Virendra Haitham Victor
"Jangan pernah menguji sosok iblis yang ada di dalam diriku, atau kalian akan tahu akibatnya! Dan kelak, aku tidak akan pernah mau membantu kalian, ketika sosok iblis itu keluar dari tubuhku begitu saja tanpa kendali."
"Pengkhianat? Pemberontak? I hate that kind of filth! Aku tak peduli tua, muda, bahkan balita sekalipun... kalau kalian berani menentang keputusanku, maka satu hal yang pasti. KEMATIAN! Kalian hanya akan punya dua pilihan, apakah kalian ingin pergi sendiri ke neraka dan memilih tempat terburuk kalian di sana... atau menunggu aku yang mengirim kalian langsung ke lubang Jahanam paling dalam?"
"Kalau aku yang kirim… maka neraka kalian hanya satu. JAHANAM! Tempat paling busuk, tempat paling menyakitkan, itu hadiah yang terbaik untuk para pengkhianat. Dan jangan pernah memohon ampun... karena bagiku, pengkhianat tidak pantas mendapatkan pengampunan. Mereka pantas dihancurkan. Perlahan... sampai tak bersisa."
*****
"Er, kau ingin pergi dengan Bunda tidak?" tanya Zenitha pada putra kecilnya yang menggemaskan itu.
"Kemana Bunda?"
"Karena hari-hari biasa, Bunda selalu sibuk bekerja, maka sekarang Bunda bisa mendapat jatah libur. Bagaimana jika kita pergi berjalan-jalan? Kemana saja asal kau suka." balas Zenitha begitu antusias menyampaikan informasi jatah liburnya.
"Baiklah, aku setuju Bunda. Bawa aku kemana pun kau mau, Bunda. Asalkan bersamamu, aku akan senang." balas anak laki-laki itu dengan tak kala manis.
"Anak pintar," puji Zenitha gemas. "Yasudah cepat selesaikan makananmu, Bunda juga akan menyelesaikan makanan Bunda." Zenitha mengusap pelan kepala putranya, Ersya. Walaupun bukan ia yang melahirkan, namun rasa sayang dan cinta yang ia berikan sangat besar bagai sosok ibu yang melahirkan anak itu.
"Baiklah, Bunda."
*****
"Dimana orang itu?"
"Sepertinya dia sudah kabur, Bos! Bagaimana sekarang? Apa kita harus mencarinya? Atau kita kembali ke saja ke markas?" tanya seseorang pada orang yang jelas adalah ketua dari suatu komplotan itu.
"Arghhhh, sialan! Cari sampai dapat. Entah itu hidup atau mati, cari dia sampai dapat." Marah orang tersebut memerintahkan kepada anak buahnya untuk mencari seseorang yang sangat menyusahkan baginya.
"Baik Bos!"
Panggilan singkat itu berakhir, kemudian segera mengatur posisi-posisi lainnya untuk berpencar mencari seseorang yang sangat sulit mereka temukan saat ini. "Mari kita cari." katanya, langsung berlari ke segala arah.
Bertepatan dengan para komplotan yang berlari itu, seseorang yang ternyata menjadi incaran manusia berbaju hitam itu ternyata mulai keluar dari persembunyiannya. Menatap satu-satu semua manusia berbaju hitam yang sedang mencarinya itu.
"Sudah pergi? Hhhhh... akhirnya." gumam seorang pria mengangkat salah satu alisnya, dengan mata yang terus menatap lekat orang-orang yang mengincarnya itu.
"Tidak ada yang akan bisa menangkap ku dengan begitu mudah. Karena kalian tidak akan pernah bisa... bermimpi saja." katanya dengan tersenyum smrik.
Getaran handphone terdengar dari saku celananya, segera mungkin ia mengangkat panggilan masuk tersebut. Tanpa memulai percakapan lebih dahulu, karena ia tak berniat untuk berucap sebelum orang yang menghubunginya itu membuka suaranya lebih dahulu.
"Apa Anda baik-baik saja, King?"
"Jemput aku segera, lokasi sudah ku kirimkan padamu. Aku tunggu kau dalam kurun waktu 15 menit." katanya dengan memerintah penuh penegasan, lalu setelahnya mematikan sambungan itu secara sepihak.
"Ck, peluru kecil ini. Beraninya menempel di kulitku! Menjijikan..." Kesal pria tersebut dengan mengeluarkan sebuah pisau lipat kecil di dalam saku celananya yang.
Pisau lipat kecil tersebut dikeluarkan untuk membantu dirinya mengeluarkan dua peluru kecil yang bersarang ditangannya. Dengan cekatan dan penuh kehati-hatian, pria tersebut mulai menggores kulit tangannya, lalu mencongkelnya, dengan sangat tidak sabar. Seperti tak perduli akan darah segar yang terus mengalir ditangannya, bahkan ia tak merintih sakit saat mengeluarkan peluru yang bersarang itu.
