Benua Surga Utara dikelilingi oleh lautan misterius yang bernama Laut Lintang Utara, tidak banyak yang mengetahui tentang lautan ini karena sangat berbahaya.
Banyak Cultivator yang mencoba menguak misteri lautan ini tapi selalu gagal, mereka selalu berakhir di dalam mulut Demonic Beast tipe air, kalau pun bertahan, mereka tetap akan menghilang dan tak pernah kembali lagi.
Tetapi di laut misterius itu, terdapat sebuah pulau yang tertutupi kabut pekat, terlihat seorang Pria Paruh Baya sedang menangis histeris, wajahnya yang penuh keriput begitu kontras dengan tingkahnya yang menangis seperti bayi yang tidak berdaya.
"Kenapa kau pergi lagi Yue'er! padahal kau tau, aku tidak bisa hidup jika tidak berdekatan denganmu!" Pria Tua itu menjambak rambutnya dengan frustrasi, "Bodohnya aku! kenapa harus membicarakan wanita lain di depanmu,
Padahal kita sudah bercinta lebih dari 500 tahun lamanya, kenapa? kenapa cuman permasalahan kecil seperti ini kau tega meninggalkanku, Yue'er!"
Pria Paruh Baya itu terus menangis dan mengoceh tanpa henti, sampai ia melihat sesuatu yang tergeletak di tepi pantai, ia pun dengan sigap menghampirinya dan terkejut ketika melihat sesuatu itu.
"Seorang anak? bagaimana bisa sampai di pulau ini?" Pria Paruh Baya itu terkejut ketika melihat seorang anak laki - laki tergeletak tak sadarkan diri, darah segar terus mengalir di tubuh anak itu, tanpa pikir panjang ia langsung mengendong dan membawanya ke dalam pulau.
**
"Ughh Kepalaku sakit, apa yang terjadi?" Nang In membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah langit atap yang terbuat dari kayu yang bisa rubuh kapan saja.
"Di mana ini? apa yang terjadi padaku?" Nang In melirik ke tubuhnya yang terbalut kain berwarna putih, terlihat bekas noda darah yang keluar tetapi tidak merasa sakit.
Matanya menelisik ke sudut ruangan, tidak ada barang lain selain benda empuk yang dia duduki, juga tidak ada seorang pun kecuali dirinya di dalam ruangan.
Nang In mencoba mengingat kejadian sebelumnya, ingatan yang begitu mengerikan terlintas jelas, satu persatu warga desa terbunuh tanpa ampun di depan matanya. Shen Li, paman yang selalu menjaganya kini tidak diketahui kabarnya.
Tanpa sadar air matanya tumpah, nafasnya begitu berat, perasaan yang begitu menyesakkan menyelimuti dirinya.
"Kenapa? kenapa semua ini bisa terjadi!" Nang In menangis sejadi - jadinya, ia masih terpukul dengan peristiwa baru yang menimpa dirinya.
Tanpa Nang In sadari, seorang wanita tua mendengar tangisannya dari luar rumah.
"Sepertinya ini bukan waktu yang tepat" wanita tua itu seperti ingin masuk, tapi melihat keadaan Nang In yang sedang berduka, ia mengurungkan niatnya lalu melangkah pergi.
Seharian penuh Nang In tidak bergerak dari tempatnya, ia masih menangis karena terpisah pamannya satu - satunya keluarga yang ia punya. Sejak kecil Nang In tidak dirawat oleh orang tuanya, menurut cerita paman, ibunya telah meninggal saat melahirkan dirinya, sedangkan ayahnya menitipkan Nang In pada Shen Li, lalu setelah itu ayah Nang In menghilang tanpa kabar.
Nang In baru berhenti menangis ketika matanya menghitam karena lelah, beban di hatinya pun dapat terbebaskan meskipun sedikit.
Beberapa saat setelah Nang In tenang, wanita tua itu masuk ke dalam ruangan sambil membawa sebotol giok di tangan kanannya.
"Bagaimana keadaanmu Nak?" tanya wanita tua itu.
Mendengar wanita tua itu bertanya, bukannya menjawab ia malah balik bertanya, "Maaf, apakah Nenek yang menyelamatkanku?"
Wanita Tua itu mengangguk ringan, "Suamiku yang menemukanmu dan aku yang mengobati lukamu"
"Kalau begitu terima kasih, aku berutang nyawa pada Nenek" Nang In membungkukkan badannya tiga kali sebagai bentuk rasa terima kasihnya.
"Tidak perlu sungkan, minum ini, ramuan itu akan menguatkan tubuhmu" wanita tua itu tersenyum sambil memberi sebotol giok kepada Nang In.
"Terima kasih"
"kau lapar Nak?"
"Aku tidak lap-"
Kriiiiuuuuuuk!
