Sebenarnya pemilik kios itu begitu ramah dan cukup menyenangkan untuk diajak berbicara bagi Nadhira, akan tetapi pertanyaan pertanyaan yang ia lontarkan kepadanya membuat Nadhira kebingungan dan sangat pusing untuk dapat menjawab pertanyaan darinya mengenai Surya Jayantara maupun Gengcobra itu.
Anggota Gengcobra ataupun Surya Jayantara begitu memegang teguh pada pendiriannya, karena ancaman bagi seorang penghianat tidaklah main main ditempat itu dan banyak terjadi juga ancaman tersebut dilakukan oleh anggota Gengcobra bagi seorang penghianat, sehingga mereka tidak ingin bernasib sama seperti si penghianat.
Sebelum Nadhira melangkah pergi dari tempat itu, pemilik kios itu membisikkan sebuah kata kepadanya, "Tolong jangan katakan tentang pertanyaan pertanyaanku tadi kepada anggota Gengcobra, saya mohon, saya tidak ingin mereka nantinya akan menghancurkan keluargaku"
"Anda tenang saja Pak, asal tidak melakukan hal ini untuk yang kedua kalinya, anda akan baik baik saja" Ucap Nadhira yang juga sambil berbisik.
"Terima kasih Tuan Puteri" Ucapnya yang kembali berbisik, "Jangan sungkan sungkan untuk datang kekios kami".
"Iya Pak" Jawab Nadhira dan Theo bersamaan.
Nadhira merasa terkejut ketika pemilik kios itu memanggilnya sedemikian rupa, hanya anggota inti dari Gengcobra saja yang memanggilnya seperti itu, dan itu artinya orang yang ada didepannya itu pernah menjabat sebagai anggota inti.
Nadhira berpikir apakah wajahnya itu memang sangat mudah untuk dikenali sehingga pemilik kios itu dengan beraninya memanggil namanya dengan seperti itu, karena tidak ada yang pernah memanggilnya sedemikian rupa dan hanya anggota Gengcobra saja yang memanggilnya seperti itu.
"Semoga saja gadis itu tidak mengatakannya kepada pasangannya itu, kalau tidak mungkin anggota Gengcobra akan datang kemari untuk mencariku, aku bertanya kepada orang yang salah, Oh Tuhan, bantulah hambamu ini" Batin pemilik kios.
Nyatanya pemilik kios itu telah mengetahui tentang Nadhira sejak awal setelah mengingat ingat dimana dirinya pernah bertemu dengan sosok Nadhira akan tetapi dirinya berpura pura untuk menanyakan hal hal yang membuat Nadhira kebingungan untuk menjawab setiap pertanyaan yang ia lontarkan.
Pria itu bukanlah anggota inti dari Gengcobra sebenarnya, akan tetapi dirinya pernah masuk kedalam Gengcobra dengan menduduki posisi penjaga gerbang, dan ia diperintahkan untuk memanggil Nadhira sebagai Tuan Puteri jikalau Nadhira datang ketempat itu.
Pria itu menduga bahwa Nadhira adalah sosok yang begitu penting bagi Tuan Mudanya sehingga harus diperlakukan dengan seperti itu didalam Gengcobra, Bayu menunjukkan foto Nadhira kepada pria itu dan pria itu mengingat bahwa keduanya pernah bertemu didalam Surya Jayantara.
Sejak dia memasuki Gengcobra, Rifki sudah pergi keluar negeri sehingga dirinya belum sempat mengetahui bahwa Nadhira sering datang ketempat itu sebelumnya, akan tetapi dirinya tidak pernah melihatnya datang.
Nadhira segera bergegas pergi dari tempat itu, ia merasa bahwa anggota Gengcobra sudah menyebar dimana mana, Theo segera mengikutinya dari belakang dengan merasa keheranan.
