Pencarian

"Ya, kamu tahu sendiri kan Wei.. aku sangat mencintainya. Andaikan ibuku tidak memisahkan kami, mungkin sekarang aku sudah bersamanya."

Daniel yang sudah lama tak bercerita, seperti mendapatkan lampu hijau.

Disisi lain Wei merasa ada api cemburu setelah mendengar perkataan Daniel. Karena sejak sekolah Hana menyukai Wei, tapi Wei tak berani membalas cinta Hana karena Daniel yang notabene sahabatnya sendiri terlalu mencintai Hana. Apa jadinya kalau mereka harus saling memperebutkan cinta yang sama. Wei lebih baik mengalah daripada harus bersitegang dengan Daniel.

Tapi lain dahulu lain sekarang, dia seperti punya alasan kuat untuk membuat Daniel mundur. Apalagi situasi Hana amnesia membuat Wei lebih mudah memanipulasi pikiran Hana.

Wei beberapa kali meneguk minuman. Malam itu yang bicara hanya pikirannya saja. Daniel sampai menatap dengan heran.

Bukannya aku yang sedang punya masalah? Kenapa Wei yang jadi mabuk berat? Ah.. meresahkan! Apa dia terganggu dengan curhatanku? Jangan-jangan dia juga sama menyukai Hana?

Malam itu Steve memapah Wei yang mabuk berat. Dia juga heran baru kali ini Wei mabuk parah. Apa yang telah mengganggu pikirannya? Sampai apartemen Wei, Steve segera menghempaskan tubuh Wei di kasurnya. Sejak dari klub Wei meracu tak jelas. Tapi kali ini bicaranya keras dan begitu jelas terdengar Steve.

"Hana.. maafkan aku. Aku selama ini selalu memendam rasa padamu. Tapi.. aku lelah mengalah pada kakakmu... sekarang kau tak boleh jadi miliknya! Sampai kapan pun kau akan jadi milikku!"

"Apa maksudnya? Wei menyukai Hana? Lah kakaknya siapa?" Steve bengong melihat Wei meracu sendiri. Heran

###

"Mana dia?" Vania melebarkan pandangan mencari seseorang. Biasanya dia akan menjemput tepat waktu jika dia memintanya untuk datang. Ya Raffa, dia diminta menemaninya untuk menemui Sandi. Sekarang dia sudah bebas bersyarat. Berkat bantuan salah satu koneksi ayahnya dia bisa mudah keluar. Namun anehnya Sandi memilih untuk mendekam dipenjara daripada cepat keluar.

"Van, aku disini!" Raffa melambaikan tangan dari seberang jalan.

"Ya elah.. yang nunggu disini yang dateng disana." Vania berlari ke arah Raffa yang sudah memarkirkan mobilnya.

"Elu kemana aje sih Raff, telat nih!" Vania agak kesel.

"Kalem bos... tadi gue ga dikasih izin buat bawa ni mobil. Abang gue juga mau make... akhirnya gue ngerayu mamih deh buat minjemin kunci mobilnya. Jadi sori ya bos, terlambat!" Raffa nyengir buat mencairkan manyunnya Vania.

"Ya udah cepetan, kasian si Sandi nungguin!" Vania tidak sabar untuk segera menjemput Sandi.

"Baik, bos! Kita coww.. " Rafa yang konyol memakai kacamata hitam, menarik gas melaju ke arah yang dituju.

Lima belas menit kemudian akhirnya mereka berdua sampai di depan gedung tempat Sandi menunggu. Rutan

"Wah masih ganteng... apa kabar bro?" Raffa menilik Sandi dari atas sampai bawah, lalu menyapa Sandi dengan sok akrab.

"Orang ganteng tuh ga bakal berubah, gak kaya elu orang nanggung!" Sandi membalas dengan nyinyiran.

"Sombong amaatt" Raffa membuka kacamatanya mengibaskan rambutnya untuk bisa menaruh kacamatanya di atas kening.

"Nih gue bawain tahu putih. Tabok sekalian kemuka elu. Biar elu kagak nginjek lagi nih kantor." Vania membawa satu kotak tahu putih buat ritual Sandi dan menyodorkannya.

"Cuih..Rasa apaan ini?" Sandi memuntahkan kembali tahu yang sudah diberikan Vania.

"Makan aja, jangan banyak omong! Kalau bisa habiskan!" Biar elu mujur dapet hoki. Kagak dateng kesini lagi." Vania menyemangati sobat se genknya itu.

