Di dalam sebuah villa yang terletak di daerah bukit yang sunyi. Di dalam kamar beraroma apel, di bawah cahaya lampu yang remang-remang. Di atas tempat tidur berwarna pink, di atas sprei yanh tergerai rapi.
Angga duduk disana, matanya setengah tertutup, bulu matanya yang hitam sehitam tinta menghalangi bola mata hitamnya yang saat itu sedang berbinar-binar, ia sunggu menikmati momen itu. Bibirnya yang merah dan tipis terbuka pelan dengan hot.
Angga adalah seorang malaikat tampan yang terpahat sempurna, tubuhnya sempurna, pembawaanya menawan dan senyum di wajahnya selalu terlihat mempesona. Seorang perempuan sedang berjongkok di depannya, dengan lidahnya ia mencoba untuk memuaskan ***** pria itu, sambil mengeluarkan suara desahan yang *****.
"Aku ingin.." pinta perempuan itu.
Angga menunduk, dengan senyum sinis ia memegang dagu perempuan itu agar dia mendongak, "Kamu mau?"
"Iya"
"Hari ini aku agak lelah, lain kali saja ya", ucap Angga dengan agak kasar. Ia berdiri lalu masuk ke kamar mandi.
Hari ini ia tak mood. Angga meninggalkan sangkar emas lebih awal dari biasanya.
Setelah keluar dari sana, ia mengeluarkan handphone dan menelpon Nadine.
Tut...tut...tut... Nadine tak menjawab.
Angga tersenyum jahat, "Mau bikin aku marah ya?
Baikah!"
la lalu menelepon ke penginapan di pusat kota tempat Nadine tinggal.
Tu... Tut... Tut
Kesabarannya mulai habis.
Hallo." Terdengar suara linglung tak jelas dari pelayan perempuan di rumah itu, Friska.
"Mana nyonya?" tanya Angga dingin.
"Oh, tuan. Nyonya masih belum pulang hingga sekarang." Jawab Friska.
"Loh, malam ini kan dia gak bertugas? Pandangan mata Angga bersinar heran.
"lya benar."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Angga langsung memutuskan sambungan.
"Nadine, sejak kapan ia belajar nginap di luar rumah!" Angga mempercepat kecepatan mobilnya menuju rumah sakit.
..........
Sesampainya di rumah sakit, Nadine membuka laci dan mengambil handphonenya. Jam dua lewat tiga puluh satu menit ada panggilan telepon dari Angga. la lalu menyunggingkan senyum penuh luka. Tanpa menelepon balik, ia menaruh lagi handphonenya. Dari dalam laci ia mengambil plester dan alkohol.
Nadine lalu berjalan ke arah kaca sambil memiringkan lehernya. Ada luka kecil disana. Tanpa perlu melibatnya lebih seksama, agar lebih aman dan tidak terlihat orang lain, ia menempelkan plester di, atas luka itu.
Nadine kembali duduk di kursinya. la membasahi kapas dengan alkohol, lalu membersihkan luka di jari-jari tangannya dan menempelkan tiga buah plester.
Setelah melakukan itu semua ia berbaring dengan tenang di ranjang kantornya.
Pintu kantor tiba-tiba terbuka. Nadine kaget, ia langsung duduk lagi. Melihat Nadine ada di dalam, wajah Angga yang tadinya tegang langsung tersenyum, senyum yang sangat memikat hati.
Kedua tangan Angga dimasukkannya dalam saku celananya, dengan lambat ia berjalan maju, "Hari ini kan kau tidak bertugas, kenapa tidak tidur di rumah?"
Nadine melihat di lehernya ada bekas ******, rupanya dia habis 'main' diluar!
"Ngapain kau kesini?" Nadine balik tanya. la memakai sepatunya, lalu berdiri.
"Habis lewat saja." Kata Angga santai, ia melihat plester di leher Nadine.
Wajahnya yang tampan itu kemudian menyunggingkan senyum mengejek, "Nadine, sejak
kapan kau belajar melukai diri sendiri?"
Nadine melotot melihat sikap santai Angga ini, di wajah pria itu tak ada sedikitpun simpati atau perasaan malu, seakan pria itu sama sekali tạk pernah berselingkuh, seakan ia tak pernah main diluar dengan perempuan lain hingga perempuan tersebut hamil. Hati
Nadine mulai bergejolak marah, sorot matanya berubah tajam.
"lya, memang aku melukai diriku sendiri! Tapi rasa sakit ini tidak sebanding dengan rasa sakit karena kau main di luar.."
Belum selesai Nadine menyelesaikan perkataannya, Angga menjulurkan tangan melepaskan plester di lehernya. Nådine langsung merasakan sakit di kulit lehernya akibat perbuatan pria itu. Sangat sakit hingga ke ubun-ubun sehingga perkataannya barusan seakan dipotong paksa.
Nadine hanya bisa diam, pandangan matanya seakan kabur. Angga mengamati lehernya yang putih itu, ia langsung merasa aneh.
