CANDRAMAYA STORY
Hamparan ladang hijau yang ditumbuhi bebagai macam sayur-mayur terpampang dihadapanku, hembusan angin yang memudarkan lamunanku. Setelah sekian lama aku pergi ke kota untuk menyembuhkan trauma dalam diriku mengenai desa ini dan kerinduanku akan bapak membuatku kembali lagi menginjakkan kaki di desa kelahiranku, desa Rogojati.
Perkenalkan namaku Candramaya, nama pemberian mendiang kakekku. Aku tinggal disebuah desa kecil yang masih jauh dari kata pembangunan. Desaku dikelilingi hutan yang sangat rimbun meskipun desa kecil namun desaku terbilang cukup makmur karena profesi warga desa ditempatku tinggal adalah petani jadi kami tidak pernah kekurangan bahan pangan. Uang??? Didesa ini uang merupakan barang langka, warga desa masih banyak yang menggunakan system barter untuk mendapatkan suatu barang.
Rogojati adalah nama desaku, desa yang menjadi tanah kelahiranku dan menjadi tempatku hidup hingga sekarang. Aku anak tunggal, yang dimiliki bapak dan ibukku. Dibalik desaku yang subur dan makmur ada seorang pemimpin yang terkenal akan kekejaman dan kebengisannya. Dia adalah Rogopati.
“Pak, makan dulu pak ini Maya bawain sayur lodeh sama tempe goreng” Teiakku pada lelaki paruh baya yang sedang sibuk diladang. Dia adalah bapakku pak Mahdi. Ladang yang digarap ayahku masih milik keluargaku, bapakku tidak pernah mau menjual ladang peninggalan kakekku kepada Tuan Rogo meski ia berkali-kali memaksa bapak untuk menjualnya.
“Sebentar lagi bapak selesai, kamu siapkan dulu jangan lupa berikan sebagian bekalnya kepada Toha dan bu Rumini”
“Iya pak” Bapak memang selalu memintaku memberikan bekal yang aku kirimkan kepada bu Rumini dan anaknya yang bernama Toha. Bapak bilang meskipun kita tak memiliki banyak setidaknya kita masih bisa berbagi dengan tonggo teparo (tetangga sekitar). Setelah selesai menyiapkan makanan untuk bapak, aku pamit untuk pergi ke lading tempat bu Rumini bekerja.
“Bapak, makanannya sudah Maya siapin segera dimakan ya pak mumpung sayurnya masih hangat. Maya pamit ngantar nasi buat bu Rumini dan Toha dulu” Pamitku pada bapak yang masih sibuk membersihkan ladang
“jalanannya hati-hati, jangan lari” Teriak bapak yang sekedar memperingatkanku.
Ladang tempat bu Rumini hanya berjarak 200 meter dari ladang milik bapak.
“Assalammualaikum”
“Waalaikumsallam, eh Maya ada apa?”
“Ini bu, Maya mau ngantar makan siang buat ibu dan Toha tadi kebetulan ibu masak banyak”
“Ya allah, jadi merepotkan nak Maya. Terimakasih banyak nak”
“Gak repot kok bu, lagipula mubadzir kalua tidak dimakan nanti nasinya menangis”
“Kamu ini bisa saja”
“Ngomong-ngomong dari tadi Maya tidak melihat Toha bu?”
“Ohhh Toha lagi diminta kerja di rumah Tuan Rogo”
“Oh begitu bu, syukurlah” Aku sedikit lega mendengar Toha yang mendapatkan pekerjaan sehingga bisa menambah penghasilan keluarganya. Namun berbeda dengan bu Rumi raut wajahnya terlihat sedih dan hampir menitihkan air mata. Aku jadi menyesal atas pertanyaanku tadi, tak ingin membuat bu Rumi semakin sedih akupun ijin pamit untuk kembali ke ladang bapak.
“Maya, kenapa lama sekali?”
