"Perutnya kosong. Semua penyakit akan mudah datang jika tidak ada asupan yang masuk ke dalam tubuh. Intinya, dia maag hingga gejala sakitnya separah ini."
"Nona memang tidak makan semenjak sampai kesini Tuan, dia menolak menyentuh makanannya." ujar Pelayan tersebut.
"Karena lambungnya dalam keadaan rentan, sebaiknya beri dia makanan halus terlebih dahulu sampai pencernaannya kembali membaik. Sementara aku menyuntiknya dengan Paracetamol dan infus untuk memberi asupan pada tubuhnya. Setelah dia sadar, beri dia makan dan obat. Obatnya diminum sebelum makan. " ujar Dokter pria tersebut pada Ansell dan pelayan wanita tersebut.
Pelayan tersebut mengangguk paham. Ansell melangkah beriringan dengan Dokter pria tersebut keluar dari kamar itu. Meninggalkan pelayan yang menjaga Crys yang kini tertidur lelap diatas ranjang.
"Katakan siapa gadis itu?" tanya Dokter tersebut sarkas sambil menatap Ansell lekat.
Ansell bergidik bahu pada temannya tersebut. Dokter tampan tersebut mendecak sambil menatap Ansell kesal.
"Kau sudah menggangu tidurku dan tidak ingin memberitahuku." ujar pria tersebut kesal.
"Kenzo, dia menculik gadis itu dan menyekapnya disini." ujar Ansell apa adanya. Dokter tersebut mengangguk paham seakan sudah mengerti.
"Pria itu dan kegilaannya, entah kapan dia akan berhenti." ujar Dokter tersebut sambil membuang nafas perlahan.
"Ryan, bagaimana perkembangannya?" tanya Ansell.
"Tidak berkembang. Psikiaternya mengatakan, dia tidak bisa melakukan apapun untuk merubahnya, karena Kenzo memang tidak memiliki keinginan diri untuk berubah." ujar Dokter bernama Ryan tersebut.
Ansell membuang nafasnya lagi dan lagi. Dia tau akan seperti ini. Jam menunjukkan pukul 12 malam. Ryan kembali ke rumahnya dan Ansell memutuskan untuk tinggal di Mansion Kenzo.
Kenzo tidak kembali malam itu. Hingga matahari menyapa, pria itu tidak pulang ke rumahnya sendiri. Ansell tidak heran, Kenzo sering tidak kembali ke Mansion miliknya sendiri. Pria itu lebih suka menghabiskan waktu di luar sana dengan wanita dan pekerjaannya.
Matahari menyapa langit timur dengan begitu cerah. Sinar hangat tersebut masuk menembus kaca bening dan menerpa wajah Crys yang masih terbaring di atas kasurnya.
Crys merasa sinar tersebut memaksanya untuk tersadar. Crys mengerjabkan matanya perlahan, merasakan tubuhnya yang begitu pegal dan tak bertenaga. Rasa pening menghampirinya saat ia mencoba untuk duduk di atas kasur. Crys menatap pada tangannya yang terdapat selang infus yang menggantung di samping ranjangnya.
Pintu terbuka menampilkan sosok pelayan paruh baya yang membawa nampan seperti hari sebelumnya.
"Nona, silahkan sarapan anda. Saya harap Nona memakan sarapan anda agar kesehatan Nona kembali pulih." ujar pelayan tersebut panjang lebar. Crys menatap pelayan tersebut lekat. Wanita paruh baya didepannya ini dengan sabar melayaninya. Crys merasa sedikit menyesal sudah menyusahkan wanita tersebut.
Crys mengangguk pelan. Pelayan tersebut meletakkan meja kecil diatas kasur dan meletakkan makanan tersebut diatas meja.
Crys menatap semangkuk bubur didepannya dengan lekat. "Aku tidak suka bubur." ujar Crys menatap wanita tersebut sambil menggeleng tidak suka.
"Anda hanya diperbolehkan memakan bubur oleh dokter karena perut Nona kosong sejak kemarin." ujar pelayan tersebut. Crys tampak memngerucutkan bibirnya kecewa.
Wanita tersebut menyerahkan beberapa butir obat yang berada di mangkuk kecil pada Crys beserta air minum.
