Aldrich membawa Metha kedalam ruangannya. Metha berjalan angkuh melewati meja sekertaris Aldrich dengan wajah sombongnya.
"Rissa, dimana Papap dan Mama ku?" Tanya Aldrich pada sang sekertaris.
"Maaf Pak Aldrich, Pak Fariz dan Ibu Stevi tadi keluar untuk makan siang. Saya tidak tau kapan akan kembalinya." Jawab Rissa sopan.
Aldrich hanya mengangguk, "Bawakan minum untuk tamu ku." Titah Aldrich.
"Baik, Pak. Permisi." Rissa pun keluar dari ruangan Aldrich.
"Harusnya tadi kita makan siang juga diluar, Al. Aku kira orang tua mu menunggu kita, taunya malah aku yang harus menunggu mereka." Kesal Metha yang sepertinya mulai meninggi kembali.
"Sabar, Tha. Lagi pula itu baguskan, lebih baik kita yang menunggu dari pada Orang tua ku yang menunggu, itu akan jadi nilai plus dimata mamaku." Jawab Aldrich.
Metha sebenarnya ingin membalas ucapan Aldrich, namun ia menahannya. "Lihat saja jika nanti kita sudah menikah, Al. Aku akan menendang orang tuamu dari kehidupanmu." Batin Metha.
"Bagaimana Skripsimu, Tha?" Tanya Aldrich.
"Masih harus revisi lagi, Al." Jawab Metha cuek.
"Sudah sampai dimana?" Tanya Aldrich lagi.
"Masih di Bab satu."
Aldrich terkejut mendengarnya. "Berbulan bulan dan masih revisi di Bab satu, Tha? Kapan kamu akan lulus Tha? Kamu suka ikut bimbingan dosen gak sih?" Tanya Aldrich dengan nada heran.
"Al, bikin skripsi itu gak gampang." Jawab metha.
"Memang tidak gampang, Tha. Tapi setidaknya kamu berusaha dong, jangan main melulu. Kamu mau menikah denganku tidak sih?" Kesal Aldrich.
"Otak ku pas pas an Al, kamu tau itu kan?" Jawab Metha membela diri.
"Tidak ada otak yang pas pas an, Tha. Yang ada itu hanya rasa malas. Kamu harusnya tau, orang pintar saja akan kalah dengan orang yang mau berusaha." Ucap Aldrich.
Metha memutar malas bola matanya. "Jangan menceramahiku, Al. Harusnya kamu membantuku menyelesaikan skripsiku."
"Tidak, Tha. Kamu harus berusaha sendiri." Jawab Aldrich tegas.
Disebuah restoran, Stevi dan Fariz tengah makan siang dengan santainya.
"Wanita itu pasti akan memarahi putra kita karna kita membuatnya menunggu." Kata Fariz sambil menyesap minumannya.
Stevi memgerdikan bahunya, "Biar saja, aku akan buat kejutan pada dia, seenaknya bilang mau mengusir aku dan kamu menjadikan kita gelandangan jika sudah menikah dengan Aldrich." Jawab Stevi.
Stevi menceritakan semua kejadian saat dipusat perbelanjaan tadi, Fariz merasa geram mendengar apa yang Stevi ceritakan. Ia tidak terima dengan kelancangan wanita yang berstatus kekasih sang putra.
"Apartement sudah aku bereskan, barang barang wanita itupun sudah dibereskan oleh Joni." Kata Fariz.
Stevi mengangguk, "Kita jual saja apartement itu, Pap. Aku tidak sudi mempunyai aset yang sudah dipakai oleh wanita ular itu." Ucap Stevi.
Fariz mengangguk. "Kamu benar, sayang. Lebih baik kita jual saja, dan kita belikan lagi nanti saat Aldrich sudah menikah untuk jadi kado pernikahannya."
Sudah tiga jam lamanya Metha menunggu dua orang yang berstatus sebagai orang tua Aldrich, namun masih belum ada tanda tanda akan kehadirannya. Hal itu membuat Metha kehabisan kesabaran.
"Al, orang tua mu itu cuma mau ngerjain aku ya." kata Metha dengan nada kesal.
Aldrich yang masih mengerjakan pekerjaanya terpaksa menundanya. Baru saja ia akan berkata namun pintu ruangan diketuk oleh Rissa.
"Ada apa, Ris." Tanya Aldrich saat membolehkan Rissa masuk kedalam ruangannya.
"Maaf Pak Al, saya menyampaikan pesan dari Pak Fariz. Anda dan tamu anda ditunggu oleh Pak Fariz diruangannya." Kata Rissa yang diangguki oleh Aldrich.
Aldrich berdiri dan merapihkan jasnya. "Bersiaplah, sayang. Kita keruangan Papap." Kata Aldrich.
Metha berdiri dengan begitu semangat, ia merapihkan rambut dan pakaiannya. "Apa Papap mu masih aktif diperusahaan, Al?" Tanya Metha.