"Ya elah.. Elu kalau mau kagak balik lagi kesini tobat nasuha!" Raffa dengan enteng nyeletuk.

Tok.. tok

Dua orang di sebelahnya kompak menjitak kepala Raffa.

"Aw.. sakit tau..!" Rafa meringis lalu mengusap-usap kepalanya berharap rasa sakitnya menghilang.

"San, kita mau kemana nih?" Vania menoleh ke arah Sandi.

"Laper nih, gue pengen mi." Sandi memegang perutnya yang semakin kempleng. Karena selera makannya berkurang selama mendekam di penjara.

"Bagaimana kalau kita makan mi di tempat biasa?" Ajak Raffa sumeringah.

"Males ah... " Vania melipatkan tangannya ke dada, wajahnya agak sedikit muram.

"Lah jangan dendam gitu Van.! Gitu-gitu juga dia guru kita." Raffa menggoda Vania agar tak cemberut terus.

"Ada apa Raff?" Wajah Sandi tiba-tiba penasaran ketika disebut kata guru. Jauh di lubuk hatinya dia berharap bu Restu membebaskannya seperti biasa. Tapi orang yang diharapkannya malah tak ada muncul.

"Tuh tanya aja sama orangnya!" Raffa menunjuk Vania.

"Apaan sih lu?" Vania agak sewot. Matanya memelototi Raffa. Mulutnya komat-kamit merutuk Raffa.

"Kalian kagak jadi bawa gue?" Sandi menoleh ke kanan dan ke kiri menatap Raffa dan Vania dengan keal. Melihat Vania dan Raffa sedang bermain mata saling membalas ejekan.

"Ya udah terserah lu aja deh! Gue antar walau ke ujung dunia." Raffa melengos membuka pintu mobilnya diikuti Sandi dan Vania.

Ketiganya masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan pikiran Sandi dipenuhi lamunan. Memikirkan seseorang yang diharapkannya datang.

"Mungkinkah bu Restu sudah bosen aku kerjai?" Sandi bermain-main dengan lamunannya. Ada rasa rindu yang menyelinap di hati Sandi. Di sisi lain Vania memperhatikan gerak-gerik Sandi. Dia tahu betul laki-laki itu sangat menyukai bu Restu. Bahkan pintu hatinya sudah tertutup untuk wanita manapun. Terpaksa Vania mengubur dalam-dalam perasaannya untuk Sandi. Yang bisa Vania lakukan hanya selalu mengikuti kemana pun Sandi pergi. Itu sudah cukup bagi Vania untuk bahagia. Asalkan Sandi senang hatinya pun ikut senang.

Cekitt... Raffa mendadak berhenti. Semua yang ada di dalam mobil sontak kaget. Seketika ada mobil dengan kaca serba hitam keluar dari area parkir tanpa aba-aba.

"Edan lu! Kagak punya mata?" Raffa merutuk mobil yang hampir saja ditabraknya.

"Berisik!" Vania mengomel.

"Maaf bos! he he." Raffa cengengehan.

Untung mobilnya selamat tak tergores sedikit pun. Kalau tidak, omelan manisnya mama Raffa bisa kaya senjata Ak 45 deh... dor.. dor.. dor.

Mobil selamat sampai parkiran. Sandi turun lebih dahulu, lalu berjalan menuju cafe. Tiba-tiba langkahnya terhenti.

"Kalian janji! Sampai dalam ngomong sama aku! Sandi memperingatkan Raffa dan Vania.

"Ha?" Raffa dan Vania saling menatap. "Wah gawat!" Raffa dan Vania bergumam dalam hatinya.

Sandi menuju meja pelayan. Sandi dengan wajah serius sudah memesan pesanannya. Seperti biasa yang punya julukan 'si gudang duit' ini mengeluarkan satu kartu debit yang isinya entah berapa digit. Uang saku bulanannya saja melebihi gajih DPR/MPR. Benar-benar sejahtera.

Ayah Sandi orang penting yang menjabat di pemerintahan, juga seorang pengusaha batubara yang tak menutup kemungkinan uang jajan Sandi pun berlimpah. Apalagi dia anak semata wayang.

"Ayo cerita! Kenapa kalian diem aja?" Sandi mulai menginterogasi kedua sahabatnya.

Mata Vania dan Raffa saling bertatap. Mereka memilih bahasa isyarat untuk berkomunikasi.

"Hei.. kalian budeg apa?" Sandi tak sabar melihat dua kawannya tidak bersuara.

"Begini San... waktu itu kita lihat bu Restu di cafe ini. Tapi... " Raffa tak melanjutkan bicaranya. Dia tahu teman yang satunya bakal emosi kalau bicaranya dilanjutkan.

"Tapi apa?" Bola mata Sandi agak membesar.

"Ya makan mi lah... " Vania langsung menyambung.

"Terus memangnya kenapa kalau bu Restu makan disini? Emang udah biasa kan dia hobi makan mi disini?" Sandi menimpali.

"Bener Van, kalau makan hotdog bukan disini." Raffa menganguk-angguk. Raffa mencoba memihak Sandi menghindari semprotannya.

Vania terdiam. Dia sedang memutar otak sedang memikirkan bagaimana caranya menyampaikan pada Sandi perihal bu Restu yang waktu itu kepergok sama cowok lain. Pastinya Sandi bakal ngamuk-ngamuk. Vania jadi inget kejadian beberapa waktu ke belakang. Ada seorang guru pria yang menyukai bu Restu. Sandi tak terima, sampai harus membabi buta memukuli guru itu.

"Kalian bohong kan? Kalau makan mi aja kenapa harus baper? Pasti ada yang kalian sembunyikan? Mata Sandi melihat ke arah Vania.

"Lah siapa yang baper?" Vania agak mendelik.

"Gue yakin kalian nyembunyiin sesuatu dari gue. Kalau kalian pada diem, biar gue nyari sendiri." Sandi berdiri berniat akan meninggalkan Raffa dan Vania.

"Eh.. duduk dulu! Gue cerita deh. Tapi janji elu ga bakal nyesel kan?" Nada Vania agak ketakutan melihat mimik Sandi. Vania tahu dia gak sanggup harus berjauhan dengan Sandi.

Sandi melihat Vania, lalu duduk kembali.

"Begini San.. waktu itu gue sama yang laennya mau selebresen, ceritanya di cafe ini." Vania menarik nafas mengumpulkan kekuatan.

"Terus? Sandi menatap serius Vania.

"Terus gue lihat ada bu Restu." Vania berhenti pandangannya menunduk.

"Lah kalau bu Restu emang ngapain? Harusnya elu ajakin dia juga! Bukannya dia dewi penyelamat elu Van? Gue rasa ada masalah." Sandi menajamkan pandangan yang silih berganti pada Vania dan Raffa. Dia menduga ada hal yang aneh.

"Hhmm masalahnya... " Mata Vania melirik Rafa dan mengedipkan mata tanda kode.

"Masalahnya bu Restu sama cowok ganteng yang kita ga kenal." Raffa sikocak menjawab dengan santainya sambil memasukan es krim ke mulutnya.

"Elu ga marah kan San?" Vania mengangkat alisnya menatap Sandi.

Wajah Sandi seketika mengerut. Dadanya bergejolak. Ada yang mendidih dalam tubuhnya. Cemburu.

"Terus kalian ngapain lagi sama bu Restu? Aku yakin ga sampai disitu kan?" Sandi agak menahan marah. Curiga pada kedua temannya. Dia malah mengkhawatirkan bu Restu dan menyingkirkan perasaannya sendiri. Takut kedua temanya itu menyakiti bu Restu. Kedua matanya menatap silih berganti pada Vania dan Raffa.

"Maafin gue San... please!" Vania langsung mengambil tangan Sandi dan memohon maaf.

"Elu main kasar ya Van?" Sandi kesal dan mencabut tangannya dari genggaman Vania.

"Maafin gue San.. gue salah... gue bener kesel sama bu Restu. Waktu itu dia janji mau ke kantor polisi mau jemput elu. Tapi nyatanya dia ga nongol-nongol. Pas ketemu malah khianatin elu sama cowok lain." Vania menunduk tak bisa melanjutkan bicaranya.

Sandi terdiam. Sandi mengerti kenapa Vania bisa begitu. Mungkin karena rasa solidaritasnya pada Sandi.

"Terus bu Restu lihat kalian gimana reaksinya?" Sandi masih penasaran dengan cerita Vania.

"Waktu kita liat dikaca bu Restu hanya melongo aja kaya gak kenal kita. Terus kita samperin deh ke mejanya. Gue samperin tuh cowoknya. Bu Restu malah datar aja tuh. Malah cowoknya yang sewot." Vania seperti membaca kesempatan untuk membuat pembelaan.