"Silahkan obat anda." ujarnya.
Crys meneguk obat tersebut, lalu meminum air dengan cepat untuk menghilangkan rasa pahit di lidahnya.
"Pahit." ujar Crys sambil mencecap lidahnya yang masih terasa pahit dengan wajah mengkerut tidak suka.
Wanita paruh baya tersebut tampak tersenyum lembut. "Obat manis hanya untuk anak-anak Nona." ujarnya sambil tersenyum geli.
Crys terdiam sambil memasang wajah cemberut. Setelah meminum obatnya, Crys berusaha memakan bubur tersebut walau ia tidak menyukainya. Memakannya hingga habis ditemani pelayan wanita tersebut yang senantiasa berdiri menatapnya, guna memastikan bubur tersebut habis.
Pelayan tersebut membereskan mangkuk dan meja kecil tersebut dengan lihai setelah sarapan Crys selesai.
Crys menatap pergerakannya dengan lekat. Wanita tersebut tampak membuka laci dan mengambil termometer dari sana. Crys terdiam saat wanita itu meletakkan termometer digital tersebut didepan keningnya.
"37,4°C. Demamnya sudah mulai turun walau belum normal." ujar pelayan tersebut sambil menyimpan kembali termometer ke dalam laci.
"Saya akan mengantar pakaian Nona sebentar lagi." ujarnya sebelum keluar dari kamar tersebut meninggalkan Crys yang masih terdiam disana.
***
Ansell menatap pelayan paruh baya kemarin yang baru saja menuruni anak tangga dengan nampan di tangannya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Ansell tiba-tiba yang berhasil mengagetkan wanita itu.
"Nona sudah baikan Tuan. Demamnya mulai turun walau belum normal." jawabnya sambil menundukkan kepalanya.
"Baguslah. Hari ini Ryan akan datang lagi untuk melepas infusnya." ujar Ansell, lalu pergi begitu saja dari hadapan pelayan tersebut.
Ansell meraih ponselnya, mencoba menghubungi Kenzo kembali. Menunggu beberapa saat sampai akhirnya Kenzo menerima telepon darinya.
"Halo."
"Kembali ke Mansionmu, kau hampir membunuh gadis itu tanpa sengaja." ujar Ansell.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti." ujar Kenzo diseberang sana dengan nada ogah-ogahan.
"Kuberi waktu dua puluh menit jika kau masih ingin menyekap gadis itu. Lebih dari itu, aku akan melepaskannya." ujar Ansell dengan nada mengancam, lalu memutuskan sambungan telepon dengan sepihak. Membuat orang diseberang sana mengumpat marah dengan kata-kata serapahnya.
***
Kini Crys sedang merendam diri didalam bathub ditemani oleh pelayan itu lagi. Pelayan tersebut tidak membiarkan Crys mandi sendiri karena kondisinya yang masih lemah. Bahkan ia mandi dengan tiang infus yang senantiasa mengikutinya kemanapun ia pergi.
"Aku harus memanggil Bibi apa?" tanya Crys tiba-tiba pada pelayan paruh baya tersebut. Wanita didepannya ini kelihatan seumuran dengan Mamanya jika Mamanya masih hidup sampai sekarang.
"Panggil saya Rose Nona." jawabnya. Crys mengangguk paham.
"Nama pria itu?" tanya Crys lagi dengan ragu-ragu.
Rose tampak berpikir dan mengerti siapa yang Crys maksud. "Pria yang menolong Nona kemarin adalah Tuan Ansell." ujar Rose dengan senyum.
"Ansell? Jadi nama pemilik rumah ini Ansell?" tanya Crys. Rose menggeleng dengan wajah bingung.
"Pemilik rumah ini adalah Tuan Duanovic." ujar Rose lagi.
"Lalu siapa Ansell?" tanya Crys bingung.
"Nona tidak ingat? Semalam Tuan Ansell yang menolong Nona." ujarnya. Crys mengernyit, mencoba mengingat kejadian semalam.
Lalu muncullah wajah pria yang tidak ia kenal itu. "Ahh, dia. Apa dia teman Tuanmu?" tanya Crys setelah mengingat wajah pria itu.
