Adinda Untuk Kapten Zaid
Zaid mengenakan kemeja batik warna biru berlengan panjang yang digulung hingga ke siku. Pakaian yang begitu pas di tubuh tegapnya menambah kegahahan serta ketampanannya. Membuatnya semakin berkharisma dan pastinya membuat kaum hawa begitu mendamba untuk dipersunting oleh Sang Kapten.
Namun, Zaid begitu dingin dan sulit untuk digapai. Tak sedikit pun ia memberikan kesempatan atau harapan kepada para wanita yang mendambanya. Entah wanita seperti apa yang menurutnya pantas untuk bersanding dengannya.
Zaid keluar dari kamarnya kemudian berjalan menuruni tangga. Di ruang depan, sang ibu nampak telah siap dengan mengenakan setelan kebaya yang bermotif sama dengan batik miliknya. Dengan hijab berwarna senada, sang ibu nampak anggun dan cantik di usianya yang tak lagi muda.
" Wah... Ibunya Zaid memang paling top deh " puji Zaid saat melihat penampilan sang ibu kemudian mencium pipi sang ibu.
" Ya, iyalah... Masa anaknya ganteng maksimal begini, ibunya biasa aja sih " sahut Bu Sandra terkekeh.
" Ayo, bu... Nanti terlalu siang kita datangnya. Gak bisa ngobrol- ngobrol lama " ucap Zaid sambil melangkahkan kaki menuju mobil diikuti langkah kaki sang ibu.
Zaid membukakan pintu mobil untuk sang ibu, setelahnya ia masuk ke dalam mobil lalu mulai menghidupkan dan melajukan mobilnya.
" Anak Arjuna yang sunat berapa tahun ? " tanya Bu Sandra.
" Kalau gak salah 4 tahun, bu " jawab Zaid sambil tetap fokus mengendarai mobil SUV mewahnya.
" Hebat ya, sudah mau disunat. Dulu kamu baru disunat pas kelas 4 SD. Kalau gak sakit saluran kencing, pastinya ya gak akan mau disunat " kenang Bu Sandra.
" Terus anaknya yang kedua, berapa tahun ? Perempuan atau laki-laki yang kedua ? " tanya Bu Sandra lagi.
" Perempuan bu. Kalau gak salah baru 6 bulan umurnya " jawab Zaid seadanya.
" Hem sejodo ya... Arjuna memang beruntung. Udah anaknya lucu-lucu, punya istri cantik, sholehah. Terus kamu apa kabarnya ? " tanya Bu Sandra.
" Kabar Zaid ? Zaid baik, Bu " jawab Zaid singkat dengan sedikit menarik ujung bibirnya.
Zaid sudah tahu arah pertanyaan sang ibu, karenanya ia tak ingin memperpanjang lagi.
" Ck... Kamu ini... " ucap Bu Sandra memukul lengan zaid. Ia merasa kesal dengan jawaban dari anak semata wayangnya itu.
Tak salah rasanya jika seorang ibu mengkhawatirkan jodoh untuk anaknya. Apalagi di usia Zaid yang sudah matang untuk menikah. Belum lagi karirnya yang cemerlang.
Teorinya seharusnya Zaid pun sudah memiliki anak tapi kenyataannya, jangankan istri dan anak. Memiliki kekasih saja Zaid tidak punya.
Inilah yang dikhawatirkan oleh Bu Sandra, ia takut jika ia tak bisa melihat cucu keturunannya. Karena itu ia seringkali menjodoh-jodohkan Zaid dengan anak kerabatnya yang semuanya ditolak mentah-mentah oleh Zaid.
40 menit kemudian, mobil yang dikendarai Zaid masuk ke dalam halaman rumah dimana telah banyak tamu-tamu yang datang.
Syukuran khitanan dengan suasana semi formal yang dihadiri oleh rekan-rekan kerja serta kerabat saja yang diundang menciptakan rasa kekeluargaan dan nyaman saat bercengkrama dengan sahabat dan kerabat.
Zaid dan Bu Sandra masuk ke dalam rumah besar dengan halaman yang luas itu. Mereka menemui Arjuna yang tengah duduk menemani Adam sang anak.
" Hai, jagoan Om... Pinter banget sih kamu udah sunat " ucap Zaid sambil mengelus kepala Adam.
Bocah kecil nan tampan itu hanya tersenyum sambil sedikit meringis menahan sakit mungkin karena efek biusnya sudah habis.
" Karena udah pinter, nih Om Zaid kasih hadiah buat Adam " ucap Zaid sambil memberikan mainan satu set hot wheel kesukaan Adam.
Mata bocah tampan itu berbinar melihat hadiah yang diberikan Zaid.
" Terima kasih, Om... " ucapnya sambil meraih hadiah dari Zaid.
" Ini, dari nenek buat beli mainan kesukaan Adam. Cepet sembuh ya, anak sholeh " ucap Bu Sandra sambil memberikan amplop kepada Adam lalu mencium pipi bocah lucu itu.