“Loh sayur lodeh sama tempe gorenya kemana pak?” Tanyaku yang keheranan melihat piring-piring yang tadinya penuh sudah bersih tak tersisa.
“Bapak habiskan ya!!!!” Bapak tertawa melihat wajahku yang cemburut karena ulahnya.
“Pak, apa bapak tau kalua Toha bekerja dirumah Tuan Rogo?”
“Oh ya,bapak malah baru tahu. Baguslah kalua begitu jadi ada penghasilan tambahan untuk Toha dan bu Rumi”
“Tapi pak, tadi waktu Maya tanya soal Toha tiba-tiba saja wajah bu Rumi terlihat sedih”
“Mungkin saja bu Rumi belum tega jika anaknya sudah harus bekerja” Benar ucapan bapak mungkin saja bu Rumi merasa jika Toha belum waktunya untuk bekerja.
Aku membereskan peralatan bekas bapak makan dan membawanya kembali kerumah untuk di cuci. Disepanjang perjalanan pulang, aku sempat menyapa beberapa warga yang sedang bekerja di ladang milik Tuan Rogo. Warga di desaku memang ramah-ramah, itulah yang membuatku enggan meninggalkan desa ini meskipun bapak beberapa kali menawarkanku untuk bekerja ikut temannya yang ada dikota. Selain aku sudah nyaman dengan kehidupanku di desa, aku juga tidak tega jika harus meninggalkan bapak dan ibu.
“Toha…Toha” Teriakku memanggil bocah laki-laki seusiaku yang berjalan tertatih seperti sedang menahan sakit.
“Toha kamu kenapa?” Aku kaget saat melihat luka lebam di sekujur tubuh Toha.
“Aku tidak apa-apa Maya, aku tidak sengaja terjatuh saat sedang bekerja dirumah Tuan Rogo” Aku tau jika Toha sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Aku pun tak ingin bertanya lebih kepada Toha soal luka ditubuhnya.
“Toha, apa kamu sudah makan?” Aku mengambil nasi yang tadi kubungkus dan satu buah tempe goreng.
Toha menggeleng,
Aku memberikan bungkusan nasi itu kepada Toha dan mengajaknya duduk di pos kamling.
“Terimakasih ya Maya”
“Kenapa tidak dimakan nasinya? Maaf cuma sisa satu tempe goreng saja , sayur lodehnya sudah dihabisin sama bapak” ucapku yang merasa tidak enak
“Enggak Maya nasi ini sudah lebih dari cukup, tapi aku akan memberikannya pada ibu” Aku terharu mendengar ucapan Toha, aku tak menyangka jika Toha seperhatian itu kepada ibunya. Memang sudah sepatutnya jika Toha bersikap seperti itu karena hanya bu Rumi yang ia punya. Kabar yang ku dengar ayah Toha meninggal ditangan pak Rogo.
“Makan saja Toha, tadi aku sudah mengantar nasi lengkap dengan sayur lodeh dan tempe goreng pada bu Rumi”
“Benarkah Maya?” Mendengar ucapanku mata Toha berkaca-kaca, dan segera membuka bungkus nasi pemberianku.
“Toha, mampir sebentar kerumahku” Ajakku pada Toha yang masih mengunyah makanannya
“Ada apa?”
“Memangnya kamu akan pulang dengan luka seperti ini? Nanti bu Rumi sedih lho”
Aku dan Toha berjalan menuju rumahku, namun baru sampai di persimpangan jalan kerumahku anak buah pak Rogo menghadang kami.
“Ada apa ini?” Tangan berotot anak buah Tuan Rogo mencengkeram baju belakang Toha dan menyeret tubuhnya. Aku mencoba menarik lengan Toha namun anak buah Tuan Rogo yang satunya menahanku dan mendorong tubuhku hingga tersungkur ke tanah. Sungguh bengis dan kejam mereka memperlakukan anak sekecil Toha dengan sekasar itu.
“Maya, sampaikan ke ibuku aku pulang larut malam” Teriak Toha yang mulai menjauh dari pandanganku.