"Iya Nona." jawabnya.
"Dia punya teman juga ternyata." desis Crys sambil memasang raut mengejek. Pria itu kejam, temannya juga mungkin sama kejamnya dengan dia. Tapi mengingat kebaikan pria yang menolongnya semalam, mungkin hanya pria kejam itu saja yang menjelma menjadi iblis haus darah.
"Lalu, siapa nama Tuanmu?" tanya Crys.
"Tuan Kenzo Edzard Duanovic."
Crys terdiam mendengarnya. Kenzo. Nama itu melekat sempurna di otaknya. Crys akan selalu mengingat nama itu sejak hari ini. Ah benar juga, bukankah saat kejadian dirinya menjebak pria itu di Club, seseorang memanggil pria itu dengan nama Kenzo. Karena waktu itu ia sangat panik, Crys jadi tidak mendengar dan memperhatikan sekitarnya dengan seksama.
"Aku selesai." ujar Crys. Rose mengangguk mengambilkan bathrope dan memakaikannya pada Crys.
Rose menuntun Crys keluar dari bathub dengan hati-hati. Crys melangkah ke luar dari kamarnya dan memakai pakaiannya dengan santai.
Hingga suara pintu terbuka tepat saat Crys sudah selesai memakai bajunya, membuat Crys menoleh ke arah pintu.
Mulut Crys terkatub saat sosok Kenzo masuk ke dalam kamarnya dengan raut dingin dan datar. Crys menggenggam gaunnya dengan erat saat Kenzo melangkah semakin dekat ke arahnya.
Rose seakan mengerti, menunduk sopan sebelum akhirnya menghilang ditelan pintu.
"Ada apa?" tanya Crys memberanikan diri.
"Kudengar kau sakit. Bagaimana?" Crys mengernyit tidak mengerti dengan pertanyaan Kenzo. Apa pria ini menanyakan keadaannya?
"Bagaimana rasanya menerima akibat kebodohanmu? Kau tidak makan juga bukan masalahku. Jika kau mati juga aku tinggal membuang mayatmu. Kau merusak tubuhmu sendiri, sakit itu juga kau rasakan sendiri. Kau menikmatinya?" tanya Kenzo lagi. Crys terdiam mendengarnya. Rahang Crys mengeras, hatinya bergetar sakit.
"Iblis." ujar Crys menatap Kenzo dengan mata tajam.
Kenzo meraih rahang Crys, mencengkeramnya kuat dan membawanya sangat dekat dengan wajahnya.
"Kau sudah melihat kebuasanku kemarin. Aku bukan orang yang bermurah hati dan penyabar, jadi berhati-hatilah dengan mulutmu." ujar Kenzo tajam, lalu menghempaskan rahang Crys menjauh.
"Kau akan tinggal di sini mulai sekarang." gumam Kenzo yang berhasil membuat Crys membelalak kaget.
"Atas dasar apa kau menahanku untuk tinggal di rumah ini. Aku ingin pulang."
Bibir Kenzo tampak tersenyum, namun matanya tidak. Matanya bersinar dengan tajam dan dingin.
"Kau tidak bisa pulang."
Kenzo maju mencengkeram pundak Crys dengan tangan kekarnya. Crys tersentak dan terdiam saat bibir Kenzo menabrak bibirnya dengan begitu cepat. Crys mendorong tubuh Kenzo keras dan memalingkan wajahnya.
Kenzo menatap wajah Crystal yang memicing tajam sambil mengusap bibirnya. Gadis didepannya ini menatapnya dengan sorot mata benci.
"Aku sudah memutuskan untuk memilikimu dan apa yang sudah menjadi milikku tidak bisa lepas dariku. Satu-satunya cara agar kau lepas dariku adalah, ketika aku memutuskan untuk melepaskanmu atau ketika kau—Mati."
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Sidieq Kamarga
Aduh Thor aku benar-benar tegang bacanya 🙁
2022-03-02
0
Kenzi Kenzi
seremmmmm
2022-02-28
0
🎼retha🎶🎵🎶🎵
d'Beast tanpa sadar masuk dlm trap takdir....Crys si mungil yg tegar ; ujianmu masih terlalu berat namun harus dilalui.
2021-10-06
0