Terpaksa Menikahi Mantan Napi
Ini adalah kisah Dinda adik Nesa dari novel yang berjudul "Nikah Dadakan". Silahkan membaca nikah dadakan kalau pengen tahu kisah awalnya.
Happy reading!!
Episode 1. Diculik
Penyesalan itu berawal dari sini. Dari sifat kekanakan Dinda yang tak menyukai jokes Briyan yang dinilainya berbau tak senonoh.
Dinda POV
"Mbak!" panggilku pada mbak Nesa.
Semalam aku menginap di rumah mbak Nesa, menemani mbak Nesa yang ketakutan dan menenangkan diri lebih tepatnya. Tak ada yang tahu soal sifatku, mungkin hanya mas Jo yang sedikit tahu, suami mbak Nesa yang begitu pengertian dan humble pada semua orang. Andai dia bukan kakak ipar ku, pasti aku menaruh hati padanya.
Gara-gara semalam. Aku jadi tahu sedikit tentang mas Jo. Ternyata mas Jo itu lebih dewasa dibandingkan dengan Briyan. Padahal mereka berdua seumuran. Teman satu kelas juga. Tapi sikap mereka berdua berbanding terbalik.
Jika mas Jo lebih dewasa, baik hati dan pengertian. Berbeda dengan Briyan yang kekanakan, suka membual, dan sangat menyebalkan bagiku.
"Eh, mau berangkat Din?" tanya mbak Nesa yang melihatku sudah segar dengan pakaian resmi kuliahku. Kemeja warna putih dan celana kain warna hitam.
"Iya mbak, aku ada jam pagi hari ini. Mbak sendiri gak kerja?" tanyaku memastikan. Karena ku lihat, mbak Nesa masih menggunakan baju hariannya.
"Mbak libur hari ini, gak ada jadwal mengajar. Nanti pulang kuliah, temenin mbak lagi ya Din?" pinta mbak Nesa yang setengah memohon. Rupanya mbak Nesa masih takut dengan sosok hitam dibalik gorden jendelanya.
"Iya mbak, tenang aja. Dinda udah ijin sama ayah kok," balasku mengiyakan.
"Hallo Teh!"
Tiba-tiba suara nan menjengkelkan itu muncul lagi. Siapa lagi kalau bukan Briyan. Ya untuk sementara ini, cintaku hanya untuk dia. Karena aku berharap bisa menemukan sosok 1 lagi seperti mas Jo, meskipun pada akhirnya jatuh pada Briyan.
"Oh, om playboy. Mau jemput tante ya?" ujar mbak Nesa seraya menirukan suara anak kecil. Maklum mbak Nesa lagi hamil.
"Iya Teh, mau jemput calon istri," balas Briyan dengan entengnya.
Aku cuma menatapnya dengan biasa. Gak ada yang spesial bagiku.
"Beneran dihalalin lho, jangan dibelai-belai doang!" ketus mbak Nesa. Mungkin niatnya untuk bercanda.
Kalian tahu apa balasan dari Briyan? Jawabannya terdengar sangat tabu. Aku gak suka dengerinnya.
"Kok aku dengernya belalai ya Teh, aku emang punya belalai lho Teh," jawabnya.
'Astaghfirullah,' batinku kurang suka.
"Eh, ya Allah ni anak. Amit-amit deh, untung Jo gak ketularan elo," kata mbak Nesa yang kayaknya juga gak suka sama jawaban si Briyan yang terlalu fulgar itu.
"Din, berangkat gih. Makin gak bener si Briyan kalau lama-lama di sini," suruhnya.
"Iya mbak. Ya uwes, Dinda berangkat dulu ya mbak?" pamitku sambil mencium tangan mbak Nesa.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab mbak Nesa.
Pas aku udah naik di motornya Briyan. Tanpa menunggu lama, Briyan langsung ku semprotlah. Namanya juga kesel.
"Bang Briyan ih, kalau ngomong dijaga dong?" Marahku padanya.
"Bercanda atuh neng," balasnya sambil cengengesan tanpa dosa.
