Nadhira mendadak terbangun ditempat yang berbeda dari sebelumnya, seingat dia dirinya tengah tertidur dengan nyenyaknya dikamarnya akan tetapi saat dia terbangun justru dirinya berada sudah berada ditempat yang cukup asing baginya, entah dimana dirinya berada saat ini, dan penampilannya cukup berbeda dengan orang orang yang ada disana.
"Dimana aku? Kenapa aku bisa berada ditempat seperti ini?".
Ia berada didalam sebuah bangunan yang cukup megah dengan penuh orang orang yang sangat asing bagi dirinya tak seorang pun yang ia kenal berada disana sekarang, seketika itu juga pandangannya tertuju kepada seseorang yang tengah terduduk disebuah meja seorang diri sambil tersenyum kearahnya.
Orang itu sedang menikmati secangkir minuman hangat dan juga menikmati sebuah pertunjukan yang ada dipanggung hiburan yang ada ditempat itu, Nadhira begitu sangat mengenali orang itu.
"Rifki, kenapa dia juga ada disini, aku berada dimana sebenarnya" Ucapnya pelan.
Mendadak situsi ditempat itu menjadi ricuh sementara Rifki segera berlari dari tempat itu untuk menyelamatkan dirinya sendiri, melihat itu membuat Nadhira segera ikut berlari mengejarnya, ia tidak mau kehilangan jejak Rifki.
"Rifki!".
Nadhira juga melihat beberapa orang tengah mengejar Rifki dengan membawa senjata tajam, Nadhira merasa aneh kenapa tidak ada seorangpun yang melindungi Rifki dari kejaran orang orang itu, dimana anak buahnya.
Nadhira sangat yakin bahwa orang orang itu adalah musuh bisnis Rifki dan mereka ingin mencelakai Rifki akan tetapi Nadhira sama sekali tidak dapat menolongnya karena tubuhnya yang transparan dan tidak bisa menyentuh orang orang itu.
Nadhira tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh orang orang itu kepada Rifki, bahasa mereka cukup asing bagi Nadhira karena Nadhira tidak mengerti dengan maksud dari ucapan mereka, Rifki terlihat begitu marah saat ini.
Orang orang itu segera menyerang kearah Rifki, sementara Rifki tengah bersiap siap untuk membela dirinya, terjadilah perkelahian yang cukup sengit antara Rifki dengan sekawan orang orang itu.
Nadhira yang melihat Rifki mulai kewalahan itu hanya bisa meneteskan air matanya dan terus berusaha untuk menolong Rifki meskipun tangannya sama sekali tidak mampu memukul mereka ataupun hanya sekedar menyentuh mereka.
"Jangan sakiti Rifki!" Teriak Nadhira.
Entah apa yang saat ini mereka bicarakan, Rifki juga terlihat begitu kecewa dengan mereka, Nadhira dapat mengetahui itu dari nada bicara yang dilontarkan oleh Rifki kepada orang orang itu.
Rifki terkenal dengan sosok seorang anak yang dijuluki sebagai jenius muda dinegara itu, karena hanya dirinya yang masih kecil sudah mampu memimpin beberapa perusahaan Abriyanta Groub dan diberbagai negara hal itu membuat banyak orang yang iri dengan dan berniat untuk membunuhnya agar bisnis mereka tidak terkalahkan.
Rifki segera mengeluarkan sebuah pistol yang sengaja ia bawa didalam saku bajunya, setelah melihat orang orang itu tengah menodongkan sebuah senjata api kepadanya, tanpa ada rasa takut sedikitpun Rifki berdiri dengan tegaknya.
Dengan sangat lincah dirinya memainkan pistol dan juga pisau yang ada ditangannya, beberapa orang mulai terluka karena serangan dari Rifki dan sebagian dari mereka sudah terbaring tidak berdaya diatas tanah dibuatnya.
Meskipun kini sudah begitu banyak darah milik Rifki yang menetes ditempat itu, akan tetapi Rifki sama sekali tidak gentar sedikitpun untuk menghadapi mereka, sebagian dari mereka adalah penghianat perusahaan sehingga mereka diam diam menjatuhkan Rifki.
"Dasar kau penghianat! Tidak akan ku biarkan kau hidup setelah ini! Akan ku pastikan kau akan membayar semuanya nanti" Teriak Rifki dengan bahasa yang berlaku disana.