" Terima kasih, nenek cantik " ucap Adam membuat Bu Sandra gemas sendiri.
" Kalau aja Zaid punya anak gemesin kayak anak kamu ini, Jun... " ucap Bu Sandra sambil melirik Zaid yang tak acuh.
" Nanti juga dapet, Bu. Sabar aja dulu " sahut Zaid asal.
" Tuh, Juna... Kasih tahu temenmu yang satu ini kalau ibu mau cepet-cepet punya cucu. Nanti keburu ibu mati gak bisa lihat cucu, gimana coba ... " gerutu Bu Sandra.
" Ya, janganlah Bu. Emangnya ibu mau meninggal sekarang-sekarang " canda Zaid membuat sang Ibu menatap nyalang.
" Anak ini... " cebik Bu Sandra.
" Lho, mba Sandra sudah datang ? Kok gak kasih tahu bunda sih Jun ? " tanya Bu Lia, ibu kandung Arjuna menghampiri Bu Sandra lalu bersalaman dan cium pipi kanan kiri.
" Baru datang dek... Lihat dulu jagoan yang cakep ini lho " jawab Bu Sandra sambil mengusap kepala Adam.
" Nak Zaid, apa kabarnya ? " tanya Bu Lia saat Zaid mengambil tangannya lalu mencium tangan Bu Lia.
" Alhamdulillah, baik Bu... " jawab Zaid sopan.
" Mentang-mentang sudah jadi kapten, jarang main kesini lagi " ucap Bu Lia.
" Pak Kapten mah sibuk, Bu. Harus ada janji dulu baru bisa ketemu " oceh Arjuna diiringi senyum dari Zaid.
Bu Sandra dan Bu Lia memilih berlalu dari hadapan anak-anak mereka dan lebih memilih duduk sambil makan hidangan yang ada sambil berbincang-bincang.
" Mana Kirana sama Laras ? " tanya Zaid sambil melihat sekeliling.
" Kirana tadi aku suruh makan dulu. Kalo Laras lagi digendong sama Dinda tuh " tunjuk Arjuna ke arah gadis cantik yang memakai dress selutut berwarna biru navy yang berdiri di muara pintu.
Zaid semakin terpesona melihat Adinda, gadis belia yang kini beranjak dewasa. Dengan tatanan rambut yang dikepang serta kulit putih yang kontras dengan warna pakaiannya. Bibir berwana merah muda dan posturnya yang tinggi semampai.
Gadis inilah yang selalu mengusik hatinya. Selalu menghantuinya dengan bayangan senyuman manisnya.
Sungguh Zaid tak bisa lagi memalingkan hatinya pada wanita lain. Hanya ada satu wanita yang bersemayam di hatinya.
Gadis belia yang jelita, polos dan manja. Dialah Adinda, adik bungsu Arjuna sahabatnya.
Zaid menahan rasa yang membuncah di hatinya saat Adinda berjalan mendekat ke arahnya. Jantungnya berdetak lebih kencang terlebih saat Adinda berdiri di sampingnya.
" Abang... Kak Kiran belum selesai makan ? " tanya Adinda pada Arjuna.
Gadis cantik itu berbicara dengan sang kakak tanpa memedulikan keberadaan Zaid di sampingnya.
" Emangnya kenapa ? Laras rewel ? " tanya Arjuna sambil meraih bayi perempuannya.
" Engga sih, tapi Dinda kebelet nih. Abang pegangin Laras sebentar ! " jawab Adinda sambil menyerahkan Laras pada Arjuna.
" Tapi, abang lagi jagain Adam ini " Arjuna membawa Laras yang sibuk menarik-narik sepatu ke dalam pangkuannya.
" Idih... Bentar doang, gak tahan nih. Nanti kalau sampai Dinda bocor disini, berabe kan. Masa iya dinda harus saingan sama Laras pake popok juga" ceroscos Adinda asal.
" Kamu ini... " Arjuna geleng-geleng kepala dengan tingkah sang adik.
" Eh, salaman dulu nih sama temen abang, Kak Zaid baru datang " ucap Arjuna sambil menahan tangan Adinda dan menunjuk Zaid.
Adinda meraih tangan Zaid lalu mencium tangannya, bentuk rasa hormat kepada orang yang lebih tua.
" Dinda tinggal ke belakang dulu ya Kak. Kak Zaid ngobrol lagi deh sama bang Juna " ucap Dinda sopan sambil berlari kecil.
Zaid mengiringi kepergian Adinda dengan ekor matanya, lalu tersenyum samar.
Gadis ini sama sekali tidak berubah, mungkin yang berubah hanyalah kecantikannya yang semakin bertambah tetapi gaya bicaranya masih sama.
Polos, sopan, dan apa adanya. Sama seperti waktu pertama ia berjumpa yang membuatnya selalu memikirkan gadis belia yang cantik jelita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Erina Munir
kepincut ya bang zaid
2023-12-31
1
Mamah Kekey
mampir kk
2023-12-14
1
komalia komalia
baca lanjut
2023-12-13
1