Para penjahat itu juga ketakutan melihat perbuatan Nadine ini, mereka mematung di tempatnya tanpa berkata apa-apa.
Nadine tersenyum mengejek, matanya bersinar liar, "Kemarilah. Toh kalau aku sudah mati, kalianlah yang bertanggung jawab menguburku."
Sudah jelas ini adalah kematian yang 'sembarangan'. Suasana disana terasa dingin. Pandangan mata Radit suram selama beberapa menit, ia terus menatap lekat-lekat Nadine.
"Bos, aku ingin ia mati!" kata penjahat berambut kuning itu sambil mengepalkan tinju.
Penjahat yang berusia lanjut itu berdiri. Nadine juga ikutan berdiri sambil berjalan mendekat ke arah penjahat berambut kuning itu. Suasana disana sangat mencekam ibarat telur di ujung tanduk, disenggol sedikt saja akan langsung peçah.
Penjahat berusia lanjut itu bergetar oleh kéberanian Nadine, ia mengarahkan pistol ke arahnya, "Jangan kemari!".
Nadine tersenyum sinis Pandangan matanya lalu menangkap sosok Radit diluar, la terdlam.
"Aku mau keWc dulu, boleh kan?"Kata Nadine cepat.
"WC nya di lantai atas." Kata pria berumur itu dengan
hati-hati.
"Kalian sebenarnya tidak akan bisa kabur. Diluar sudah ada puluhan tentara yang sedang mengarahkan pistolnya tepat pada kalian." Ucap Nadine sambil menggerakkan kepalanya ke arah jendela.
Penjahat berusia lanjut itu terdiam, ia segera berjalan ke jendela. Dengan berhati-hati, ia melihat keluar. Nadine menggunakan kesempatan ini untuk kabur melalui pintu kamar. Penjahat berusia lanjut itu sadar dirinya telah dibohongi. la mengangkat pistol dan
menembak ke arah kaki Nadine. Tapi Radit lebih cepat, ia menarik lengan Nadine. Nadine pun terjatuh dalam pelukannya, tubuhnya tertarik ke luar kamar.
Penjahat yang melihat Radit di dalam rumah itu lagi merasa terancam. Sadar akan adanya bahaya, mereka menembak ke arah Radit. Sambil menutupi kepala Nadine, dengan cekatan Radit menjatuhkan dirinya ke lantai. Gerakan ini sangat berbahaya, tapi kepala Nadine
yang terjatuh di tangannýa Radit tidak terasa sakit sedikitpun.
Kedua kaki Radit 'memagari tubuh Nadine, napasnya yang hangat mengenai wajalh wanita itu. Nadine menatap mata Radit, mata yang 'seluas alam semesta itu. Menataphya seperti ini, membuat wanita itu seakan dapat melupakan semua kepahitan dan kesulitan yang
dialaminya serta, luka hatinya yang begitu dalam.
"Kenapa kamu datang lagi?" Tanya Nadine.
la langsung merasa dirinya terlalu banyak bertanya.
Mereka itu tentara yang melindungi masyarakat, itu adalah tugas mereka.
"Kamu berbaring saja disini, di dekat sofa. Jangan bergerak, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjamin keamananmu." Janji Radit.
Nadine melihatnya seperti seekor serigala yang sudah siap untuk berburu. Dengan cepat Radit berlindung di belakang sebuah dinding. Penjahat yang tidak berhasil membunuhnya itu kembali menembakkan pistol ke arahnya. Nadine rmendengar suara tembakan yang nyaring di telinganya. Batu di atas dinding serta kulit luar dinding tersebut mulai berjatuhan, tapi Radit sama sekali tidak menyerah.
Penjahat yang berusia lanjut itu terus menembakkan pistolnya ke dinding tersebut iá berjalan merdekat. Nadine yang melihat ini mérasa, kalau tembakan seperti ini terus berlanjut, Radit bisa mati. Ia lalu melepaskan sepatunya, dan melemparnya keluar dari belakang sofa. Penjahat berambut kuning segera mengarahkan
tembakannya ke sofa.
Dor! Suara tembakan yang keras terdengar. Penjahat berambut kuning itu ternyata tertembak duluan. Setelah terhuyung sebentar, ia lalu terjatuh ke tanah. Penjahat
berusia lanjut mulai merasa terancam. la lalu melompat ke arah sofa. Tapi Radit lebih cepat, ia menarik Nadine masuk ke belakang lemari TV. Keduanya berjalan di
ruang yang kecil itu.
Radit mengarahkan tembakan ke luar agar penjahat itu tak mendekat, sementara Nadine mendongak menatap Radit. la tak menyangka, masih ada pria asing yang berusaha sekuat tenaga melindunginya seperti ini. Sementara suaminya sendiri yang seharusnya
melindunginya, saat ini sedang berselingkuh di luar sana.
