Esta memang tidak mengerti tentang perasaan suka atau apapun itu. Apalagi saat melihat Tina yang sedang mengungkapkan perasannya kepada Rai. Sebenarnya bukan dia tidak mengerti, tapi ia memilih untuk tidak mau terlibat dengan hal semacam itu. Menurutnya itu sangat membuang-buang waktu di tengah hidupnya yang menyedihkan.
Jadi Esta memilih untuk tidak mempedulikan keadaan Esta yang sedang menangis tersedu-sedu. Ia hanya terus mencari penanya yang hilang. Namun setelah beberapa saat mencari dan tidak juga menemukannya, Esta memilih untuk pergi dan pulang ke rumah saja.
Pukul 15.05 saat Esta sampai di rumah. Seperti biasa, saat sampai di rumah setengah permanen itu, Esta tidak mendapati bibinya yang pasti masih bekerja di warung padang di pinggir jalan raya yang ada di ujung gang. Sementara pamannya, masih sibuk terbuai dengan mimpi indahnya di pelukan guling. Bahkan tv juga masih di biarkan menyala. Ringgo yang memang bekerja saat malam tiba, jadi siangnya ia gunakan untuk melepas kantuk.
Dengan sangat hati-hati Esta membuka pintu kamarnya yang sudah setengah lapuk itu. Ia tidak ingin membangunkan pamannya yang sedang terlelap itu.
Setelah mengganti pakaian, Esta berjalan menuju ke dapur sederhana milik mereka. Ia membuka tudung saji yang ada di atas meja kayu setengah reyot yang menempel di dinding yang bahkan sudah di makan rayap. Di dalamnya, ia mendapati satu panci nasi putih dan dua ekor ikan asin yang sudah di goreng. Itu sudah cukup untuk mengganjal perutnya siang ini.
Setelah selesai makan, Esta segera beranjak untuk mencuci piring yang sudah menumpuk di bak karet kecil di kamar mandi. Itu adalah tugas rutinnya sehari-hari setelah pulang sekolah. Gadis itu bertindak dengan super hati-hati agar tidak menimbulkan suara berisik.
Namun baru setengah perjalanan, tubuh Esta merinding tidak karuan saat sebuah sentuhan menempel di pundaknya. Sentuhan itu perlahan turun ke lengan dan berakhir di buah da da nya.
Dengan segera Esta mengalihkan tubuhnya ke samping dan menyilangkan kedua lengannya di depan. Ia menatap takut tapi juga marah kepada Ringgo yang sedang menyeringai kepadanya.
“Kapan itumu besar? Kecil sekali.” Ujar Ringgo tanpa merasa bersalah. Ia berjalan perlahan mendekati Esta yang berusaha untuk menjauh darinya.
“Paman mau ngapain?” Ujar Esta dengan suara yang bergetar.
“Sini aku hisap, biar cepet besar.”
Esta hanya bisa memandangi Ringgo dengan tatapan marah. Ia ingin melarikan diri namun Ringgo berdiri tepat di pintu sehingga Esta tidak punya jalan keluar.
“Jangan gitu, paman.”
Namun Ringgo nampak tidak peduli, ia terus merangsek mendekati Esta. Bahkan kini tangannya sudah mencengkeram kuat lengan Esta untuk memudahkannya melakukan niat bejatnya.
Esta melawan dengan sekuat tenaga. Ia berusaha mendorong tubuh Ringgo yang sudah hampir memeluknya. Dan entah kekuatannya berasal darimana, namun tiba-tiba ia berhasil membuat Ringgo tersungkur di lantai. Itu adalah kesempatannya untuk melarikan diri.
Namun sial, saat ia sudah keluar dari kamar mandi, Ringgo mencengkeram pergelangan kakinya hingga membuat Esta terjatuh dan keningnya mengenai lantai semen dengan keras.
Karna sudah ketakutan luar biasa, Esta bahkan tidak lagi merasakan sakit di keningnya itu. Ia hanya terus memberontak berusaha melepaskan diri dari Ringgo.
Plak!!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Esta. Wajahnya bahkan sampai berpaling saking kerasnya tamparan Ringgo.
“Kamu bisa diam, gak! Selalu melawan kamu ini. Padahal mau di kasih enak, kok nggak mau.” Dengus Ringgo merasa benar.
Tenaga Esta sudah habis tak bersisa. Ia bahkan sudah tidak bisa melawan cengkeraman kedua tangan Ringgo di pergelangan tangannya. Di tambah kini kepalanya terasa sangat pusing hingga membuatnya tidak fokus.