"Ya, dia Presdir, jabatan tertinggi diperusahaan." Kata Aldrich.
"Bukankah jawaban tertinggi itu CEO?" Tanya Metha lagi.
"Tidak, Presdir adalah pemegang tertinggi perusahaan. CEO itu hanya jabatan, Papap bisa kapan saja menggantiku dengan yang lain yang lebih berkompetent." Jawab Aldrich.
"Tapi kan kamu pewaris tunggal DW grup, Al." Kata Metha penuh selidik.
"Iya, tapi bersyarat, Tha. Jika aku sudah menikah, dan melahirkan keturunan, maka aku dengan resmi mewarisi semuanya. Tapi aku tidak ingin terburu buru. Karna jabatan sebagai Presdir itu tanggung jawabnya besar. Aku merasa belum mampu saja." Jawab Aldrich berharap mendapat dukungan dari Metha.
"Ck, payah kamu. Masa gitu aja gak mampu." Cibir Metha.
Aldrich hanya menghela nafas, sikap Metha jauh diluar ekspektasinya. Aldrich berharap mendapatkan semangat dan motivasi dari kekasihnya, malah mendapatkan cibiran yang membuatnya semakin down.
Aldrich membawa masuk Metha kedalam ruangan Fariz, Metha dengan elegan berjalan mengekori Aldrich.
"Pap.. Ini Metha kekasihku." Ucap Aldrich yang hanya melihat keberadaan Fariz diruangan itu..
Fariz hanya melirik kemudian memilih acuh, Metha melihatnya, ia sebenarnya kesal, namun ia mencoba meredamnya.
Tiba tiba Stevi muncul dari balik pintu. "Diakah wanita yang kamu cintai, Al?" Tanya Stevi.
Metha menoleh kesumber suara, seseorang yang baru saja keluar dari ruangan pribadi didalam ruangan presdir. Metha membolakan kedua matanya saat ia mengenali wanita paruh baya yang masih cantik diusianya yang sudah tidak lagi muda itu.
Jelas saja Metha masih mengingatnya, bukankah Metha akan menyumpal mulut Stevi dengan cabai satu kilo jika bertemu dengannya lagi. Oh Tuhan, sepertinya ini hari kesialan Metha.
Metha membeku dan tidak dapat berkata, jelas ia takut jika Stevi mendengar percakapannya bersama Lisa saat dikasir tadi, yang akan mengusir kedua orang tua Aldrich dan menjadikannya gelandangan.
"Ma, ini Metha." kata Aldrich memecah ketegangan.
Sementara Fariz masih asik dengan pekerjaannya, memeriksa berkas yang menumpuk di mejanya, Fariz memilih acuh tidak ikut campur dengan apa yang akan istrinya perbuat.
"Al, dia Mama mu?" Bisik Metha.
"Iya, Tha. Dia mamaku. Bersikaplah baik. Hanya dia yang akan didengar oleh Papapku." Jawab Aldrich.
Metha mulai memerankan perannya, "Halo tante." Sapa Metha mengulurkan tangannya.
"Halo, Nona." Jawab Stevi tanpa membalas uluran tangannya.
"Namanya Metha, Ma." Sahut Aldrich. Ia mulai merasa khawatir sang Mama tidak menyukai Metha.
"Ya, Mama Tau itu, Al. Hanya saja Mama malas menyebutkan namanya."
"Ma..." Panggil Aldrich dengan nada sedikit tinggi.
"Dimana sopan santumu, Al. Mengapa memanggil Mamamu dengan nada tinggi." Fariz menaruh pulpennya dengan sedikit kasar, lalu menghampiri Stevi dan meraih pinggangnya.
"Pap, tapi Mama...."
"Cukup, Al. Wajar Mama seperti itu. Ia hanya tidak suka pada wanita yang kamu bawa." Kata Fariz menegaskan.
"Pap, Al membawanya kesini juga karna permintaan Papap, kan." Kata Aldrich membela diri.
"Ya, agar kamu tau wanita seperti apa yang kamu pacari itu." Balas Fariz.
"Maksud Papap apa?" Aldrich sungguh tak mengerti dengan sikap kedua orang tuanya itu.
"Orang tua mana yang mau menerima menantu seperti itu, belum menikah denganmu saja sudah mau menjadikan kami gelandangan. Bagaimana jika nanti sudah menikah denganmu." Kata Fariz yang membuat Aldrich semakin bingung.
Sedangkan Metha sudah menelan salivanya kasar. Ternyata apa yang ditakutkannya benar terjadi, Stevi mendengarnya.
"Al, Mamamu hanya ingin memfitnahku." Metha mulai menjalankan dramanya.
"Ada apa ini sebenarnya?" Tanya Aldrich heran.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Sweet Girl
Siapa Luuuu parasit metamorfosa....???
2024-04-20
2
itanungcik
siap siap metha kena tendang
2022-07-05
2
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi hempaskan calonya al yang gak tau diri
2022-06-04
1