Ketika pertama kalinya Asti menginjakkan kakinya di halaman kampus tempat sekarang itu ia mengajar, keraguan dan kegelisahan masih saja melumuri seluruh perasaannya karena ia tadi berangkat hanya bermodalkan dengan bekal sekantong besar tekad dan keinginan saja.
Asti berdiri di depan Universitas itu dengan tas yang bergantung di lengan sebelah kirinya. Asti menatap gedung besar yang ada di depannya sambil bertanya-tanya dengan dirinya sendiri. Akan mampukah ia menjadi seorang dosen yang baik di Universitas di Jakarta ini?
Universitas tempat ia pertama kalinya mengajar ini bukanlah Universitas biasa, melainkan salah satu dari beberapa Universitas favorit di Jakarta. Tempat berkumpulnya anak-anak pengusaha dan anak-anak kalangan atas di Jakarta. Bahkan bukan hanya menjadi pilihan para siswa-siswa SMA di lingkungan Jakarta saja, melainkan sebagai Universitas pilihan calon-calon mahasiswa dari berbagai daerah provinsi-provinsi yang ada di Indonesia. Begitu banyak siswa-siswa SMA dari berbagai daerah di Indonesia ini yang bercita-cita khusus datang ke Jakarta untuk menempuh ilmu di Universitas ini.
Dapatkah Asti menjadi dosen yang nantinya akan disukai dan dihargai oleh para mahasiswanya? Apakah nanti saat ia mengajar para mahasiswa itu akan mendengarkan ia berbicara? Apalagi kalau mengingat wajahnya yang seperti tidak pernah menjadi tua ini. Mereka akan menganggap Asti adalah dosen muda yang belum banyak pengalamannya.
Karena sudah tidak terhitung banyaknya orang yang terkecoh oleh wajah baby face nya ini. Seperti rekan-rekan kerjanya dulu, banyak dari mereka yang menyangka Asti masih sebagai gadis remaja. Padahal tidak sampai dua tahun lagi, umurnya akan genap menjadi tiga puluh tahun, sudah mau kepala tiga.
Namun untungnya di sisi lain dalam bathinnya, masih terdapat segumpal tantangan yang menggerakkan langkah-langkah kakinya untuk berjalan ke dalam gedung besar dan tinggi yang ada di depannya itu. Bagaimana pun juga ia harus bisa menunjukkan dan membuktikan bahwa keputusannya mengundurkan diri dari pekerjaan yang sebelumnya itu tidaklah keliru.
Setidaknya orang yang tahu akan pilihannya saat ini, lebih memilih bekerja dan mengabdi menjadi seorang dosen tidak membandingkan atau menilai dari sisi penghasilannya. Karena jika itu dilihat dari segi yang menyangkut penghasilan, siapa pun pasti akan mengatainya sebagai manusia tolol, karena gaji dosen yang kecil.
Namun jika ada yang mengatainya begitu, Asti tidak akan menyalahkan mereka. Karena orang yang menyebutnya gadis tolol, sudah mengundurkan diri dari perusahaan yang menggajinya dengan gaji tinggi itu adalah benar adanya. Karena banyak orang yang ingin ada di posisinya dan ingin memiliki gaji seperti yang ia dapatkan.
Berapa banyak sekarang ini sarjana-sarjana yang menganggur karena sulitnya mencari dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai antara pendidikan mereka dengan penghasilan atau gajinya. Seharusnya Asti menjadi orang yang beruntung karena digaji dengan gaji yang tinggi. Jadi dengan pilihannya saat ini untuk menjadi seorang dosen! Mungkin tololnya akan bertambah menjadi tolol kuadrat.
Tetapi semua kembali lagi ke diri sendiri, terserah orang mau bicara apa! Karena hidup kita adalah pilihan kita sendiri, yang menjalaninya juga kita bukan orang lain. Pilihan yang sudah Asti ambil ini adalah pilihan yang diambilnya dengan kesadaran dan keyakinan. Asti telah mengajukan surat permohonan mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya. Walau pun orang tua nya entah berapa puluh kali menggeleng-gelengkan kepala karena pilihannya itu.
Bahkan pada saat pertama kali ia mengakui bahwa dirinya mengundurkan diri kepada Ayah dan Ibu nya, Ayah menjadi murka dan terlihat sangat terpukul. Asti mengenang kembali waktu itu terjadi, situasi dan kondisi yang tiba-tiba berubah menjadi panas.