Bahkan saat bibir Ringgo menggerayangi mulutnya, Esta sudah tidak bisa melawan. Yang bisa ia lakukan
hanyalah berusaha untuk mengatupkan bibirnya erat-erat sambil berharap kalau Ringgo akan menghentikan aksi gilanya.
“Kamu ini gila apa gimana!” Teriak Kanti, istri Ringgo yang memergoki aksi suaminya yang sedang melu mat bibir keponakannya.
Wanita itu langsung merangsek dan memaksa memisahkan keduanya. Ia menarik kerah baju suaminya hingga Ringgo terjungkang ke belakang.
Esta segera berusaha untuk bangun dengan pandangan yang berkunang-kunang. Kini keningnya terasa sangat sakit.
“Banyak perempuan di luar sana yang siap kamu tiduri, tapi kamu lebih milih keponakan kamu sendiri?! Udah berkali-kali kamu begini!” Pekik Kanti.
“Keponakan tiri.” Jawab Ringgo datar. Ia bangun dan menepuk-nepuk bokongnya untuk membersihkan debu yang menempel.
“Kamu cepetan pergi.” Usir Kanti lagi kepada Esta.
Dengan tubuh yang sempoyongan, Esta berusaha untuk bangkit berdiri dan berjalan keluar dari rumah.
Setelah sampai di trotoar pinggir jalan raya, Esta berhenti dan duduk sebentar disana. Ia sedang menetralkan rasa sakit di kepalanya agar ia bisa berfikir normal kembali.
Ini bukanlah kali pertama ia mendapat perlakuan seperti itu dari Ringgo. Sebuah keberuntungan kalau sampai detik ini pria itu tidak bisa melakukan hal yang lebih lagi padanya. Selalu saja ada yang membuat aksi gila Ringgo gagal.
Dengan kasar Esta mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Ia ingin membersihkan bekas bibir paman gilanya itu sebersih mungkin.
Ringgo ibarat hewan buas yang tidak berakal. Dan Esta harus menerima untuk tinggal bersama dengan mereka karna ia tidak punya keluarga lain. Sebenarnya Ringgo bukanlah paman kandungnya melainkan adik tiri ibunya.Itupun menurut cerita dari Kanti.
Entahlah, Esta terlalu kecil untuk mengingat kenangan masa kecilnya bersama dengan kedua orang tuanya. Di umur dua tahun, ia sudah harus kehilangan ayah dan ibunya dalam sebuah kecelakaan. Angkot yang di tumpangi ayah dan ibunya menerobos perlintasan kereta api. Dan di saat yang bersamaan, ular besi itu langsung melu mat habis angkot beserta semua isinya dan hanya menyisakan Esta seorang saja.
Saat itu, orang-orang menyebutnya sebagai sebuah keajaiban dari tuhan untuk si Esta kecil. Entahlah, apa itu sebuah keajaiban kalau nyatanya dia di biarkan hidup untuk kehidupan menyedihkan seperti ini. Penuh luka, yang ia bahkan tidak tau bagaimana untuk mengobatinya. Walaupun airmata sudah hampir terkuras setiap harinya.
Hari sudah hampir gelap dan Esta masih terduduk di trotoar jalan raya. Namun ia segera bangkit dan kembali berjalan menyusuri trotoar ke arah utara. Sekitar dua ratus meter, ia sudah sampai di warung pecel lele Pakde Karya. Di sana, ia bekerja sebagai pramusaji saat Pakde Karya menggelar lapak dagangannya di malam hari.
Setelah sampai, Esta langsung menyambar celemek dari atas meja dan bersiap untuk membantu apa yang bisa di kerjakannya. Tidak ada yang bertanya kenapa matanya sembab, atau kenapa pipinya memerah, atau kenapa keningnya bengkak dan biru. Semua sibuk dengan diri masing-masing tanpa peduli satu sama lain. Tidak ada yang peduli dengan kehidupan gadis 17 tahun yang tubuhnya penuh bekas luka. Tidak ada gunanya mereka peduli tentang hal itu. Mengurusi hidup sendiri saja sudah sulit, boro-boro memikirkan hidup orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
RahaYulia
klo perut laper segitu jg udh nikmatnya luar biasa, memang patut disyukuri apapun keadaannya
2022-12-26
0
Dea Amira 🍁
😭😭😭😭😭
2022-11-08
0
rintik
kehidupan yang miris🥺🥺
2022-09-06
0