Luka Tak Termaafkan
Seira berjalan dengan cepat sembari tersenyum kepada orang-orang yang dia papasi dijalan. Memang begitulah kebisaanya, tidak peduli kenal ataupun tidak pasti akan disenyumi olehnya, hingga mereka yang berpapasanpun akan balik tersenyum kepadanya.
Karena Seira selalu mengingat kata-kata mendiang ibunya, "Senyum tidak akan membuatmu menjadi rendah ataupun murah. Senyum bekerja sebaliknya. Karena senyum adalah sedekah. Maka banyaklah tersenyum kepada orang lain Seira..."
Seira tersenyum sekali lagi sambil memanjatkan doa untuk kedua makam yg terukir nama ayah dan ibunya. Menangis dalam senyuman dan semua luka yang dia pendam selama bertahun-tahun ini. Lega rasanya bila sedang mengunjungi orangtuanya.
Seira menunduk dan berpamitan kepada dua makam didepanya, "Ayah, ibu, Seira pamit dulu. Besok-besok Seira akan kesini lagi.''
Ketika sudah sampai didepan rumah, Seira berdiri didepan pintu agak lama. Dia sedang mengumpulkan energi untuk masuk kedalam rumah yang sudah tujuh tahun ditempatinya itu.
Ketika sudah siap dia masuk kedalam, dan pasti sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi selanjutnya kepadanya.
"Wah wah lihat siapa yang baru pulang!" Sindir seseorang yang sedang bercak pinggang memandangnya, dia merupakan bibinya.
Kali ini dia mendekat dan menjambak rambut panjang Seira. "Dasar anak tidak tahu diuntung, dari mana saja kau hah?"
Seira meringis menahan sakit, "Maaf bi sakit..."
Itu benar-benar perih, Seira bahkan sudah menebak pasti akan ada banyak rambutnya yang rontok.
"Masuk kekamar sekarang, besok kau tidak boleh pergi kesekolah! Menghabiskan uang saja dasar!" Seira diseret secara paksa kedalam kamarnya dan dikunci.
Seira sudah pasrah karena dia telat pulang kerumah. Dia hanya sedang rindu dengan orangtuanya. Maka dia pergi kemakam kedua orang tuanya hingga lupa waktu. Padahal bibinya sangat tidak suka dia pulang telat, karena dirumah itu Seira dijadikan pembantu.
Masak, mencuci, dan membersihkan rumah adalah pekerjaanya. Jadi, ketika Seira pulang terlambat dia akan dimarahi karena pasti bibinya yang akan melakukan pekerjaan itu.
Padahal bibinya mempunyai dua anak, yang perempuan bernama Jelena, dan yang lelaki bernama Jefery. Namun mereka tak bisa apa-apa. Karena sudah terbiasa dilayani oleh Seira mereka tidak bisa memasak, bahkan sekedar meggoreng telur pun mereka tidak bisa.
Bibinya juga sangat malas melakukan sesuatu. Mereka itu tidak bekerja hanya hidup dengan mengandalkan uang angsuran kematian dari orang tua Seira. Juga dari harta kekayaan Seira, padahal Seira yang lebih berhak atas itu semua.
Orang tua Seira sudah meninggal tujuh tahun lalu karena kecelakaan. Dan satu-satunya saudara dekat orangtuanya adalah bibinya. Bibinya sangat semena-mena terhadapnya, rakus dan pelit adalah sifat aslinya.
Bahkan semua kekayaan Seira telah habis ditanganya. Rumah peninggalan orangtuanya bahkan sudah dijual untuk berfoya-foya. Uang untuk Seira sekolah pun diambilnya.
Bibinya besikukuh untuk Seira tetap tinggal bersamanya karena menginginkan harta perusahaan yang akan jatuh ketangan Seira sebentar lagi. Seira selama ini hanya diam saja akan kelakuan bibinya, dirinya tau bibinya hanya menginginkan hartanya saja. Seira tidak menginginkan hartanya itu.
Karena menurutnya punya harta sebanyak apapun kalau tidak bersama orang yang kau cintai tidaklah berarti.
...*****...
Pagi yang cerah tapi tidak untuk paginya Seira, bibinya masih tetap menguncinya dikamar. Tapi itu tak bertahan lama karena ada seorang pengacara yang biasa datang untuk memberikan uang bulanan ke pada Seira pagi itu.
Bibinya menyuruh Seira untuk cepat siap-siap kesekolah dan menemui pengacara itu dulu. Tentu saja dengan perilaku yang dibuat-buat. Setelah pengacara itu memberikan uang kepada Seira dan pamit undur diri, dengan cepat dirampasnya amplop itu dari tangan Seira.