Aku memutar arah jalanku menuju rumah Toha dan menyampaikan apa yang Toha katakana padaku. Seolah sudah tahu, bu Rumi tak merespon apapun yang aku katakana hanya wajahnya yang terlihat muram dan khawatir.
“Assalammualaikum”
“Waalaikumsalam, Maya kok baru pulang? Itu kenapa kakinya memar begitu”
“Hehe Maya tadi jatuh bu” jawabku pada ibu yang mencoba menutupi apa yang sebenarnya terjadi padaku dan Toha.
“Kamu ini kebiasaan pasti lari-larian kan? Yasudah sana mandi nanti ibu obati lukanya”
Selesai mandi aku merebahkan tubuhku diatas kasur kapuk yang setiap hari menjadi alas tidurku. Tak kusangka luka dilututku sedikit terasa senut-senut, melihat luka dilututku aku jadi teringat dengan luka disekujur tubuh Toha bagaimana anak sekecil Toha bisa menahan sakit sebanyak itu.
“Candramaya, apa kau sudah tidur?”
“Belum bu” Ibu membawakanku perlengkapan P3K
“Bagaimana lukamu?”
“Terasa nyeri bu” Ibu mencoba memeriksa luka yang ada dilututku yang mulai membiru, rupanya luka itu cukup parah sehingga menimbulkan lebam dan ranya nyeri. Ibu meneteskan obat merah dilukaku dan memberikan bobokan diarea yang lebam. Namanya orang jawa kami masih menggunakan rempah-rempah yang ada untuk jamu, obat turun panas atau obat yang ibu gunakan untuk meredakan lebam dikakiku.
“Bu, boleh kan kotak obatnya ditinggal disini saja?”
“Memangnya untuk apa?”
“Untuk berjaga-jaga saja bu, nanti kalua sudah sembuh Maya kembalikan lagi sama ibu”
“Yasudah ibu letakkan dimejamu”
“Terimakasih bu”
Keesokan harinya aku menunggu Toha di pos kamling tempat kemarin kami bertemu, namun sampai menjelang sore Toha tak juga terlihat. Rasa khawatirku membuatku berinisiatif untuk mendatangi rumahnya.
“Assalammualaikum, bu.. Bu Rumi” Aku mengetuk pintu rumah bu Rumi berkali-kali namun taka da seseorangpun yang membukakan pintu.
“Maya, kamu ngapain dirumah bu Rumi?” Tanya bu Arum yang baru pulang dari ladang, kebetulan rumah bu Arum hanya berjarak dua rumah dari rumah bu Rumini.
“Ini bu, Maya nyariin Toha dan bu Rumi tapi dari tadi gak ada yang bukain pintu? Bu Arum tau mereka kemana?”
Raut wajah bu Arum berubah gelisah dan beliau segera menghampiriku, dan menceritakan apa yang menimpa Toha dan Bu Rumini. Rupanya kemarin setelah aku pulang dari rumah bu Rumini, anak buah Tuan Rogo datang dan menyeret paksa bu Rumini. Mendengar cerita bu Arum, rasa khawatirku semakin menjadi. Aku kembali kerumah dan menceritakan semua yang menimpa bu Rumini dan Toha kepada bapak dan ibu.
“Maya, sebaiknya kita tidak usah terlalu ikut campur dengan urusan orang lain. Kita ini hanya orang kecil Maya”
“Tapi pak kalau terjadi sesuatu dengan bu Rumini dan Toha bagaimana?”
“Maya, ibu tau nak kamu mengkhawatirkan mereka tapi ibu gak mau sampai kamu kenapa-kenapa”
Sepertinya bapak dan ibu tidak ingin keluarga kami terlibat dengan Tuan Rogo. Tuan Rogo tidak mengusik keluargaku karena dulu kakek adalah salah satu orang yang berjasa dikeluarga Tuan Rogo, itu sebabnya ia masih menghargai keluargaku karena jasa-jasa kakekku terhadap keluarganya.