"Tapi gue gak kasar ko San.. " Vania berusaha membela diri.

"Bener Raff?" Sandi menoleh ke arah Raffa yang terlihat santai terus.

"Ya? uhuk.. uhuk. " Rafa tersedak. Kaget Sandi bertanya.

"Gue kelelek. Apa ya?" Raffa menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Sudah! Gue rasa ada yang ganjel nih! Gue mau cari tahu sendiri." Sandi berdiri dan meninggalkan Raffa dan Vania. Keduanya terlihat bingung menghadapi sikap Sandi.

Sandi tahu kemana dia harus menemui bu Restu. Ya ke rumah susun yang sudah dua tahun bu Restu tinggali. Dia akan meminta penjelasannya mengenai laki-laki itu.

Tak lama kemudian Sandi sudah di depan rumah rusun sewaan bu Restu. Dia segera menekan kode-kode angka di depan pintu. Sandi hafal betul angka sandinya. Bukan Sandi namanya yang tak bisa membobol sekelas pintu. Bahkan sekelas bank atau perusahaan saja bisa dia taklukkan.

Tak lama kemudian pintu itu terbuka. Pandangannya beredar. Dia mengamati sekeliling nya. Semua nampak agak berantakan seperti lama ditinggalkan penghuninya.

"Bu Restu... bu... " Dia mulai memanggilnya. Satu persatu pintu dibuka untuk melihat apakah bu Restu ada di dalamnya atau tidak. Ternyata semuanya kosong.

Deg

Sandi merasa tak tenang. Apakah benar dia pergi dengan laki-laki lain? Apakah bu Restu sudah mempunyai pacar? Setumpuk pikiran tentang bu Restu memenuhi isi kepalanya.

Otaknya membeku. Mau kemana dia mencari. Dia termenung. Lalu memutuskan untuk sementara dia akan menunggunya disini.

###

Sudah dua hari Sandi menginap. Tapi anehnya bu Restu tak ada muncul. Pikirannya galau bukan main. Sandi mencoba menghubungi telponnya pun terdengar nada tak aktif. Mau kemana lagi mencarinya.

"Ton... kamu bisa tolong aku gak?" Sandi memutuskan untuk menyewa orang bayaran untuk mencari bu Restu.

"Iya. Apa yang lu mau?"

"Elu cari orang sampai dapet. Nanti gue kirim biodatanya. Pokoknya terserah elu caranya gimana-gimana. Gue tranfer ke rekening elu buat de penya. Kabari gue secepatnya!"

"Baik."

Sandi menutup telponnya. Lalu mengirimkan gambar-gambar juga data yang mungkin membantu Tono mencarinya. Tak lain foto bu Restu.

"Semoga saja dia tak apa-apa." Sandi menghela nafas.

Dia kembali menatap ruangan ini. Ya hanya pada bu Restu lah dia bisa mengalah dan merendahkan dirinya. Sebelum meninggalkan ruangan itu dia merapikan semua pekerjaan yang terbengkalai. Hah... padahal di rumahnya saja belum pernah dia beres-beres kaya begini. Tapi demi orang yang dicintainya dia rela berbuat apapun.

"Aw... " Kaki Sandi tiba-tiba tersandung. Kakinya menyentuh sebuah kotak ketika dia sedang membersihkan kamar bu Restu. Tanpa pikir panjang dia mengambil kotak itu. Dia membuka kotaknya. Didalamnya terdapat amplop surat-surat.

Sandi penasaran. Di zaman ini masih juga ada yang masih rajin berkirim surat. Dia mengambil satu amplop dan membukanya. Semuanya tulisan tangan. Sandi membacanya dengan seksama.

Deg

Ada yang aneh isinya.