Setelah berjalan tidak terlalu lama akhirnya keduanya sampai juga ditempat dimana Theo memarkirkan mobil sebelumnya, dan Nadhira segera masuk kedalam mobil tersebut diikuti oleh Theo.
"Apa yang dikatakan oleh pemilik kios itu? Kenapa dia berbisik kepadamu Dhira?" Tanya Theo yang tidak mampu untuk menahan rasa penasarannya.
"Bukan apa apa Theo, sebaiknya kita lanjutkan saja perjalanannya, aku sudah mulai ngantuk karena udara dingin malam ini"
"Apakah dirimu masih kedinginan? Apa sebaiknya kita membeli jaket yang tebal terlebih dulu?".
"Tidak usah Theo, aku tidak terlalu kedinginan juga".
"Baiklah, aku akan segera mengantarmu pulang".
Nadhira mengangguk kepada Theo sehingga Theo tidak lagi banyak bertanya kepadanya dan segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut, ketika sedang berada diperjalanan Nadhira lebih memutuskan untuk melihat jalanan melalui kaca mobil tersebut.
Entah apa yang tengah ia pikirkan saat ini, Nadhira terus serius dalam lamunannya tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulutnya walau hanya sekedar mengajak Theo untuk berbicara.
*****
Mobil yang dikendarai oleh Nadhira melaju memasuki halaman rumahnya dan hal itu membuat Pak Santo segera membukakan pintu gerbang utama agar mobil tersebut bisa masuk ke halaman.
"Ngak mampir dulu Theo? Aku lihat kamu masih kedinginan seperti itu".
"Ngak deh Dhir, lain kali saja, lagian kamu tadi bilang kalau sudah mengantuk, ini juga sudah malam".
"Baiklah kalau itu maumu, hati hati dijalan, aku tau kamu kedinginan oleh karena itu jangan ngebut ngebut dijalan hanya demi ingin segera sampai dirumah, itu bahaya".
"Tenang saja, aku akan selalu mengingat ucapan Nona Muda dengan baik".
Nadhira tersenyum sambil mengangguk mendengar ucapan itu, dan Nadhira segera turun dari mobil tersebut dan membiarkan Theo segera bergegas pergi dari tempat itu.
Setelah menurunkan Nadhira dari mobilnya, Theo segera berpamitan untuk pulang kepada Nadhira karena situasi hampir mencapai larut malam, tidak baik bagi seorang lelaki bermain dirumah seorang wanita malam malam seperti ini, itulah yang sering dikatakan oleh Nadhira.
Melihat mobil yang dinaiki oleh Theo pergi meninggalkan halaman rumah Nadhira hal itu membuat Pak Santo segera bergegas untuk mendatangi Nadhira dengan wajah sedihnya, melihat itu membuat Nadhira sangat kebingungan dengan apa yang telah terjadi kepada satpamnya itu.
"Non" Rengek Pak Santo.
"Ada apa Pak? Kenapa mukanya ditekuk seperti itu, malah makin jelek seperti itu sih?" Tanya Nadhira sambil menyengir keheranan.
Nadhira merasa keheranan dengan sikap Pak Santo saat ini, tidak biasanya dia akan bersikap seperti kucing yang jinak ini kepada Nadhira, entah apa yang terjadi kepadanya Nadhira juga tidak mengetahuinya.
"Non Dhira berbohong kepada saya".
"Aku tidak mengerti apa yang Pak Santo katakan, berbohong soal apa sih Pak? Jangan bilang kalau Ibu mengatakan bahwa dia juga cinta dengan Bapak".
"Eleh Non Dhira, itu malah sebaliknya, bukannya malah seperti itu dia malah membenci saya Non".
Nadhira berpikir bahwa memang telah ada sosok laki laki lain yang mampu menarik perhatian dari Ibu angkatnya itu, sehingga membuat Pak Santo patah hati seperti ini.