"Ya candanya jangan gitu juga kali," protesku lagi.
"Apa? Kan cuma belalai, kamu dan Teh Nesa aja yang pikirannya kotor."
Briyan tak terima dan balik menyerangku.
Hello? Siapa yang pikirannya kotor?
Jelas aku gak terimalah makin dipojokkan kayak gitu. Sakit hati rasanya. Mau gak mau, aku minta diturunin di jalan itu juga.
"Turunin gue di sini!" pintaku.
"Enggak, gue bakal anterin loe!" tolaknya.
"Turunin gue, atau gue akan lompat!" ancamku yang masih kesal.
Dan dengan terpaksa, Briyan menurunkanku di pinggir jalan. Setelah acara saling cekcok yang panjang. Briyan yang umurnya lebih tua dariku, akhirnya memutuskan pergi dan ninggalin aku.
Ah, sial banget intinya.
Aku gak tahu kalau sedari tadi ada orang yang tengah membuntutiku. Apalagi aku jalan sendirian, pastilah orang itu memanfaatkan keadaan.
Dan benar saja. Tak lama kemudian, orang itu langsung menghampiriku. Aku masih belum sadar kalau di belakang ku ada orang asing. Jadi aku masih bisa berjalan santai. Hingga aku merasakan tangan seseorang menangkap tubuhku. Aku kaget dan sempat berontak. Tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Aku tak sadarkan diri.
Beberapa menit kemudian...
Aku mengerjap-kerjapkan mataku. "Ini, di mana?" gumamku bingung. Pusing rasanya, keliyengan. Tapi aku terus mencoba untuk membuka mata.
Suasana di dalam ruangan ini seperti suasana di dalam bangunan yang tak terpakai. Aku makin ketakutan saat mendengar derap langkah yang semakin mendekatiku. Jantung berdebar makin kencang. Bahkan keringat dingin mulai membasahi keningku.
Aku mencoba meringkuk meskipun tidak bisa. Tiba-tiba sesosok laki-laki berdiri tepat di hadapanku.
"Siapa kamu?" tanyaku agak takut.
Ah, sial.
Tangan dan kakiku diikat. Aku gak bisa kabur dari sini. Siapa sih dia? Sialan banget.
Ku lihat, laki-laki itu malah tersenyum, senyum devil lebih jelasnya. Dia mengulurkan tangannya tepat di wajahku. Ah, brengsek.
"Kau lumayan juga," ucapnya dengan enteng.
Apa maksudnya dia? Dia gak tahu apa, kalau aku sedang ketakutan dan ingin menangis.
"Toloongg! Ayaaah, mbak Nesaaa, mas Jooo, toloooong!!!" teriakku dengan sekuat tenaga. Meskipun aku yakin gak ada yang dengar di luar sana. Tapi aku berharap, ada orang yang menolongku.
"Berteriaklah sayang, di sini gak ada siapapun. Hanya kita berdua," katanya sambil tertawa sekencang-kencangnya.
"Hiks."
Air mataku langsung menetes dengan sendirinya. Aku menyesal, kenapa tadi minta diturunin Briyan di tengah jalan? Aaaarrrrgh, siapa sih cowok ini?
"Tolong lepasin aku! Aku gak kenal ya sama kamu! Terus kita gak ada urusan."
Aku tatap dia dengan tajam. Aku meronta-ronta, berharap ikatan di tangan dan kakiku lepas. Namun sayangnya, ikatan itu terlalu kuat. Dan justru melukai pergelangan tangan dan kakiku. Ah, perih.
"Kita boleh kenalan dari sekarang," ujarnya sambil tersenyum miring.
Aku makin takut dibuatnya. Ingin mundur tapi ini sudah mentok di tembok.
"Hiks."
Aku ketakutan saat tangannya yang kurang ajar itu tiba-tiba mengelus pipiku dari yang satu pindah ke pipi yang satunya.
"Lepasin! Jangan sentuh aku!!" teriakku murka. Meskipun begitu, aku gak bisa melakukan lebih. Cuma itu yang bisa ku lakukan.
