Matahari mulai menampakkan sinarnya dan masuk kedalam kamar Nadhira, Nadhira segera bergegas keluar kamarnya dengan pakaian yang sudah begitu rapi dengan membawa tas ditangan kirinya sambil memakai sepatu seperti seseorang yang hendak jalan jalan bukan pergi bekerja.
Nadhira segera bergegas menemui Bi Ira yang kini tengah memasak bersama dengan Bi Sari, dari kejauhan Nadhira dapat melihat bahwa Bi Ira sedang begitu sibuk dengan masakannya, hal itu membuat Nadhira segera berlari kearahnya dan memeluknya dari belakang.
"Ibu".
"Astaghfirullah" Ucap Bi Ira reflek karena tiba tiba ada yang memeluknya dari belakang.
"Ih Ibu, Dhira kan bukan demit" Ucap Nadhira dengan cemberut sambil melepaskan pelukan itu.
"Maafkan Ibu, Dhira sendiri sih kenapa tiba tiba membuat Ibu terkejut seperti ini".
Bi Ira segera menoleh kepada Nadhira dan menyerahkan pekerjaan kepada Bi Sari, Bi Ira begitu terkejut dengan pakaian yang digunakan oleh Nadhira, ia menatapnya dari bawah keatas sementara Nadhira yang ditatap hanya tersenyum.
"Kamu tidak bekerja Nak?".
"Ngak, Dhira mau jalan jalan, Dhira kan sudah rapi".
"Jalan jalan dengan Theo?".
"Ngak juga, coba tebak lagi Bu".
"Dengan Nyonya besar?"
"Ngak, Oma ada urusan tuh mana bisa diajak jalan jalan saat seperti ini".
"Lalu dengan siapa? Apakah Rifki? Dia sudah pulang ke Indonesia kah? Kelihatannya kamu begitu senang hari ini Nak".
"Tidak Bu, entahlah kapan dia akan pulang, aku juga tidak tau, ku harap secepatnya dia pulang, biar bisa ku ajar dia dengan tanganku karena meninggalkan diriku begitu lama, aku mau jalan jalan sama Ibu".
"Hah? Kenapa sama Ibu?".
"Sudahlah, Ibu buruan ganti baju yang paling bagus, aku tunggu didepan sekarang, oh iya tidak ada tapi tapian pokoknya, jangan lupa juga bawa baju ganti kita akan pulang besok".
Nadhira tidak mau mendengar alasan apapun dari Bi Ira sehingga dirinya memutuskan untuk bergegas pergi dari tempat itu menuju kedepan untuk menemui Pak Santo terlebih dahulu.
"Eh Non Dhira pagi pagi begini sudah cantik aja, mau kemana Non" Sapa Pak Mun yang melihat Nadhira memakai pakaian begitu rapi, dirinya sedang menyapu halaman depan.
"Mau liburan Pak" Jawab Nadhira sambil tersenyum tipis kearah Pak Mun.
"Cie yang mau liburan, apa liburan dengan pemuda itu Non?".
"Tidak".
"Kalau begitu biar saya siapkan mobilnya dulu Non".
"Oke Pak, aku tunggu".
Dengan langkah ringan Nadhira segera berjalan kearah pos rumahnya untuk menemui Pak Santo, dengan bersenandung kecil Nadhira melangkah, hal itu membuat Pak Mun merasa heran dengan sikap Nadhira saat ini, dan dari kejauhan Pak Santo yang melihat Nadhira juga merasa bingung dengan penampilan Nadhira kali ini.
"Hai Pak" Sapa Nadhira.
"Eh Non, Non Dhira mau kemana? Kok rapi bener kali ini, biasanya kalau mau berangkat kerja ngak pernah pakai pakaian seperti ini".
"Hari ini ngak berangkat kerja, Pak Santo hari ini dan besok aku perintahkan untuk libur, dan biar Pak Mun yang menggantikan tugas Bapak disini".