"Bagaimana kau bisa selamat dari kami Tuan Muda Rifki? Bahkan anak buahmu saja tidak ada disini, menyerahlah maka aku akan memberikan sebuah kematian yang cepat untuk dirimu dan kau tidak perlu merasakan sakit yang begitu lama"
"Aku tidak butuh mereka untuk dapat membunuh kalian semua, hanya Allah yang tau kapan dan dimana aku akan mati, selama aku masih bisa bernafas aku tidak akan pernah menyerah kepada kalian semua!" Rifki mengeratkan pegangan tangannya dari senjata yang ada ditangannya setelah selesai mengatakan itu.
"Dan sebentar lagi Dewa kematian akan segera menjemputmu, kau tidak akan selamat kali ini Rifki".
"Kalian pikir aku takut dengan kalian? Kalian salah besar, karena Rifki tidak akan pernah takut dengan siapapun sekalipun itu adalah Dewa kematian".
Orang orang itu kembali menyerang kearah Rifki, sementara Rifki tengah bersiap siap dengan serangan itu, Rifki adalah seorang pemuda yang sama sekali tidak mengenal kata menyerah, meskipun sudah begitu banyak darah yang menetes keluar dari tubuhnya itu.
Rifki memegangi senjata yang ada ditangannya dengan erat, dengan gerakan yang lincah Rifki menyerang kearah orang orang itu meskipun pertarungan itu tidaklah imbang karena satu melawan banyak orang.
"Jangan harap kalian bisa lolos dariku! Kalian sudah hidup begitu lama dengan melakukan kejahatan, sudah saatnya kalian kembali kepada sang pencipta" Ucap Rifki dengan geramnya.
Rifki bertekat untuk dapat menghabisi mereka semua, hanya ada dua pilihan bagi Rifki, antara dirinya yang dihabisi oleh mereka ataukah dirinya yang akan menghabisi mereka, nyawanya kini menjadi taruhan entah akan berakhir dengan dirinya yang kehilangan nyawa atau justru mereka yang kehilangan nyawa.
Dor... Dor... Dor...
Rifki segera menembakkan peluru kepada orang orang itu, tembakannya tersebut sama sekali tidak ada yang meleset untuk bisa melukai mereka semua, Rifki tidak menyerang area vitalnya melainkan bagian tubuh yang dapat membuat mereka tidak sadarkan diri termasuk saraf saraf mereka.
Rifki begitu ahli dalam memainkan senjata sehingga dengan mudah dirinya mampu melukai orang orang yang tengah menyerangnya itu, Nadhira yang melihat itu terlihat begitu histeris ketika mengetahui bahwa Rifki tengah terluka parah saat ini.
Seluruh orang yang tengah mengejarnya itu hanya tinggal tersisa tiga orang saja yang mampu berdiri dihadapan Rifki meskipun dengan luka yang sama parahnya dengan Rifki, dapat dilihat bahwa Rifki jauh lebih hebat daripada mereka.
"Kau cukup hebat rupanya, hingga kau mampu mengalahkan begitu banyak anak buahku, tapi keberuntunganmu itu tidak akan berpihak kepadamu saat ini juga, karena aku akan membunuhmu sekarang" Ucap seseorang yang menjadi pemimpin mereka dengan menggunakan bahasa negara mereka.
"Aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu itu jika kau bisa maka lakukan saja dan jangan hanya sekedar mengancam, kita lihat saja siapa yang akan beruntung nantinya dan siapa yang akan mati".
"Kau sangat percaya diri rupanya Rifki, lihatlah kau sudah mengalami luka yang cukup parah, bagaimana kau bisa menahan serangan kami bertiga? Dan kami bisa membunuhmu dengan mudah setelah ini".
"Aku percaya bahwa Tuhan akan selalu melindungiku dari orang orang penghianat seperti kalian, dan kalian bukanlah seorang Dewa yang berhak menentukan kapan dan dimana aku akan mati".
Rifki segera kembali memasang kuda kudanya dan bersiap untuk berduel dengan mereka, hal itu membuat mereka nampak begitu geram dengan apa yang diucapkan oleh Rifki, Nadhira yang melihat pertarungan itu sama sekali tidak mengerti apa yang sedang mereka katakan.