"Kau tidak bisa membohongi perutmu, ayo keluar, aku sudah menyiapkan makan malam" wanita tua itu tersenyum ringan sambil melangkah keluar.
Nang In menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia masih merasa malu karena perutnya tidak bisa sedikit berbohong, "Baik Nek"
Nang In pun keluar dan terkejut ketika melihat matahari terbenam dan lautan biru yang membentang luas seperti tidak ada ujungnya.
Pijakan dengan alas pasir yang lembut, angin sore yang berhembus dengan manja, desiran ombak dan kicauan burung camar membuat suasana menjadi lebih tenang, benar, ini adalah suasana pantai.
Seperti tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Nang In mengusap matanya beberapa kali berusaha memastikan apakah ini nyata atau mimpi.
"Pu - Pulau? kenapa aku bisa terdampar di sebuah pulau!?" Nang In tidak bisa tidak terkejut, matanya menjelajah di sekeliling pantai, dia tidak menemukan apa pun, kapal, rumah, bahkan penduduk, benar - benar pantai yang polos.
"Hoi bocah, kemarilah" dari kejauhan terlihat seorang pria tua melambaikan tangan ke arahnya.
Pria Tua itu adalah orang yang menemukan Nang In di tepi pantai, di sampingnya, duduk wanita tua yang telah mengobati lukanya, keduanya tengah memanggang daging sate berukuran besar.
"Baik Kek" Nang In berteriak sambil mendekat ke arah dua lansia itu.
Setelah mendekat, Nang In langsung membungkukkan badannya tiga kali kepada pria tua yang ada di depannya, "Terima kasih karena telah menolongku Kek"
"Hahaha tidak perlu sungkan bocah! aku juga harus berterima kasih, karena berkatmu, aku tidak perlu tidur sendiri, benar begitu Yue'er~? " pria tua itu tersenyum genit ke arah wanita tua yang ada di sampingnya.
"Tentu saja kau tidak akan tidur sendiri, melainkan berdua dengan anak ini!" wanita tua itu melirik ke arah Nang In.
"Tidak, bukan itu maksudku! aku hanya bisa tidur jika berada di sampingmu Istriku! aku ti-"
Duag!
Ucapan pria paruh baya terpotong karena wanita tua itu memberikan pukulan penenang membuat benjolan besar di kepala pria tua itu.
"Berhenti bersikap seperti anak kecil Tua Bangka! kau membuat malu saja! aku belum memaafkan ucapanmu karena membicarakan wanita lain dihadapanku, seperti yang ku ucapkan, seminggu ini kita tidak akan tidur bersama, jika kau membuatku kesal lagi, akan ku tambahkan waktu hukumanmu, paham!" wanita tua itu mengomel sambil menunjuk pria tua disampingnya.
"Baik Istriku, baik" pria tua itu langsung duduk simpuh, wajahnya menunduk lemas tak berdaya, ia hanya bisa mengangguk - ngangguk seperti ayam mematok jagung, karena jika asal bicara, mungkin istrinya akan lebih marah padanya.
Melihat pemandangan itu membuat hati Nang In sedikit terhibur, bagaimana pun ia membutuhkan bantuan orang lain untuk mengikis kesedihannya.
Menyadari Nang In yang memperhatikannya, wanita tua itu batuk ringan sebagai pengalih perhatian, "Silahkan duduk Nak, maafkan sikap Suami Nenek yang kekanak - kanakan"
"Tidak apa Nek, sekali lagi, terima kasih karena telah menolongku, perkenalkan namaku Nang In"
"Sudah ku bilang tidak perlu sungkan, perkenalkan namaku Lin Yue, kau bisa memanggilku Nenek atau Bibi Lin, sedangkan Pria Tua ini-" Lin Yue menyenggol bahu pria tua di sampingnya.
"Ah benar, perkenalkan namaku Zhou Jin, kau bisa memanggilku Paman Zhou" Zhou Jin tersenyum ringan ke arah Nang In.
"Salam kenal Pam-"
Kriiiiuuuuuuk!
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, suara perut Nang In kembali terdengar membuat suasana hening seketika, ia hanya tersenyum canggung, sementara kedua lansia itu menggeleng ringan.
"Haha Kalau begitu ayo kita makan, kau harus merasakan sate Beruang buatan Istriku yang lezat ini, makanlah!" Zhou Jin memberikan daging sate berukuran jumbo kepada Nang In.
Tanpa pikir panjang Nang In langsung melahap daging sate itu, kelezatan daging yang tiada tara menari - nari di atas lidahnya.
Di bawah rembulan yang hampir naik ke langit, mereka bertiga memakan daging sate dengan lahapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Vanny Candra
lanjut thor
2023-07-11
0
malest
baguss
2023-03-05
0
Harman LokeST
Nang In selamat dari kematian
2023-01-28
0