"Tapi Non saya kan ngak minta libur, apa Non memecat saya, maafkan saya Non, tolong jangan pecat saya" Rengeknya dengan muka yang sudah memucat mendengar ucapan Nadhira.
"Ha? Siapa yang memecat Bapak? Aku kan hanya bilang kalau aku perintahkan kepada Bapak untuk libur sekarang, bukan memecat Bapak".
"Tapi Non apa salah saya, kenapa Non Dhira memerintahkan saya untuk libur tiba tiba seperti ini Non, bagaimana saya bisa menghidupi Ibu dan Adik saya nantinya kalau saya tidak bekerja".
Pak Satu sudah kelihatan begitu pucat dan tubuhnya bergetar hebat ketika Nadhira mengatakan hal seperti itu, kejadian yang ia bayangkan akhirnya terjadi juga kalau dirinya akan dipecat dari tempat itu karena dianggap ingin melecehkan Bi Ira.
Nadhira merasa bingung dengan apa yang dipikirkan oleh Pak Santo saat ini, Nadhira menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu dan berpikir bahwa Pak Santo telah salah memahami maksud dari perkataannya itu.
"Siapa sih yang mau pecat Pak Santo itu? Ngak ada tuh yang bilang seperti itu, kemaren aja Bapak nangis nangis minta diberi solusi tapi sudah dikasih solusi malah kayak begini".
Brokkk
Dengan sekuat tenaga Pak Santo mengeluarkan ingusnya yang hampir mengalir keluar itu, hal itu membuat Nadhira membuang mukanya dan menutup kedua matanya karena sikap Pak Santo itu yang menurut Nadhira sangat menjijikkan.
"Pak Santo jorok ih, Oh Tuhan kenapa kau kirimkan calon Ayah angkat yang seperti ini kepadaku, hukuman apa yang Kau berikan kepadaku Oh Tuhan" Teriak Nadhira.
"Maaf Non saya terbawa suasana, maksud tadi apa? Beneran saya ngak dipecat?".
"Aku mau mengajak Pak Santo untuk liburan hari ini dan besok bersama dengan Ibu, biar tugas yang disini digantikan oleh Pak Mun dua ini".
Mendengar itu membuat wajah Pak Santo seketika berubah menjadi cerah, secerah matahari pagi ini, hingga membuat Nadhira terkejut dengan perubahan ekspresi wajah itu.
"Pak Santo kaya bunglon ya, bisa berubah ubah dengan cepat".
"Non beneran? Non ngak bohong kan?".
"Aku kan ngak pernah berbohong, dan mungkin hanya kemarin saja sih" Ucap Nadhira sambil menyengir bagaikan kuda.
"Tau ngak Non, saya hampir kena serangan jantung Non, Non sih bilangnya begitu, tiba tiba nyuruh saya libur tanpa alasan, saya kan jadi mikirnya yang macam macam Non".
"Mangkanya Pak jangan banyak pikiran, sudah ku bilang kan kemarin malem, Bapak sih bandel".
Nadhira tertawa mendengar keluhan dari Pak Santo, ternyata itu alasannya kenapa wajahnya tiba tiba berubah menjadi pucat pasih, tak beberapa lama kemudian Pak Mun datang setelah memarkir mobilnya didekat tempat pos itu.
"Non mobilnya sudah siap" Lapor Pak Mun.
"Apa mesin mesinnya sudah diperiksa Pak?".
"Sudah Non, aman lah Non".
"Baiklah Pak, oh iya tolong bawa koperku kemobil ya Pak, tadi aku taruh didalam kamar".
"Hah koper? Emang Non mau berlibur kemana? Dan berapa lama?".
"Kemana ya? Kemana mana lah Pak, cuma 2 hari saja kok ngak lama lama, aku bawa koper soalnya banyak barang yang harus aku bawa Pak, buat persiapan liburan lah".
"Aku ngak diajak nih Non?".