Sebenarnya aku bukanlah gadis polos. Aku pernah bermesraan dengan Briyan sebelumnya. Ya meskipun itu hanya pegangan atau sekedar kissing.
Tapi ini berbeda. Ini orang asing yang ingin mencelakaiku. Bahkan bisa saja membunuhku kan? Aku semakin takut saat tangan itu ingin mengelus bibirku. Aku segera menoleh, menghindari tangannya. Nafasku memburu tak karuan karena amarah.
"Apa yang kau inginkan! Aku gak punya masalah denganmu!" bentakku kesal.
"Gimana kalau menelpon kakak iparmu? Aku ingin berkenalan dengannya," ucapnya sambil terus menampakkan senyuman jahatnya. Andai bisa, ingin ku tampar wajahnya yang songong itu. Dasar penjahat gak tahu diri.
"Enggak, aku gak mau kau menjahati kakak iparku. Gak mau! Emang siapa kamu?" teriakku emosi.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanyaku lagi sambil melototinya. Laki-laki ini terlihat sangat kurus, tak terawat. Kalau dilihat-lihat, wajahnya tak seburuk preman-preman yang ada di sinetron sih. Tapi tetap aja, penjahat tetaplah penjahat. Lagian, kenapa dia ingin menghubungi mas Jo?
"Aku ingin kau menelponnya! Sebutkan nomor telponnya!!!" bentaknya tiba-tiba.
Aku tak bisa melawan saat tangannya menarik rambutku dengan kasar. Sakit.
"Awwwww, sssaakit," desisku kesakitan. Aku dah gak bisa menahan rasa sakit ini. Sebelumnya gak ada yang pernah melakukan kekerasan fisik kayak gini padaku. Tentu ini adalah pengalaman pertamaku yang sangat menyedihkan.
"Telpon! Atau rambutmu akan rontok, HEH!" teriaknya dengan nada mengancam.
"Sssakit, lepasin!" mohonku.
"Kasih tahu nomornya, baru ku lepasin," jawabnya.
"Enggak!!" teriakku gak mau.
"Aaaahh!!" Sial. Semakin aku berontak, dia semakin menjambak rambutku dengan kuat.
"Cepat kasih tahu nomornya!" ucapnya dan....
PLAKK!!
Tiba-tiba tamparan keras mendarat di pipiku.
"Cepat kasih tahu. Atau aku habisin nyawanya tepat di depanmu!!" ancamnya yang membuatku semakin takut.
Aku gak bisa apa-apa lagi. Jadi aku hanya bisa menggerakkan bola mata. Bermaksud memberitahu, bahwa ponselku ada di tas.
Sakit banget jambakan dan tamparannya. Air mataku kembali menetes dengan sendirinya. Pasrah, hanya itu yang bisa ku lakukan saat ini.
Lagi-lagi orang yang mencari mas Jo. Kenapa sih, orang baik harus berurusan dengan orang jahat kayak dia? Kasihan mas Jo, semoga dia selamat di manapun dia berada. Aamiin.
"Jangan sakiti mas Jo," larangku saat laki-laki itu sudah berhasil mengambil hp-ku.
"Aku mohon, kalau kamu ingin nyakitin dia. Mending sakitin aku lagi."
Tapi si dia bagai tak punya telinga. Dia hanya bergeming tak menanggapi ucapan-ucapanku yang tentang mas Jo.
Hiks. Mas Jo, aku diculik.
Bersambung...
Siapa kira-kira yang menculik Dinda?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
🫶👋
pasti orang yg gk suka sama Jo yg nyulik Dinda
masih nyimak
2022-10-12
0
🔵🍒⃞⃟🦅␝ᵇᵃⁿᵍ ᵦᵣₐ𝒹ᵧᬊ᭄
Mungkinkah dia si pemilik bayangan hitam di balik gorden tersebut?
2022-10-12
2
🔵🍒⃞⃟🦅␝ᵇᵃⁿᵍ ᵦᵣₐ𝒹ᵧᬊ᭄
Horor ihh
2022-10-12
0