"Jadi Ibu sudah memiliki laki laki lain begitu? Hem, lelaki seperti apa yang membuatnya jatuh cinta itu, aku jadi penasaran dengan wajahnya, mungkin dia lebih tampan dari Pak Santo atau justru sebalinya".
"Ini bukan saatnya bercanda Non".
"Habis wajah Pak Santo sepertinya mengajak untuk bercanda sih Pak, aku sampai tidak mengenali Pak Santo sebelumnya dengan wajah ditekuk seperti itu".
"Non, apa yang harus saya lakukan?".
"Hem... Sebaiknya tidur saja Pak, ini juga sudah malam".
"Tapi Non.... Tolong kasihani diriku ini Non".
"Ada apa sih Pak? Katakan dengan jelas, apa yang sebenarnya terjadi kepada Pak Santo, biar aku tau apa yang harus aku lakukan nantinya".
"Ini sangat rumit Non".
Pak Santo segera menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Nadhira, setelah kepergian dari Nadhira dari tempat itu bahwa dirinya segera bergegas menemui Bi Ira sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Nadhira.
Pak Santo segera masuk kedalam rumah besar itu untuk menemui Bi Ira, akan tetapi dia tidak menemukan Bi Ira dimana mana akhirnya dia berinisiatif untuk mendatangi Bi Ira dikamarnya.
"Lalu apa yang terjadi Pak?" Tanya Nadhira sambil menahan tawanya.
"Ya saya bukalah pintu kamarnya itu Non karena penasaran dengan apa yang Non bilang sebelumnya tapi ....".
Nadhira semakin penasaran dengan apa yang terjadi kepada keduanya sebelumnya, Pak Santo menceritakan hal itu dengan terpotong potong seperti dia begitu malu untuk mengatakan hal itu kepada Nadhira saat ini.
"Pak, Pak Santo niat bercerita atau hanya sekedar bengong sih sebenarnya ini?".
"Non Dhira jangan marah ya".
"Ada apa sih Pak? Katakan dengan jujur sekarang dong, atau Pak Santo mau fighter dulu denganku sebelum bisa mengatakan sejujurnya?"
"Non mah ancamannya selalu begitu".
"Kalau ngak mau begitu, bicara yang jelas dong Pak, biar aku tidak salah paham juga nantinya, lah Pak Santo malah diam saja".
"Sebenarnya....".
Setelah sampai didepan kamar Bi Ira, Pak Santo melihat bahwa kamar itu tidak ditutup dengan eratnya, hal itu membuat Pak Santo segera membuka pintu kamar itu dan tiba tiba Bi Ira menjerit ketika melihat kedatangan Pak Santo dengan tiba tiba kekamarnya padahal dirinya sedang mengganti pakaiannya untuk tidur.
"Hahaha...."
Mendengar cerita tersebut membuat Nadhira tertawa dengan kerasnya, entah apa yang lucu dari ceritanya itu, dan tawa itu seketika membuat Pak Santo merasa sangat malu, hingga wajahnya memerah bagaikan tomat rebus.
"Hahaha.... Pak Santo tidak sabaran banget sih, Huahaha.... Mangkanya buruan dinikahi dong Pak, biar bisa berdua duaan jadi tidak akan terjadi seperti ini lagi Pak".
Nadhira tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu kepada kedua orang itu, awalnya Nadhira tidak berniat untuk melakukan itu karena rasa malunya ketika dipuji oleh Pak Santo membuat Nadhira asal asalan berbicara kalau Bi Ira sedang mencari Pak Santo untuk mengatakan sesuatu yang penting.
Biar bagaimanapun ini juga salah Pak Santo kenapa dirinya main masuk saja kedalam kamar seorang janda seperti itu, lagian siapa sangka juga kalau Bi Ira tengah mengganti pakaian sebelum tidur untuk bersiap siap ingin tidur agar lebih nyenyak.