Rifki seperti sedang kewalahan menghadapi ketiga orang itu, hingga dirinya tidak melihat situasi disekitarnya, pandangan Nadhira jatuh kepada seseorang yang sedang mengarahkan sebuah pistol kearah Rifki dari kejauhan.
"Tidak! Jangan lakukan itu" Teriak Nadhira.
Nadhira menatap kearah orang itu dan Rifki dengan bergantian, orang itu sepertinya begitu fokus dengan Rifki sementara Rifki sedang sibuk dengan perkelahiannya, dan orang itu segera menempatkan sebuah peluru kepada Rifki.
"Rifki awas!" Teriakan Nadhira tidak mampu didengar oleh Rifki.
Nadhira segera bergegas kearah Rifki dan berniat untuk menghalangi peluru tersebut akan tetapi peluru itu melewati tubuh Nadhira begitu saja dan Nadhira sama sekali tidak merasakan peluru tersebut hingga dirinya merasa begitu aneh, peluru tersebut tembus begitu saja dan mengenai dada kiri Rifki.
"Sial kenapa tidak tepat di jantungnya!" Umpat seseorang yang menjadi pemimpin dari orang orang yang menyerang kearah Rifki.
Darah Rifki mulai muncrat ketika peluru tersebut nembus dadanya, Rifki dengan perlahan melihat bekas tembakan yang ada di dadanya, dan lukanya mengeluarkan darah begitu banyak hingga membasahi bajunya.
"Akh..."
Nadhira segera menoleh kebelakang dan mendapati bahwa peluru tersebut menembus dada kiri Rifki, Rifki yang terkena peluru tersebut perlahan lahan mulai terjatuh diatas tanah dengan darah yang keluar dari ujung bibirnya.
Rifki terjatuh ketanah dengan cara membentangkan kedua tangannya, dan merobohkan tubuhnya secara perlahan hingga kepala terbentuk ketanah dengan kerasnya, dengan mulut yang mengeluarkan darah yang begitu merah segar.
"RIFKI!!!" Teriak Nadhira histeris.
"Apa dia akan mati?" Tanya pria itu.
"Sepertinya, lihatlah darahnya begitu banyak yang merembes keluar".
"Semoga saja pemuda itu secepat mati".
Meskipun tubuhnya sudah terbaring diatas tanah akan tetapi Rifki masih membuka matanya menahan rasa nyerinya yang ia rasakan saat ini, Rifki terlihat begitu kesakitan dan hal itu membuat ketiga orang itu tertawa begitu bahagianya.
Pembunuhan itu telah direncanakan begitu lama, sehingga ketika mengetahui bahwa bukan jantung Rifki yang terkena tembakan itu membuat orang orang itu merasa begitu geram, itu artinya pemuda itu tidak akan langsung mati.
"Cepat habisi pemuda itu!"
"Tidak jangan" Ucap Nadhira ketika melihat orang orang itu kembali mengangkat senjata mereka.
Setelah Rifki terjatuh, sekumpulan orang yang diyakini sebagai anak buah Rifki segera datang ketempat itu untuk menyelamatkan Rifki dari penyerang yang tiba tiba itu, mereka begitu terkejut melihat Rifki yang terbaring tidak berdaya dan segera menangkap orang orang itu.
"Cepat tangkap mereka! Selamatkan Tuan Muda" Teriak seseorang yang berada dipihak anak buah Rifki.
"Rifki bertahanlah, jangan tinggalkan aku seperti ini, aku mohon kepadamu, kau harus selama demi diriku Rifki" Ucap Nadhira sambil memeluk tubuh Rifki meskipun Rifki tidak dapat mendengarnya ataupun merasa pelukan Nadhira.
Darah keluar begitu banyak dari luka tembakan dan juga mulut Rifki, sehingga membuat Nadhira tidak dapat berhenti untuk menangis, ia tidak bisa berbuat apa apa untuk menolong Rifki saat ini.
Rifki terbatuk batuk ketika merasakan bahwa tenggorokan penuh dengan darah, sehingga batuknya itu memuncratkan darah segar dan langsung menetes melalui pipinya.
"Dhira, ma af kan a ku" Ucap Rifki dengan susah payah, setelah selesai mengatakan itu Rifki mulai tidak sadarkan diri.