Wei: usia 28th, pengusaha muda, single

Terpopuler

Comments

Trida Susanti

Trida Susanti

Ya Allah teh ..😭 ade meleleh lihat visual nya ...☺️

2023-02-09

1

Nike Ardila Sari

Nike Ardila Sari

Ka Wei tampan banget. Untuk saya aja ya Thor.😍😍

2022-10-30

1

Nike Ardila Sari

Nike Ardila Sari

Aduuh, ngambil kesempatan dalam kesempitan. 😥

2022-10-30

1

lihat semua
Episodes
1 Amnesia
2 Harapan yang terlarang
3 Empati
4 Maafkan
5 Pencarian
6 Rahasia
7 Patah hati
8 Janji Setia
9 Terlahir kembali
10 Curiga
11 Persaingan
12 Perpisahan
13 Pencurian barang bukti
14 Jujur itu susah
15 Dia Datang
16 Sejuta serpihan hati yang patah
17 Pilihan
18 Aku rindu
19 Keributan dirumah sakit
20 Tabir mulai terungkap
21 Dilema
22 Mandiri
23 Sama-sama terluka
24 Bagian masa lalu
25 Mencuri Star perpisahan
26 Menggapai cita-cita
27 Berdamai
28 Perjodohan
29 Cinta bertepuk sebelah tangan
30 Saksi hidup
31 Pertemuan saksi hidup
32 Tak bisa berpindah ke lain hati
33 Titik balik
34 Dunia terlalu sempit
35 Dunia baru
36 Tidak Yakin
37 Keyakinan
38 Rindu yang terbalas
39 Menebus kesalahan
40 Di luar dugaan
41 Welcome
42 Kenyataan itu pahit
43 Orang-orang asing
44 Syok
45 Taqdir
46 Minta Restu
47 Memilih Rasa
48 Cinta atau hanya tanggungjawab
49 Sebuah keputusan
50 Bermimpilah
51 Aku melamarmu
52 Tragedi perpisahan
53 Kakak.. maafkan aku
54 Penyesalan selalu di belakang
55 Daniel begitu tenang
56 Terciduk
57 Mencoba menerima
58 Berduka
59 tempat terakhir
60 Pengaruh
61 Warisan
62 Kehidupan Baru
63 surat terakhir
64 Kebersamaan
65 Sempurna
66 Kembali berduka
67 Hati yang damai
68 Apakah kamu mau menikah denganku?
69 Kenyataan
70 Lamaran
71 Lamaran
72 Semangat cetak gol
73 Cinta terkubur
74 Cerita Hijrah
75 Terjebak
76 Batal nikah
77 Tidak ada sial
78 Manusia diuji sesuai kadarnya
79 Happy and Happy
80 Move on
81 Sebuah kejelasan
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Amnesia
2
Harapan yang terlarang
3
Empati
4
Maafkan
5
Pencarian
6
Rahasia
7
Patah hati
8
Janji Setia
9
Terlahir kembali
10
Curiga
11
Persaingan
12
Perpisahan
13
Pencurian barang bukti
14
Jujur itu susah
15
Dia Datang
16
Sejuta serpihan hati yang patah
17
Pilihan
18
Aku rindu
19
Keributan dirumah sakit
20
Tabir mulai terungkap
21
Dilema
22
Mandiri
23
Sama-sama terluka
24
Bagian masa lalu
25
Mencuri Star perpisahan
26
Menggapai cita-cita
27
Berdamai
28
Perjodohan
29
Cinta bertepuk sebelah tangan
30
Saksi hidup
31
Pertemuan saksi hidup
32
Tak bisa berpindah ke lain hati
33
Titik balik
34
Dunia terlalu sempit
35
Dunia baru
36
Tidak Yakin
37
Keyakinan
38
Rindu yang terbalas
39
Menebus kesalahan
40
Di luar dugaan
41
Welcome
42
Kenyataan itu pahit
43
Orang-orang asing
44
Syok
45
Taqdir
46
Minta Restu
47
Memilih Rasa
48
Cinta atau hanya tanggungjawab
49
Sebuah keputusan
50
Bermimpilah
51
Aku melamarmu
52
Tragedi perpisahan
53
Kakak.. maafkan aku
54
Penyesalan selalu di belakang
55
Daniel begitu tenang
56
Terciduk
57
Mencoba menerima
58
Berduka
59
tempat terakhir
60
Pengaruh
61
Warisan
62
Kehidupan Baru
63
surat terakhir
64
Kebersamaan
65
Sempurna
66
Kembali berduka
67
Hati yang damai
68
Apakah kamu mau menikah denganku?
69
Kenyataan
70
Lamaran
71
Lamaran
72
Semangat cetak gol
73
Cinta terkubur
74
Cerita Hijrah
75
Terjebak
76
Batal nikah
77
Tidak ada sial
78
Manusia diuji sesuai kadarnya
79
Happy and Happy
80
Move on
81
Sebuah kejelasan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!