"Ngak, Pak Mun jaga Oma dirumah saja sama Bi Sari, oh iya dua hari ini Pak Mun yang aku tugaskan untuk jaga dipos karena Pak Santo ikut denganku".
"Loh Non kok begitu sih, saya ngak diajak kenapa malah ngajak Pak Santo?".
"Ya tujuannya sih emang mau latihan tanding disana Pak, emang Pak Mun mau latihan tanding denganku? Soalnya disana peralatannya jauh lebih lengkap sih, kali saja bisa sekali banting langsung k'o" Ucap Nadhira beralasan.
"Ngak jadi deh Non, mending sama Pak Santo saja Non, saya mah ngak bisa tanding tanding seperti itu, apalagi dengan Non Dhira sendiri".
"Ku pikir Pak Mun juga mau ikut tanding denganku, kalau itu benar aku pasti akan semakin senang".
Ucapan itu seketika membuat Pak Mun merasa merinding dan segera bergegas masuk kedalam rumah tersebut untuk mengambil koper milik Nadhira yang telah ia siapkan didalam kamarnya,
"Pak Santo buruan ganti baju deh, sama siap siap soalnya sebentar lagi Ibu pasti keluar".
"Baik Non".
Nadhira memutuskan untuk duduk disebuah bangku yang terdekat dengan pos satpam tersebut sementara Pak Santo segera masuk kedalam ruangannya untuk bersiap siap sesuai dengan perintah dari Nadhira.
Tak lama kemudian Pak Mun keluar dari rumah tersebut sambil menarik sebuah koper milik Nadhira, setelah itu dia memasukkan koper tersebut kedalam mobil itu, setelah selesai tiba tiba Bi Ira juga keluar dari dalam rumah dan membawa sebuah tas ransel yang cukup besar.
Ketika Bi Ira datang pandangannya begitu tidak enak kepada Pak Santo seperti ada permusuhan diantara keduanya, Nadhira dapat mengetahui itu melalui tatapan yang diberikan oleh Bi Ira kepada Pak Santo ketika keduanya bertemu.
Nadhira segera menyuruh Bi Ira memasukkan kopernya dalam bagasi, ketika dirinya bersiap siap untuk masuk kedalam mobil itu tiba tiba sebuah mobil berhenti didepan gerbang Nadhira dan ia mengetahui bahwa mobil itu milik Theo.
"Hai Dhir" Ucap Theo keluar dari mobilnya sambil melambaikan tangan kepada Nadhira.
"Bukannya aku sudah bilang kalau hari ini ngak masuk kerja kepadamu?" Tanya Nadhira keheranan.
"Aku hanya mau ikut liburan dengan dirimu saja bukan menjemputmu untuk bekerja kok, boleh ngak?"
Nadhira terdiam, semalam dirinya memang tidak mengajak Theo untuk liburan kali ini, akan tetapi dirinya juga berpikir ulang kalau nantinya Bi Ira berduaan bersama Pak Santo maka dirinya hanya akan menjadi obat nyamuk bagi keduanya.
"Baiklah kau boleh ikut, apa kau sudah membawa perlengkapan untuk menginap?".
"Sudah dong, ada dibagasi".
"Baguslah, kalau begitu cepat parkirkan mobilmu didalam garasiku".
Pak Santo segera membuka pintu gerbang itu untuk membiarkan mobil Theo melewati gerbang tersebut, Theo segera memasukkan mobilnya kedalam bagasi rumah Nadhira dan segera mengeluarkan koper miliknya juga.
Theo segera berjalan kearah Nadhira dan yang lainnya, setelah itu dirinya memasukkan kopernya kedalam mobil Nadhira, dan Nadhira menyerahkan sebuah kunci mobil kepada Theo sementara itu Theo kebingungan dengan apa yang dilakukan oleh Nadhira saat ini.
"Kau yang membawa mobilnya" Ucap Nadhira.
"Maksudnya aku yang menyetir?"
"Iya Theo, kau yang menyetir".