"Non Dhira kok gitu sih"
"Pasti wajah Ibu, memerah karena malu seperti yang Pak Santo alami sekarang hehe... Aku jadi penasaran seperti apa wajah Ibu sebelumnya, dan bagaimana reaksinya ketika mengetahui kedatangan Pak Santo yang tiba tiba seperti itu".
"Non, dia pasti sangat marah kepadaku, terus gimana caraku untuk meminta maaf kepadanya, ini semua karena Non Dhira".
"Iya ya Pak aku minta maaf soal itu, tapi lucu juga sih, Pak Santo juga kenapa main masuk aja kekamar, udah tau pintunya ditutup masih nyelonong saja, tau sendiri kan akibatnya, apalagi tidak ada hubungan antara Pak Santo dengan Ibu Ira, ya jelaslah Ibu Ira akan berteriak seperti itu".
"Terus gimana dong sekarang Non?".
Pak Santo terlihat begitu kebingungan harus bersikap apa nantinya jika bertemu dengan Bi Ira, apalagi setelah kejadian seperti ini terjadi, akan ditaruh dimana mukanya nanti.
Nadhira terdiam cukup lama sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan agar Bi Ira mau memaafkan sosok seorang perjaka tua yang ada didepannya ini, untuk mendapatkan maaf dari wanita itu sangat sulit apalagi dengan meminta maaf atas kejadian yang terjadi seperti malam ini.
"Bagaimana kalau kalian menikah saja? Mungkin itu akan jauh lebih baik daripada seperti ini, Pak Santo juga bisa berdua duaan nantinya dan memberikan aku adek baru".
"Non mah, emang nikah itu gampang apa?".
"Pak Santo kan belum pernah nikah ya, bagaimana kalau aku tanya Oma saja, tutorial menikah kali aja akan bermanfaat bagi Pak Santo nantinya dan mungkin saja akan berguna bagi diriku".
"Non mah enak atuh, sudah ada Theo yang saling mencintai, lah sedangkan saya mah boro boro perasaan saya akan dibalas, dibenci saja itu hal yang sangat minim".
"Jangan katakan hal ini kepada Nyonya besar Non, bagaimana kalau saya dipecat karena perbuatan saya dimalam ini?".
Pak Santo semakin gelisah ketika Nadhira akan menanyakan sesuatu kepada Sarah mengenai hal itu, ia tidak ingin kalau sampai Bi Ira mengatakan bahwa Pak Santo ingin melecehkan dirinya dimalam hari ini, jika Bi Ira sampai mengatakan hal itu bisa bisa masalah besar akan segera menimpa dirinya.
Pak Santo sama sekali tidak ada niatan untuk melecehkan Bi Ira akan tetapi karena tindakan bodohnya itu yang tiba tiba masuk kedalam kamar Bi Ira membuatnya terlihat seperti seakan akan ingin melecehkan wanita itu.
"Sepertinya ini akan menjadi sangat rumit Pak, aku merasa kalau Ibu pasti akan melaporkan kejadian ini kepada Oma, disatu sisi kan dia merasa bahwa Pak Santo ingin melecehkannya, tapi disisi lain Pak Santo tidak sengaja bertindak seperti itu".
"Non, jangan nakut nakuti saya seperti itu dong Non, beneran nih saya sangat takut".
"Ya tidak ada pilihan lain Pak selain dinikahkan, lagian tidak akan ada yang rugikan diantara kalian".
"Iya sih Non, tapi bagaimana kalau Bi Ira tidak memiliki perasaan apapun kepada saya, apa itu juga tidak bisa disebut sebagai pemaksaan?".
Ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Pak Santo, jika asal asal menikahkan juga harus ada persetujuan antara keduanya, jika tidak ada maka itu bisa saja disebut sebagai pemaksaan dan Nadhira tidak ingin Bi Ira tertekan dengan hal ini.