Tapi aku tidak akan tinggal diam dan membiarkan Toha dan bu Rumi menderita. Pasti sekarang Tuan Rogo sedang menyiksa bu Rumi dan Toha. Apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan Toha dan bu Rumi.
“Ampun Tuan, tolong jangan pukul ibu saya Tuan, lepaskan ibu saya Tuan saya mohon” Toha berlutut dikaki Tuan Rogo
“Cetarrrr.. cetar.. ini adalah hukuman yang pantas untuk orang miskin seperti kalian” Suara cambuk yang di pukulkan di tubuh bu Rumi, dengan keji dan tanpa ampun Tuan Rogo memukulkan cambuknya ke tubuh bu Rumi yang sudah penuh dengan luka memar, serta darah yang terus mengalir dari mulut dan hidung bu Rumi.
“Tolong Tuan hentikan, jangan bunuh ibu saya Tuan saya mohon Tuan lepaskan ibu saya”
“Duk..Singkirkan tangan kotormu dari kakiku” Tendangan kaki Tuan Rogo menghempaskan tubuh Toha tersungkur ke tanah. Bu Rumi dengan sisa tenaganya merangkah mehampiri tubuh anaknya.
“Toha, Toha bangun nak jangan tinggalkan ibu nak” Tangisan bu Rumi pecah saat melihat Toha tak sadarkan diri, darah mengalir dari pelipis kananya.
“Dasar manusia tak berguna..cuih”
Bu Rumi mencoba menahan darah yang mengalir dari pelipis Toha dengan merobek jariknya dan melilitkan di kepala Toha. Tepat tengah malam Toha baru sadarkan diri.
“Bu, ibu..”
“Nak, akhirnya kamu sadar juga”
“Ibu gak apa-apa?”
“Ibu gak apa-apa nak, Toha dengarkan ibu, kamu harus pergi dari sini nak”
“Tidak bu , Toha tidak akan meninggalkan ibu sendiri disini”
“Dengarkan ibu nak, kamu harus tetap hidup Toha untuk membalaskan dendam bapak dan ibu kepada keparat itu”
“Tapi bu..”
“Balaskan dendam ibu dan bapakmu nak”
Bu Rumi mengalihkan perhatian para anak buah Tuan Rogo, saat ada kesempatan Toha mengendap-endap keluar dari tempat itu.
“Mau mati kau”
“Bunuh saja aku, aku tidak takut suatu saat nanti kalian akan merasakan apa yang telah kalian lakukan pada keluargaku”
“Cuihhhh, bisa apa kau” Anak buah Tuan Rogo menjabak rambut bu Rumi dan menamparnya berkali-kali.
“Ada apa ini, berisik sekali”
“Ini tuan, sudah berani ngelawan katanya mau balas dendam kepada Tuan”
“Berani sekali kamu,hahhhh harusnya kuhabisi nyawamu dari kemarin”
Tuan Rogo mengambil parang, menjambak kepala bu Rumi dan menebaskan parangnya hingga kepala bu Rumi terpisah dari tubuhnya.
“Hahahahahahahaha” Tawa puas terdengar dari Tuan Rogo dan anak buahnya
Toha yang melihatnya dari celah kayu rumah Tuan Rogo, mengepalkan tangannya air mata yang sedari tadi tak henti-hentinya mengalir diusapnya, ia berjanji akan menepati permintaan ibunya yang terakhir, membalaskan dendam kedua orangtuanya.
“Tunggu, dimana bocah tengik itu? Dasar bodoh kalian menjaga dua bandot saja tidak becus cepat cari atau kepala kalian sebagai gantinya”
“Baik Tuan” Melihat Tuan Rogo menyadari bahwa dirinya tidak ada Toha dengan sekuat tenaga berlari hinga kedalam hutan.
“Itu dia” Teriak salah satu anak buah Tuan Rogo, Toha yang panic tidak sempat melihat kearah jalan yang ia lalui dan tubuhnya terperosok kedalam jurang.