“Apakah kamu menyadari akibat dari perbuatan dan pilihan mu ini?!" kalimat pertama yang keluar dari mulut Ayahnya, saat Asti menyampaikan pengunduran dirinya.
"Saya sadar, Ayah!''
''Sadar apanya?'' Sang Ayah yang baru menjalani masa pensiun selama beberapa bulan itu menjawab dengan tegas pernyataan Asti. Ketika tahu anaknya resign dari perusahaan yang sudah menjamin untuk masa depannya itu. Menurut Sang Ayah menjadi pengangguran pada saat fisik dan mental masih sehat sungguh sangat tidaklah menyenangkan. Dan sekarang anak gadisnya yang sudah bekerja dengan gaji yang besar itu enak saja pulang dengan membawa berita bahwa ia keluar dari tempat pekerjaannya.
“Tentu saja sadar Ayah. Saya juga sadar bahwa belum tentu akan mendapat pekerjaan yang sebagus ini lagi nanti. Saya sadar bahwa saya telah menyia-nyiakan suatu rezeki dari Tuhan. Dan sadar pula bahwa ada kemungkinan untuk beberapa waktu lama nya mungkin saya akan menjadi pengangguran!" Asti menjawab Ayah nya dengan nada yang pelan agar Ayahnya lebih tenang.
“Nah, kamu tahu itu!'' Ayah nya yang menekan nada bicaranya lagi.
Asti tidak menjawab, ia hanya diam sambil menoleh kearah Ibu nya yang duduk di sofa menatap kearah Suami dan Anak nya di ruang keluarga rumah mereka. Ibu yang sejak tadi hanya menjadi pendengar tanpa mengucap satu dua buah kata. Situasi yang sudah biasa terjadi ketika seorang anak melakukan kesalahan dan setelah itu di sidang oleh Ayah nya. Asti yang masih menatap ke arah Ibu nya seakan memberi sinyal permintan pertolongan, agar membantunya keluar dari masa sidangnya itu.
“Asti Ayah mu berbicara seperti itu karena mengkhawatirkan masa depan kamu!'' kata Ibu nya dengan suara yang menenangkan situasi sidang antara Suami dan Anak nya. “Kamu jugakan tahu bahwa Ayah sudah pensiun. Ayah tentu sudah tidak bisa memanjakanmu seperti dulu lagi. Jadi sekarang kamu sendirilah yang harus mencari penghasilan untuk keperluan dirimu!'' kata Ibu lagi.
Asti memang dari kecil sangat manja dengan Ayah nya. Apapun yang Asti inginkan Ayah pasti mengusahakannya, karena Asti anak semata wayang dari pasangan suami istri ini. Namun dalam situasi kali ini Ayah nya benar-benar terkejut mendengar pengunduran diri yang sudah dilakukan oleh Anak nya.
Harapan Sang Ayah adalah Asti sudah bisa mandiri untuk saat ini dan kedepannya, karena sudah bekerja serta mendapatkan penghasilan tetap yang cukup untuk kebutuhan pribadinya kelak. Sudah ada rasa tenang di hati Sang Ayah. Dengan adanya keputusan yang sudah Asti ambil ini tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan mereka membuat Sang Ayah benar-benar kecewa.
Asti yang tahu betul bahwa apa yang Ayah dan Ibu nya katakan itu adalah benar adanya, ia menarik nafas sedikit lebih panjang.
"Ibu dan Ayah selalu menitik beratkan kemanjaan kepada hal-hal yang bersifat materi!'' sahutnya kemudian.
“Percayalah… itu semua tidak penting, saya sekarang sudah dewasa! Ada banyak hal lain yang lebih bernilai. Saya berjanji akan bertanggung jawab pada kehidupan saya sendiri. Ayah dan Ibu tenang saja, tidak usah merasa cemas. Doakan saja supaya saya mendapat pekerjaan lain yang tidak kalah baik nya!” Asti berusaha meyakinkan Ayah dan Ibu yang sedang merasa cemas dengan keputusan yang sudah dia ambil.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
SalsaDCArmy
bagus ceritanya 🥰
2023-07-29
0
ˢ⍣⃟ₛ αηтιє
oooo ternyata karena bos nya Asti mengundurkan diri....
2023-01-10
0
ˢ⍣⃟ₛ αηтιє
orang tua pasti menginginkan yang terbaik buat anaknya...
2023-01-09
0