Setelah berhasil mengeluarkan satu peluru, iapun berhenti sejenak untuk mengamati setiap inci peluru tersebut, setelah selesai mengamati pria tersebut kembali mengambil satu peluru yang masih melekat ditangannya. Saat keduanya sudah terlepas dari tangannya, kemudian ia menyimpan peluru tersebut kedalam saku celananya bersama dengan pisau lipat kecil miliknya yang tadi ia gunakan.
"Pelurunya tidak beracun, bodoh sekali! Dasar para idiot itu... bagaimana mungkin senjata api yang ditembakkan kepadaku ini tidak diberi racun? Bila ingin menangkap ku harusnya memakai otak terlebih dahulu, dan jangan bertindak gegabah seperti pengecut."
"King" panggil seseorang lainnya, kepada pria yang tengah terduduk itu.
"Ambil ini." ujar pria tersebut, melemparkan pisau lipat miliknya dan dua peluru sekalian yang tadi ia ambil dari tangannya, kepada seseorang yang baru saja datang.
"King, bagaimana dengan luka Anda?"
"Jangan pedulikan."
"Virendra Haitham Victor, itulah namaku... tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini yang tidak bisa aku dapatkan! Apapun yang aku inginkan, aku akan mendapatkannya. Karena siapapun yang menghalangi jalanku, maka aku akan langsung menebas kepalanya dengan sebuah Katana kesayanganku! Darah kotor mereka adalah makanan sekaligus minuman untuk Katana kesayanganku."
*****
Sebuah pantai, tempat di mana langit mencium lautan, dan angin berbisik pelan pada pasir putih yang membentang luas. Ombaknya datang silih berganti, seolah membawa rahasia dunia yang tak terucap. Cahaya matahari memantul di permukaan air, menciptakan kilau emas yang menari-nari di ujung cakrawala. Di kejauhan, camar terbang rendah, melintasi garis biru yang tak pernah benar-benar diam.
Di tempat inilah, waktu seolah melambat. Dan dalam setiap hembusan angin laut, ada cerita yang menunggu untuk ditulis. Dan pantai adalah tempat tujuan Zenitha untuk menghabiskan hari libur kerjanya bersama sang putra.
"Bunda, bisakah kau tunggu sebentar disini?" pinta Ersya menatap lekat wajah cantik Zenitha sang Bunda, sambil melepaskan genggaman tangannya. Berniat untuk pergi ke suatu tempat tanpa ingin mengajak sang Bunda.
"Kau ingin pergi kemana Er?" tanya Zenitha, mengerutkan keningnya kecil tak lupa satu alis yang mengangkat keatas. Menatap bingung wajah mungil yang ada dihadapannya saat ini.
"Aku ingin mencari toilet, karena aku ingin membuang air kecil, Bunda! Aku tidak akan lama. Kau tunggulah aku disini sebentar saja ya... aku akan segera kembali."
"Yaa, baiklah. Pergilah Er... berhati-hatilah tapi."
"Baik, terimakasih Bunda." Setelah mendapat izin dari sang Bunda, Ersya langsung saja pergi dengan terburu-buru mencari seseorang. Yaa, Ersya mengatakan pada Zenitha bahwa ia ingin membuang air kecil, tapi kenyataan sebenarnya adalah, ia ingin menemui seseorang yang sudah membuat janji, entah siapa.
"Lucifer." panggil seseorang pelan, berdiri didekat sebuah pohon kelapa. Tak jauh dari tempat Ersya berdiri.
"Hmm..." Ersya berdeham, menghampiri dan mendekati sosok pria dewasa yang ada dihadapannya saat ini.
"Ini flashdisk yang kau minta, sisanya sudah aku kirimkan lewat email. Bacalah baik-baik..." kata orang tersebut, berusia sekitar dua puluh satu tahun, Yaa. Orang itu lebih tua dari Ersya. Orang itu berumur dua puluh satu tahun sedangkan Ersya masih berumur lima tahun perbedaan umur yang begitu besar diantara keduanya.
Entah hubungan khusus apa yang dimiliki Ersya kepada orang tersebut berjenis pria, Tapi bila di lihat-lihat hubungan antara Ersya dan pria tersebut sangatlah akrab bak antar saudara. Bahkan jika di teliti baik-baik, wajah mereka berdua hampir sama, bedanya pada usia saja.
"Lucifer dengarkan aku, untuk saat ini. Berhati-hatilah kemanapun kau pergi."
"Kenapa?"
"Saat ini, King dari Cold Blooded Devils tengah mencari identitas dirimu. Dan kemungkinan, ia akan merencanakan sesuatu agar bisa mendapatkan jawaban seperti yang ia mau. Melalui segala cara, jadi berhati-hatilah disetiap tempat yang kau kunjungi." jelas pria tersebut penuh perhatian.