“Hahaha, mampus kau menyusahkan saja”
Masih pagi sekali bunyi kentongan dipukul, yang menandakan ada orang meninggal. Aku, ibu dan bapak yang tengah menikmati sarapan bertanya-tanya siapa yang meninggal. Degg …Tiba-tiba saja perasaanku tidak enak aku teringat akan bu Rumini dan Toha.
“Pak, siapa yang meninggal?”
“Bapak juga tidak tahu bu, setahu bapak tidak ada warga yang sakit”
“Namanya juga takdir pak”
“Ya sudah kalua begitu bapak keluar dulu ya bu untuk memastikan dan sekaligus membantu pemakaman”
“Maya ikut pak”
“Kamu dirumah saja, tuh bantu ibumu cuci piring”
“Tapi maya pengen ikut pak” Rengekku pada bapak, yang setelahnya disusul bunyi ketukan pintu
“Tok..tok..tok assalammualaikum pak Mahdi”
“Waalaikumsallam, ada apa pak Bahar?”
“Apa pak Mahdi sudah tau jika ada warga yang meninggal?”
“Iya pak, tadi saya mendengar suara kentongannya ini saya kesana”
“Memangnya siapa pak yang meninggal?” Tanyaku penasaran
“Kalau dari desas-desus warga sih katanya bu Rumini yang meninggal, sekarang jenazahnya ada di balai desa”
Jantungku seperti berhenti berdetak, apa yang kutakutkan terjadi. Tanpa pikir panjang aku segera berlari kebalai desa, tak ku hiraukan kakiku yang masih terasa nyeri.
“Maya” Teriak bapak memanggilku, tapi tak sedikitpun aku menoleh dan berniat kembali ke rumah.
Aku menerobos kerumunan warga yang mengelilingi jenazah bu Rumi yang tertutup kain putih. Dengan tangan gemetar aku memberanikan diriku untuk membuka penutup kain itu. Mengerikan, apa yang aku lihat sangat-sangat mengerikan kepala bu Rumi putus dan disekujur tubuhnya penuh dengan luka memar. Pandanganku kabur dan kesadaranku mulai menghilang, mengapa ada manusia yang disebut Tuan Rogo yang sejatinya apa yang ia perbuat buakan lagi perbuatan manusia tapi lebih tepatnya iblis.
“Maya, kamu gak apa-apa?”
“Ibuk, kenapa Maya ada dirumah?”
“Kamu tadi pingsan, bapak yang bawa kamu pulang. Lagian kamu ngapain melihat jenazah bu Rumi? Ini tehnya diminum mumpung masih hangat”
Mendengar jenazah bu Rumi membuat ingatanku akan jenazah bu Rumi teringat kembali.
“Sudah jangan diingat-ingat doakan bu Rumi semoga tenang di sisi-Nya” Aku teringat Toha, tadi dibalai desa aku tidak menemukan keberadaan Toha. Bagaimana dengan Toha? Apa yang terjadi dengan Toha? Apa Toha baik-baik saja atau Toha juga bernasib sama dengan bu Rumi?.
“Kamu memikirkan apa Maya?”
“Toha bu, bagaimana dengan Toha?”
“Kalau kata bapak tadi keberadaan Toha belum ada yang tau, bisa saja Toha masih dirumah Tuan Rogo tapi gak ada yang tau pastinya”
“Maya harus cari Toha , buk”
“Maya, kamu tidak usah terlalu bertindak terlalu jauh nak. Karena kapanpun Tuan Rogo bisa melukai keluarga kita. Lebih baik kita tidak usah ikut campur urusannya kalua kita tidak ingin bernasib sama dengan bu Rumi dan Toha” Benar juga kata ibu, aku tidak berani mengambil resiko yang nantinya akan merugikan aku dan keluargaku, Toha semoga kau baik-baik saja”.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa
2022-12-14
0
Devia Ratna
mampir
2022-12-10
0
💎hart👑
jejak dulu👣👣👣
2022-06-23
0