"Baiklah kalau begitu ayo berangkat sekarang".
Theo segera masuk kedalam mobil itu dibagian pengemudinya sementara Nadhira masuk kedalam mobil dan duduk disebelah Theo, begitupun dengan Bi Ira yang masuk dan duduk dibelakang Nadhira, ia merasa keheranan kenapa Pak Mun tidak ikut bersama dengannya masuk.
Kebingungan itu segera terjawab ketika Pak Santo tiba tiba masuk dan duduk disebelah Bi Ira dibelakang Theo, melihat itu membuat Bi Ira merasa ngak mood lagi untuk ikut dalam liburan kali ini.
"Ibu ngak jadi ikut Dhira" Ucap Bi Ira.
"Lah kenapa Bu? Sudah duduk saja disitu, kita akan segera berangkat dan tidak boleh ada yang membatalkannya".
Theo segera menjalankan mobil itu sesuai dengan permintaan Nadhira, hal itu membuat wajah Bi Ira serasa tertekuk karena dirinya masih merasa marah dengan Pak Santo akibat kemarin malam itu, Bi Ira berpikir bahwa Pak Santo ingin berbuat mesum kepadanya.
Didalam perjalanan itu rasanya hanya Nadhira dan Theo saya yang banyak bicara akan tetapi Bi Ira dan Pak Mun hanya saling diam saja tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut keduanya, hingga mobil itu melaju dengan cepatnya.
"Kita mau berlibur kemana Dhira?".
"Cari aja sebuah villa yang dekat dengan pantai, rasanya aku ingin sekali berlibur dipantai".
"Baiklah, aku tau villa yang terbaik didekat pantai".
"Sip, baiklah kita kesana".
Nadhira memperharikan ekspresi wajah Bi Ira melalui kaca sepion, wajah itu terlihat begitu sebal saat ini, dan dirinya mengalihkan pandangannya menuju kearah Pak Santo yang terlihat kebingungan harus berkata apa kepada Bi Ira.
"Kalau ada yang ingin dikatakan, katakan saja Pak" Ucap Nadhira tanpa menoleh kebelakang.
"Apa yang harus saya katakan Non?" Tanya Pak Santo balik.
"Katakan yang sejujurnya saja atas kejadian kemarin malam kepada Ibu, lalu apa lagi kalau bukan itu? Terserah Pak Santo mau mengatakan apapun itu, aku dan Theo anggap saja bukan siapa siapa dan anggap saja hanya bayangan".
"Kau sudah mengetahuinya Nak?" Tanya Bi Ira terkejut dengan perkataan Nadhira.
Nadhira hanya mengangguk saja tidak ingin ikut campur dalam masalah keduanya, dan ia ingin menguji keberanian dari Pak Santo untuk mengatakan hal itu kepada Bi Ira, akan tetapi dapat terlihat bahwa Pak Santo begitu ragu untuk mengatakannya mungkin karena adanya Nadhira dan Theo.
"Bi Ira, maafkan kesalahanku kemarin malam, aku ngak ada niatan untuk mengintipmu kemarin, beneran deh suwer, kemarin itu Non Dhira mengatakan kalau kamu ingin mengatakan sesuatu kepadaku oleh karena itu aku datang kekamarmu" Ucap Pak Santo dengan ragu ragu.
"Loh Pak kenapa jadi saya? Memang sih aku yang mengatakan itu kemarin, tapi aku tidak menyuruh Pak Santo masuk kedalam kamar Ibu Ira" Bela Nadhira.
"Sudahlah Dhira, biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri kali ini, kita kan hanya angin disini" Ucap Theo.
"Baiklah aku akan diam".
Pak Santo merasa sedikit tidak enak dengan hal itu, hingga membuatnya tidak mampu untuk berkata kata lagi setelah itu, dan hanya ada kebisuan antara mereka, tak terasa akhirnya mereka tiba juga disebuah villa yang dimaksud oleh Theo.