Nadhira mencoba untuk memikirkan bagaimana caranya agar dapat mengatasi hal seperti ini, akan tetapi pikirannya itu sudah begitu mentok dan tidak bisa berpikir apa apa lagi agar masalah yang dihadapi oleh Pak Santo ini bisa diselesaikan.
"Lalu bagaimana ini Non, apa yang harus saya lakukan sekarang?".
"Sudah malam, aku ingin istirahat Pak, besok saja ya aku carikan solusinya untuk Pak Santo, aku sangat ngantuk Pak" Nadhira mencoba untuk mengalihkan pembicaraannya dengan Pak Santo.
"Lalu bagaimana dengan saya sekarang Non? Dia pasti sangat marah dengan saya".
"Ya itu karena Pak Santo sendiri sih, Pak Santo juga harus ikut berpikir dong bagaimana caranya agar Ibu tidak marah lagi, terserah Pak Santo mau bertindak seperti apa sekarang".
"Non tolong saya".
"Aku sangat bingung harus menolong Pak Santo dengan cara apa".
"Bagaimana kalau Non Dhira membujuk Ibu angkat anda saja Non, biar bisa memaafkan saya".
"Sangat sulit sekali, selamat malam Pak Santo, aku sudah sangat sangat mengantuk, selamat berbingung bingung dengan pikiran Pak, jangan lupa istirahat juga".
"Non".
Nadhira segera meninggalkan tempat itu dan masuk kedalam rumahnya, melihat itu membuat Pak Santo menjatuhkan tubuhnya untuk berlutut ditempat yang sama berharap akan ada sebuah keajaiban yang datang kepadanya, entah apa yang harus ia lakukan sekarang untuk dapat meminta maaf kepada Bi Ira.
Nadhira segera merebahkan tubuhnya diatas kasur tempat tidurnya itu, dirinya begitu lelah untuk saat ini, bukan hanya tubuhnya saja yang merasa lelah, akan tetapi juga pikirannya yang terus terusan memikirkan bagaimana caranya untuk lolos dari pertanyaan pertanyaan sebelumnya.
Apalagi dengan masalah yang dihadapi oleh Pak Santo saat ini, rasanya kepalanya ingin pecah sekarang juga, akan tetapi setelah merebahkan tubuhnya diatas kasur itu membuat Nadhira merasa begitu damai dan tenang sekarang ini.
"Bagaimana bisa kau setenang ini Dhira, sedangkan masalah yang menimpa satpammu itu belum tuntas" Gerutu Nimas.
"Terus apa yang harus aku lakukan? Pak Santo sendiri sih yang ngitip Ibu dikamar, masak aku yang harus bertanggung jawab soal ini'.
"Kalau kau ngak mengatakan itu pada Pak Santo kejadian ini tidak akan terjadi Dhira".
"Terus aku harus bagaimana? Ini sudah malam juga, bantuin mikir juga napa".
"Mungkin dengan mengajak keduanya jalan jalan, mungkin saja dengan cara itu mereka bisa baikan dan juga hubungan mereka lebih dekat".
Nadhira terdiam beberapa saat memikirkan apa yang telah dikatakan oleh Nimas, "Kau benar Nimas, besok aku akan memutuskan untuk cuti dan mengajak kedua jalan jalan, tumben kau sangat pintar sekali hari ini Nimas".
"Memang aku pintar, kau saja yang tidak menyadari kebenaran itu".
Nadhira hanya menjulurkan lidahnya saja kepada Nimas dan segera membenamkan wajahnya dalam mimpi indahnya itu.
...Jangan lupa like, coment dan dukungannya 🥰 Terima kasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 245 Episodes
Comments
Sui Ika
masih bingung dengan gengcobra, ini sejenis mafia, atau sejenis dengan pemuda pancasila, atau sejenis geng preman yang kayak sinetron premen pensiun? anak buahnya ngutip uang keamanan.
2022-08-20
0
circle
pak Santo bakal bintitan 🤣🤣
2022-06-22
0