Bibinya menyuruh Seira untuk cepat kesekolah. Dia mengancam Seira terlebih dahulu agar tidak pulang terlambat. Seira dengan semangat melangkahkan kaki menuju kesekolah.
Seira sampai disekolah masih pagi, karena biasanya dia akan terlambat dikarenakan harus mengurusi pekerjaan rumahnya dulu. Karena bibinya baru akan membiarkan dia berangkat kalau semua sudah beres, tidak peduli Seira telat ataupun tidak. Seira sekarang duduk di bangku akhir kelas tiga SMP, dan sebentar lagi akan ujian.
"Hai Ra, tumben berangkat pagi kesekolah." Sapa Serumi yang merupakan teman sebangku Seira.
Seira menarik kursi disebelah Serumi dan membalas sapaanya dengan ramah, "Hai juga Rumi, haha iya ini."
"Oh iya Ra, kalau nanti sudah lulus kamu mau masuk ke SMA mana?" Serumi membuka percakapan pagi mereka.
"Eum, enggak tahu Rumi masih dipikir-pikir. Kamu tahu kan kalau bibi nggak suka aku ngelanjutin lagi." Seira menjawab dengan memelankan suaranya. Tidak lupa tersenyum ketika anak-anak mulai masuk dan menyapanya.
"Tapi Ra, kamu itu pintar bisa pakai beasiswa juga kan?"
"Iya sih Rumi, nanti aku coba pikirkan. Kalau kamu bagai mana?"
"Aku pilih ditempat yang dekat aja dari panti kayaknya Ra hehe."
"Hem oke, tapi aku harap kita bisa sama-sama terus Rumi." Seira menatap Serumi dengan berharap, Serumi juga sebenarnya sama seperti Seira ingin mereka terus sama-sama tapi keadaanya tidak memungkinkan.
"Ya kamu tahu kan gimana keadaan aku. Aku nggak sepintar kamu Ra, tapi tenang kita masih bisa ketemu kok." Serumi menghibur Seira.
Mereka memang sering berbagi tentang kisah, Serumi adalah sahabat Seira dari kecil, tepatnya waktu Seira pindah kerumah bibinya. Dia orangya sangat lembut dan perhatian terhadapnya. Tentu semua kisah hidup Seira, dia sudah tahu dan begitupun sebaliknya.
Seira sangat bersyukur memiliki sahabat sepertinya. Serumi juga sama seperti Seira tidak mempunyai orangtua. Tapi bedanya Serumi dari kecil sudah tinggal dipanti. Mungkin itu yang membuat mereka menjadi dekat.
...*****...
Hujan sangat deras hari ini, dan dirumah mereka hanya mempunyai satu payung milik Jefery, dia sangat anti jika barangnya dipakai oleh orang lain apalagi itu Seira.
"Jangan berharap kau akan memakainya!" Jefery memelototi Seira dari arah ruang tv sambil memakan cemilannya.
Padahal Seira hanya akan keluar sebentar saja untuk membeli persediaan makanan mereka yang sudah menipis. Namun Jefery lagi-lagi melotot melihat Seira yang masih memandangi payungnya dan hujan secara bergantian.
"Aku lapar! Kenapa tidak ada makanan—minggir aku mau itu!" Teriak Jelena yang baru saja muncul dari arah dapur sambil ikut duduk dan merampas makanan Jefery, namun Jefery tidak menggubris malah menjauhkanya dan terjadilah aksi rebutan dua anak itu.
"Hei, hentikan kalian!" Kali ini bibinya muncul sambil menggaruk perutnya yang gatal. Melihat Seira mematung membuatnya kesal apalagi ditambah dua anaknya yang sedang bertengkar. "Dan kau kenapa masih berdiri disana! Cepat pergi beli bahan makanan!"
Tidak ada pilihan lain maka Seira merampas payung Jefery dan langsung lari menghindari teriakan kemarahan Jefery dari dalam rumah serta sumpah serapahnya.
"KEMBALIKAN DASAR ANAK SIAL! JANGAN HARAP KAU BISA SELAMAT NANTI!"
"Hei sudahlah duduk sini!" Perintah ibunya sambil ikut memakan cemilan dari tangan Jelena.
"Kapan sih anak bodoh itu mati. Kan lebih baik jika dia menyusul kedua orang tuanya sekalian!" Decih Jelena sambil mengganti saluran tv.
Ibunya menyeringai, "Dia masih berguna bodoh! Tunggulah sebentar lagi, kita akan mengusirnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Ahiko Chan
Tidak ada yang benar-benar bahagia, itu bukan manusia
2023-07-02
0
Jeslyyn Azy
Ada ya orang kaya gini
2023-06-25
1
Eva Saputri
Kasihan bgt
2023-06-18
1