Nadhira terdiam ketika melihat Theo ternyata membawa kepantai dimana Rifki pernah mengajaknya dahulu ketempat itu sebelum perpisahan antara dirinya dan Rifki terjadi, seketika itu juga ada rasa kesedihan yang menyelimuti hatinya ketika mengingat semuanya.
Theo sengaja membawa mereka kepanti terlebih dahulu sebelum masuk kedalam villa yang tidak jauh dari tempat itu, Theo berpikir bahwa membiarkan Pak Santo dengan Bi Ira menyelesaikan masalah mereka terlebih dulu sebelum mereka memasuki area villa.
Nadhira segera turun dari mobil itu ketika Theo telah menghentikan mobil tersebut, Nadhira segera berlari ketepi pantai yang indah itu, tempat dimana dirinya dan teman temannya bermain sebelum perpisahan terjadi antara mereka.
Nadhira meneteskan air matanya ketika menatap kearah pantai yang indah itu, ia sangat merindukan kebersamaannya dengan sahabat sahabatnya itu, sudah 5 tahun mereka tidak pernah merasakan indahnya kebersamaan itu lagi.
"Dimana kalian? Kali ini aku datang sendiri tanpa kalian, aku sangat merindukan kalian, Rifki ku harap kau baik baik saja, aku sangat takut dengan mimpi itu Rif, kau harus tetap hidup demi diriku".
Nadhira merasa suasana yang begitu berbeda ditempat itu, yang dulunya sangat ramai dengan Rifki dan juga anggota Gengcobra kini menjadi sepi dan sunyi hanya terasa semilir angin pantai yang sangat menyejukkan.
Theo yang melihat Nadhira berdiri ditepi pantai segera mendatangi Nadhira dan membiarkan kedua orang itu menyelesaikan masalah mereka sendiri, Theo tidak ingin menjadi obat nyamuk didalam mobil tersebut sehingga ia memutuskan untuk mendatangi Nadhira ditepi pantai.
"Kenapa kau menangis Dhira?" Tanya Theo ketika melihat buliran air mata menetes dipipi Nadhira.
"Aku ngak apa apa kok" Ucap Nadhira yang segera menghapus air mata itu, "Hanya saja teringat dengan teman temanku, aku hanya merindukan kebersamaan itu tapi mereka tengah sibuk dengan dunianya masing masing".
"Teman temanmu juga pasti merasakan hal yang sama Dhira, tapi mereka masih belum memiliki waktu untuk dapat berkumpul kembali, kalau ada waktu mereka pasti akan mengajakmu untuk berkumpul".
"Kau benar, mungkin sekarang memang kita tidak ditakdirkan untuk berkumpul, tapi aku yakin bahwa suatu saat nanti pasti akan berkumpul kembali".
"Iya Dhira, sudah jangan bersedih lagi, kau juga tidak sendiri, aku akan selalu menemanimu Dhira, sebaiknya kita jalan jalan dulu disekitar pantai, biarkan Pak Santo menyelesaikan masalahnya dulu dengan Bi Ira dimobil".
"Iya".
Nadhira pun berjalan jalan disekitar pantai tersebut bersama dengan Theo, Nadhira menceritakan tentang kebersamaannya dahulu dengan teman temannya itu, Theo lebih banyak mendengarkan dan menyahuti seperlunya saja tanpa banyak bicara.
Sebenarnya Theo merasa iri dengan Rifki, meskipun Rifki telah pergi jauh meninggalkan Nadhira akan tetapi perasaan Nadhira seakan akan begitu kuat kepada Rifki dan selalu mengingatnya tanpa melupakan sedikitpun tentang dirinya.
...Jangan lupa like, coment dan dukungannya 🥰 Terima kasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 245 Episodes
Comments
Sriyanti Sriyanti
pantai kenangan bersama rifki
2022-11-08
1
Sriyanti Sriyanti
gagal faham dia
2022-11-08
1
circle
Rifki harus balik thor 😘😘
2022-06-27
0