"Rifki bangun hiks.. hiks.. hiks.. aku mohon, jangan tinggalkan aku, bertahanlah, kau pasti bisa"
Setelah melumpuhkan orang orang yang menyerang Rifki, para anak buahnya tersebut segera bergegas mendatangi Rifki dan segera membawanya pergi dari tempat itu.
"Tuan Muda!"
Orang orang itu segera membawa Rifki menuju kesebuah rumah sakit terdekat dari tempat itu untuk mendapatkan pertolongan, Nadhira juga mengikuti orang orang itu untuk mengetahui kondisi Rifki.
Para dokter segera berlarian ketika mengetahui bahwa Rifki mengalami sebuah penyerangan, dan mereka segera membaringkan tubuh Rifki yang tidak sadarkan diri disebuah bangkar rumah sakit dan mendorongnya menuju keruang operasi.
Nadhira ikut masuk kedalam ruangan itu dan melihat para dokter itu segera memasang begitu banyak alat pada tubuh Rifki, dan begitu banyak selang yang terpasang pada tubuhnya itu, Nadhira tidak sanggup untuk milihat Rifki yang terbaring lemah itu.
"Rifki kau harus bertahan demi diriku" Nadhira menangis melihat darah Rifki keluar begitu banyak.
Cukup sekian lama mereka menangani Rifki, hingga akhirnya darah tersebut berhenti mengalir setelah mereka berhasil mengeluarkan sebuah peluru yang menancap didada kiri Rifki, setelah itu mereka membawa Rifki kesebuah ruangan dengan peralatan medis yang cukup lengkap.
Mereka terus memantau perkembangan dari kondisi Rifki, dan terus memberikan pelayanan terbaiknya agar Rifki mampu untuk sadarkan diri, mereka sangat berharap bahwa mereka dapat menyelamatkan nyawa Rifki.
Begitu banyak para anak buahnya yang tengah menjaga tempat itu, mereka tidak ingin kalau masih ada penghianat yang ingin mencelakai Tuan Muda mereka, penjagaan diruangan itu begitu ketat, banyak yang menjaga diluar ruangan dan tiga orang menjaga didalam ruangan.
Nadhira kini menatap tubuh Rifki yang terbaring tidak sadarkan diri dari dekat, dan sesekali terdengar isak tangis dari mulutnya, Nadhira berharap bahwa Rifki akan segera sadar dari masa kritisnya, dan mampu melewatinya agar Rifki tetap hidup.
Entah sudah berapa lama Rifki terbaring disana dan tak kunjung sadar juga, hingga sebuah rombongan Haris datang ketempat itu untuk melihat kondisi dari putra semata wayangnya itu.
"Rifki, apa yang terjadi denganmu" Ucap Haris dan langsung memeluk tubuh Rifki yang terbaring tidak sadarkan diri.
Haris meneteskan air matanya ketika melihat tubuh anaknya terbaring tidak berdaya diatas kasur rumah sakit, ia tidak menyangka bahwa akan terjadi sebuah penyerangan dari para pekerja yang berkhianat pada perusahaannya itu.
Nadhira dapat melihat bahwa Haris begitu terpukul ketika mengetahui kondisi anaknya dengan penuh luka tersebut, bahkan sampai saat ini dirinya tak kunjung sadarkan diri dan kondisi semakin memburu seiring berjalannya waktu.
"Rifki bangunlah, kamu harus kuat demi diriku Rif, jangan tinggalkan aku seperti ini, kau pernah berjanji akan menemuiku suatu saat nanti, aku mohon bertahanlah, kau pasti bisa" Nadhira mendekat kearah Rifki dengan linangan air mata.
Nadhira merasa cemas karena itu, bahkan peralatan medis itu tidak mampu membuat kondisi Rifki membaik, dan justru malah sebaliknya, suasana sedih menyelimuti tempat itu, apalagi dengan isak tangis Haris yang terdengar begitu sakit, dirinya terus terusan memanggil nama putranya.
Hingga seketika sebuah monitor menunjukkan bahwa jantung Rifki sudah tidak berdetak lagi, Nadhira yang melihat itu kembali menangis dengan histerisnya sementara Haris segera berteriak memanggil para dokter yang ada dirumah sakit itu.