Di lehermu sama sekali tak ada bekas luka. Nadine, luka dihatimu şepertinya terlalu dalam. Bagaimanapun si jelek berakting di depan kamera, sebagus apapun aktingnya, tetap saja
ia jelek." Sindir Angga.
Hati Nadine kesal mendengarnya, ia tak ingin lagi berbicara dengan pria ini, "Kau boleh pergi sekarang Ucap Nadine tanpa basa-basi.
Sorot mata Angga langsung bersinar tajam.
la memegang dağu Nadine, lalu mendorong Nadine duduk di ranjang. Dengan wajah dingin ia menatap lekat-lekat wanita itu, dan menyindir, "Tahu kenapa aku seperti ini padamu?"
Nadine menggigit bibir tanpa mengatakan apapun. la hanya balik menatap lekat-lekat Angga. Hatinya seakan 'ditampar oleh senar gitar yang sedang dimainkan, sangat sakit itulah yang dirasakannya sekarang. Ingin rasanya Nadine melupakan segala sikap kejam dan tak berperi kemanusiąan yang dilakukan Angga selama ini, di dalam otaknya agar hatinya bisa tenang, hingga rasa sakitnya hilang.
Melihat Nadine tak bersuara, Angga makin marah. la seakan tak bisa menyembunyikan rasa jijiknya pada Nadine, "Sikap angkuhmu ini membuat orang lain kesal, segala yang kau lakukan membuatku jijik denganmu."
Bulu mata Nadinę bergerak, air mata mulai membasahi matanya, membuat pandangannya menjadi agak kabur. Tapi Nadine menatap lekat-lekat Angga, ia mencoba unțuk menahan tangisnya, tapi ia pun tak melawan. Dadanya terasa sesak.
"Tahukah kau, kenapa aku yang sudah tahu kau benci denganku masih mau menikah denganmu?" Nadine balik tanya.
Angga terdiam sejenak, ia mengangkat alisnya sambil terus mengamati Nadine.
Nadine menyunggingkan senyum, senyum yang manis semanis bunga teratai. Senyum yang sangat cantik hingga membuat semua mahluk yang melihatnya terpana, bahkan mampu membuat tembok pertahanan sebuah kota runtuh. Anggapun mulai sedikit terhanyut
oleh senyunnya ini.
"Karena aku ingin lihat kau menderita. Kau dan selingkuhanmu itu dulu sudah menculikku. Aku memang tidak punya bukti, makanya aku ingin membawamu mati bersamaku." Kata Nadine tanpa keraguan sedikitpun.
Angga menampar wajahnya.
"Setelah mendapat surat balasan dari pengacaraku, aku pastikan kita akan bercerai. Ingin mati bersama ya, mimpi saja kau!" Kata Angga tanpa belas kasinan.
Angga berbalik. Dari meja Nadine ia mengambil selembar tissue, lalu mengelap tangannya dengan kasar, seakan habis menyentuh benda kotor. la lalu menggulung tissue itu menjadi sebuah bola, lalu membuangnya ke tong sampah. Kemudian Angga berbalik dengan cepat berjalan menuju pintu, membukanya, lalu berjalan keluar. Terdengar suara pintu dibanting setelahnya.
Nadine menatap lekat-lekat pintu yang tertutup rapat itu. la duduk di ranjangnya, matanya mulai basah. la berbaring kembali di ranjang tersebut, lalu menutup mata. Rasa sakit yang dirasakan dadanya mulai muncul kembali.
Nadine pernah mencintai Angga dengan sepenuh hati. Tapi cintanya ini tidak dianggap oleh pria itu. Yang ingin menikahmya adalah Angga, yang mengkhianatinya adalah Angga, yang ingin bercerai dengannya juga adalah Angga. Nadine benar-benar merasa seperti badut yang jelek, yang saat beraksi membuat orang lain tertawa terbahak-bahak.
Luka di hati Nadine makin terasa sakit, membuatnya tak bisa bernapas. la meringkuk dengan erat memeluk tubuhnya sendiri, seakan ingin menghirup kehangatan dari tubuhnya sendiri agar dirinya tak mati kedinginan. Tapi tetap Nadine tak bisa tidur hingga matahari
bersinar terang.
............
Di markasnya, Radit sedang membaca dokumen yang diserahkan oleh Dodi. la mengangkat alisnya, bola matanya yang jernih bersiñar sedih. Ia tak menyangka, Nadine setelah menikah akan mengalami hal-hal yang menyakitkan séperti ini.
Nadine dan suaminya tinggål terpisah, hubungan mereka sangat tak baik, ibu Nadine masuk ke rumah sakit jiwa. Selingkuhan suami Nadine berjumlah 16 orang, dua setengah bulan ganti sekali.
Radit mènutup dokumen itu, lalu memberi perintah pada Dodi, Pergi dan informasikan kepada dekan disana untuk naik pangkat dia menjadi wakil direktur."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments