah gosong begini ya?"
Byan menunjukan beberapa telur ceplok yang keadaannya terlihat sangat mengenaskan. Mbok Jum menahan senyum melihat kelakuan Byan. Bisa-bisanya anak gadis tidak bisa membuat telur ceplok. Kalau di kampung Mbok Jum. Gadis seusia Byan sudah pada menikah, bahkan ada yang sudah punya anak. Jadi mereka juga sudah mandiri dan bisa melakukan berbagai hal.
"Nona kenapa malah membuat telur ceplok. Mbok kan sudah masak untuk sarapan. Di meja makan sudah penuh itu berbagai lauk dan juga susu untuk Non."
"Hehehe. Byan gak bisa kalau gak makan telor ceplok pas sarapan Mbok. Byan mah mending makan sama telor ceplok, kecap, sama kerupuk daripada makanan yang mewah-mewah. Byan gak biasa."
Mbok Jum kembali tersenyum. " Ya sudah, biar Mbok Jum yang buatkan telor ceplok untuk Non Byan. Sekarang Non tunggu saja di meja makan. Ibu, sama Bapak sudah menunggu."
Byan mengangguk. Dia memberikan teflon berisi telor ceplok yang gosong kepada Mbok Jum. Setelah itu Byan pergi ke meja makan untuk berkumpul dengan yang lain.
"Byan, kamu udah bangun toh, Ibu pikir kamu masih di kamar. Bagaimana Brian, apa burungnya jantan?"
Byan mengerutkan keningnya bingung. Burung? Jantan? Burung apa? Memangnya Brian punya burung peliharaan, tapi Byan belum pernah melihatnya.
Ayah Nugroho menahan tawa melihat ekspresi kebingungan di wajah menantunya. Anjani memang agak bar-bar. Mulutnya sangat lemes sampai-sampai dia tidak bisa membedakan mana yang boleh dibicarakan dan mana yang tidak.
"Sudah Bu, ajak Byan duduk. Ini sudah waktunya sarapan. Ini akhir pekan, biarkan Byan makan dulu! Siapa tahu Byan mau pergi main dengan Brian," ujar Ayah Nugroho kepada Anjani.
Anjani tersenyum kemudian menuntun Byan untuk duduk. Tak lama setelah itu, derap langkah kaki dari arah tangga terdengar oleh semua orang. Tiga pria tampan muncul di depan Byan membuat gadis itu tidak bisa mengalihkan pandangannya. Dua di antara ketiga laki-laki itu sudah Byan kenali. Namun yang satu Byan baru melihatnya. Siapa Dia kenapa dia juga sangat tampan. Andai Byan bisa poligami, dia pasti sudah akan menikahi ketiga pria di hadapannya.
"Kenapa anak Mbok Jum ada di sini?" Bima bertanya dengan wajah datarnya. Brian menahan senyum mendengar ucapan Bima. Adiknya itu selalu out of the box kalau menilai orang.
Anjani melempar sendok ke kepala Bima. Bima langsung menghindar ketika sendok itu hampir mengenai kepalanya.
"Hati-hati kalau ngomong Bima. Ini istri Kakak kamu, dia Kakak ipar kamu. Namanya Byan."
Bima hanya mengangguk tanpa mau melirik Byan. Laki-laki itu ternyata lebih cuek dan lebih dingin dari Brian. Byan harus hati-hati, jangan sampai dia terlibat masalah dengan orang-orang ini.
Lain dengan Brian dan Bima, lain lagi dengan Aldi. Dia malah tersenyum sembari memandangi Byan. Menurutnya Byan sangat cantik dan sangat manis. Aldi jarang menemukan kecantikan seperti ini di Jakarta. Byan terlihat sangat menggemaskan.
"Hai Kak. Aku Aldi," ucap Aldi mengulurkan tangannya.
Byan tersenyum bahagia, dia menerima uluran tangan Aldi. "Aku Byan. Jangan panggil aku Kakak. Aku masih 17 tahun. Aku bahkan belum lulus SMA."
Aldi dan Bima membulatkan matanya. Mereka pikir Byan masih anak SMP. Tadinya Aldi ingin memarahi Ayah juga Ibunya karena hal ini. Namun ternyata Byan sudah agak dewasa.
"Wah, kebetulan sekali, aku juga masih 17 tahun. Masih belum lulus SMA. Sama sepertimu."
Byan kembali tersenyum. Alangkah senangnya Byan menemukan teman untuk mengobrol. Dia sudah negatif thinking karena berpikir jika Aldi juga akan sama dinginnya dengan yang lain. Namun ternyata dia salah.
"Byan akan sekolah dengan mu Aldi," ucap Anjani membuat semua orang menatap ke arahnya kecuali Nugroho.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Tetty Muchtar Prawirakusumah
mulailah cinta segitiga terjadi... gmn thor
2023-11-30
0
Bundana Irpan Sareng Faizal
si aldi kya'y naksir biyan🤣
2023-06-14
0
@shiha putri inayyah 3107
burung jantan nya lg meriang bu Anjani,,, abis di tendang menantu mu...🤣🤣🤣
2023-06-03
0