"RIFKI..... Tidak mungkin! Rifki belum meninggal!" Teriak Nadhira.
Melihat Rifki yang sudah tidak bernyawa membuat Nadhira menangis dengan histerisnya dan dirinya sama sekali tidak menginginkan hal ini terjadi kepada Rifki, seketika itu juga Nadhira terbangun dari tidurnya tepat pukul 3 dini hari.
Nadhira terbangun dikamarnya dengan penuh keringat yang membasahi sekujur tubuhnya itu, ia bersyukur bahwa ini hanyalah sebuah mimpi, meskipun air matanya tidak tertahankan lagi, itu adalah mimpi yang sangat menyeramkan bagi dirinya dan Nadhira berharap bahwa mimpi itu tidak akan pernah menjadi kenyataan.
"Rifki hiks.. hiks.. hiks.. jangan tinggalkan aku Rif, aku mohon kepadamu, kau harus bertahan, hanya mimpi tapi kenapa begitu menyakitkan hiks.. hik.. hiks.." Tangis Nadhira didunia nyata pecah begitu saja.
"Kamu mimpi buruk lagi Dhira?" Tanya Nimas yang baru muncul dan melihat Nadhira tengah bermandikan keringat itu.
"Iya Nimas, sudah ketiga kalinya aku memimpikan hal ini, aku bermimpi bahwa Rifki dalam bahaya karena sebuah tembakan, aku takut terjadi sesuatu kepadanya" Tangis Nadhira pecah seketika.
"Mimpi hanyalah bunga tidur, kau tidak perlu mencemaskan soal itu, aku yakin Rifki akan baik baik saja, buktinya dia akan pulang sebentar lagi, mungkin saja kau sangat merindukannya sehingga kau bermimpi kejadian itu berulang ulang kalinya".
"Tapi kenapa mimpi itu seperti begitu nyata, bahkan aku sama sekali tidak bisa menyelamatkan dirinya dari tembakan itu? Aku sangat takut Nimas, aku takut dia dalam bahaya saat ini".
"Tenanglah Dhira, semuanya akan baik baik saja, ini hanya sebuah mimpi dan bukan berarti mimpi itu beneran terjadi, berdoa saja semoga dia baik baik saja dan selamat sampai tujuan".
"Sebaiknya aku segera sholat tahajjud, semoga hal ini tidak akan pernah terjadi kepada Rifkiku".
"Itu jauh lebih baik".
Nadhira segera bergegas menuju kekamar mandi dan melaksanakan sholat sunnah dimalam hari itu, setelahnya Nadhira mulai merasa tenang kembali, dia segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Theo untuk mengatakan bahwa hari ini dia tidak masuk kerja karena ada urusan penting.
"Halo Dhira" Ucap Theo diseberang telfon.
"Halo juga, kenapa belum tidur?" Tanya Nadhira.
"Kamu sendiri juga kenapa belum tidur? Apa telah terjadi sesuatu sehingga dirimu menghubungiku malam malam seperti ini?".
"Ngak apa apa kok Theo, hanya saja aku mau memberitahumu kalau pagi ini tidak usah menjemputku kerja, aku tidak masuk karena ada urusan, aku sudah memberitahukan ini kepada Citra, dan menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepadanya pagi ini".
"Urusan? Kenapa mendadak seperti ini? Apa kamu baik baik saja Dhira? Kenapa suaramu terdengar seperti habis menangis?".
"Bukan urusan yang penting juga, aku ingin mengajak Pak Santo dan Bu Ira keluar jalan jalan, aku juga tidak nangis kok, mungkin kamu hanya salah dengar saja".
"Baiklah kalau begitu".
"Ya sudah, maaf menganggumu malam malam".
"Bukan masalah kok Dhira".
Nadhira segera menutup telfonnya setelah itu, Nadhira masih kepikiran dengan mimpinya itu, ia sangat takut kalau Rifki dalam bahaya.
...Jangan lupa like, coment dan dukungannya 🥰 Terima kasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 245 Episodes
Comments
Sriyanti Sriyanti
untung hanya mimpi
2022-11-06
1
Sriyanti Sriyanti
kejam mereka
2022-11-06
1
Sriyanti Sriyanti
betul semngaat Rifki
2022-11-06
1