"Untuk apa mencari tahu tentang identitasku?" tanya Ersya, mengerutkan keningnya karena merasa bingung dengan pemimpin dari mafia nomor 1 dalam dunia gelap. Padahal ia tak pernah sekalipun menyinggung pemimpin mafia bernama Cold Blooded Devils.
"Tidak tahu, tapi yang pasti ia tengah berusaha untuk mencari tahu tentang identitasmu. Mungkin saja ia ingin tahu tentang identitasmu karena kehebatanmu yang luar bia---" jelas pria tersebut tapi sebelum menyelesaikan ia sudah lebih dahulu dibungkam oleh Ersya.
"Diam! Jangan membahas ini sekarang. Sebaiknya kau pergi saja. Urusan kita sudah selesai kan, kau masih punya tugas yang harus kau jalankan." titah Ersya dengan nada dingin berucap.
"Baiklah, jaga dirimu baik-baik Lucifer! Bila kau terjadi apa-apa atau sesuatu. Cepat-cepatlah hubungi diriku agar aku bisa membantumu."
"Tidak butuh niat baikmu! Aku bisa melindungi diriku sendiri. Lebih baik kau lindungi saja dirimu sendiri, dasar payah... kau yang seharusnya melindungi dirimu itu." balas Ersya lirih, terdengar samar. Lalu setelahnya pergi begitu saja, segera menemui Zenitha yang tengah menunggunya.
"Aku masih bisa mendengarnya, kau memang pantas menjadi seorang pemimpin! Little king, Lucifer." lirih pria tersebut menggelengkan kepalanya pelan, dengan garis bibir yang sedikit naik keatas.
Saat kaki kecil itu melangkah, berlari. Menuju kearah sang Bunda berada, tanpa sengaja telinga kecilnya itu menangkap suara sesuatu, iapun berhenti sejenak untuk mendengar lebih jelas lagi. Dan sesuai dugaannya, saat ini bahaya akan menanti sekitar.
"Suara pelatuk pistol." gumam Ersya.
Ersya memperhatikan sekelilingnya, ia mencari-cari asa suara pelatuk tersebut. Sampai kemudian mata elangnya menangkap sosok pria misterius, berdiri dengan senjata yang mengarah pada seseorang. Ketika mata elangnya itu mengikuti arah pandang target si pria misterius, ia terkejut mendapati bahwa sang Bunda adalah targetnya.
"Bunda," lirihnya pelan. "BUNDA!" teriak Ersya, berlari. Mempercepat langkah kakinya segera mungkin menuju sang Bunda yang menatap dirinya dengan arah pandang bingung, bercampur senang melihatnya datang dengan berlari menuju kearahnya.
DOR!
Bruuukkk
Semua orang bersorak takut, berlari segera mungkin tanpa tujuan dan arah. Untuk menghindari sosok misterius yang berhasil menggemparkan seisi pantai, masing-masing menyelamatkan diri mereka sendiri sampai tak sengaja beberapa dari mereka saling menabrak saru sama lain.
Tepat ketika suara pelatuk pistol terakhir, Ersya lebih dahulu sampai tepat dihadapan Zenitha. Dan ketika pria misterius itu melepaskan pelatuk pistol dan menembakan peluru pistolnya ada Zenitha. Ersya langsung saja menarik tubuh Zenitha hingga terjatuh dan berguling dengan cepat sebelum peluru itu menembus bagian tubuhnya. Zenitha terkejut, tapi ia cepat berganti perasaannya dengan yang tadinya terkejut menjadi cemas pada sang putra.
"Ersya kau tidak apa-apa sayang?" tanya Zenitha, penuh kekhawatiran menatap wajah putranya.
"Aku tidak apa-apa, Bunda. Tapi kita harus pergi dari sini secepatnya sekarang..." Ajak Ersya menarik pergelangan tangan Zenitha segera mungkin, untuk berlari meninggalkan pesisir pantai.
Zenitha yang tangannya ditarik hanya bisa pasrah dan menurut saja, sebab yang dikatakan oleh Ersya itu ada benarnya. Bahwa mereka harus pergi secepat mungkin dari pesisir pantai saat ini.
*****
"Semua akan baik-baik saja, tenanglah... selagi kau tidak membuat masalah terhadapku, maka aku tidak akan pernah membuat kalian menderita."
Ersya Melviano Ravindra
*****
Awal kehancuran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Namielnaaawww🐲
maka saya tidak akan menentang anda tuan☺
2022-05-21
0
Eliza_lizee
Jangan kejam' mas nanti tak ada yang suka dengan kau loh baru tau rasa tapi saya suka kau mas😢
2022-05-21
1
Unrecognized🦨
Jangan sadis' nanti gak ada yang suka loh sayangkan punya wajah tampan tapi gak ada yang demen
2022-05-21
0