Radit dapat merasakan dirinya ditatap, ia lalu menunduk menatap balik Nadine. Tapi tanpa sengája bibir mereka bersentuhan, keduanya merasa seperti disengat listrik, Radit lalu memalingkan wajahnya cepat agar berjarak lebih jauh dari Nadine, hatinya berdegup kencang. Nadine pun lalu'bersandar pada dinding. Angga saja tidak pernah berjarák sedekat in dengannya. Sebelum ia mati, tidak rugi juga kalau ia bisa mencium seorang jenderal yarg ganteng ini.
Penjahat itu menatap marah, lalu menembak ke arah TV. TV tersebut hancur, sosok Nadine dan Radit pun terlihat oleh penjahat itu. Tanpa berlama-lama, Radit berbalik badan untuk melindungi Nadine di belakanghya. Kepala Nadine didekapnya di dadanya, tubuh Radit saat itu ibarat perisai yang menjaga keselamatan Nadine. Dengan sigap ia mendekap Nadine dalam pelukannya, membuat Nadine merasa terlindungi.
Deg! Deg! Deg! Nadine mendengar suara detak jantung Radit yang kuat seperti bunyi drum. Aroma tubuhnya yang unik tercium di hidung Nadine. Sangat harum, sangat nyaman menghirupnya. Selama ini, Nadine tak pernah mengalami kehangatan dan ketenangan seperti sekarang. Luka yang tersimpan di hatinya selama
ini selalu menghantuinya kemana-mana, yaitu luka akibat dikhianati dan dibohongi Angga. Kalau hidupnya memang harus berakhir saat itu juga, seenggaknya sekarang ia bisa merasakan kehangatan yang memang selama ini didambakannya. Nadine menutup matanya, air keluar dari ujung matanya. Begitulah ia menangis diam diam dalam pelukan dan lindungan pría asing ini.
Tiba-tiba...
Dor! Dor! Terdengar dua kali suara tembakan!
Di bawah perintah Radit, 008 dat 101 yang bersembunyi di kegelapan sukses memusnahkan musuh itu. Meyeka kemudian keluar dari tempat
persembunyiannya untuk mengecek sebentar keadaan disana, kemudin kembali ke Radit, dan berkata hormat, "Lapor ketia, para musuh itu sudah di eksekusi."
Radit kemudian melepaskan Nadine.
Nadine pelan-pelan membuka mata, kemudian tersenyum, Tak sangka aku masih bisa hidup."
Radit heran, nada bicara Nadine ini justru terdengar kecewa. Radit merasa dadanya basah, ia menundukkan kepalanya, melihat bajunya memang sedikit basah. Dengan kaget ia menatap Nadine. Nadine kemudian berdiri. Kedua matanya yang besar dan cantik menatap Radit. Di dalam bola mata yang jernih itu, terdapat kehampaan yang sangat dalam, seperti suasana di
dalam air yang sunyi, tenang, dan dingin.
Radit juga berdiri, dengan khawatir ia bertanya, "Kamu tidak apa-apa?"
Nadine tersenyum, "Ketua melindungi dengan sangat baik. Aku tidak apa apa Tugasku sudah selesai, aku pulang dulu."
Nadine lalu berbąlik badan.
"Berikan nama dan nomor teleponmu. Saat kembali aku akan melapor, lalu memberikan penghargaan padamu." Wajah Radit datar, seakan ia sudah biasa melakukan prosedur' ini.
Tapi yang aneh adalah, sebenarnya hal-hal sederhana seperti in tidak perlu dilakukan olehnya, yang adalah seorang jenderal.
"Tak perlu. Memang sudah seharusnya kan kita harus bekerjasama dengan tentara." Nadine lalu menatap jam yang tertempel di dinding. Jam 2 lebih!
"Aku harus masuk kerja besok. Aku pergi dulu." Tanpa menunggu jawaban Radit, Nadine berjalan masuk ke kamar utama tadi untuk mengambil kotak P3Knya.
Radit berdiri di depan pintu, tubuhnya berdiiri tegak dan kaku disana sambil menatap Nadine suram. Nadine berjalan melewatinya, tanpa berkata apa apa lagi, ia membuka pintų lalu berjalan keluar.
Suasana dikamar itu kemudian berubah sunyi, seakan Nadine tidak pernah ada dişana. Sekali lagi Radit mengamati dadanya yang basah, perasaannya tak enak.
"008, 101. Ikuti dia, pastikan ia sampai kerumahnya dengan selamat, barulah kalian kembali padaku." Ucap Radit memberi perintah dengan tegas.
"Baik!" 008 dan 101 segere pargi.
Dodi menghembuskan napas lega, ia berjalan masuk lalu dengan hormat membungkuk di hadapan Radit.
"Lapor ketua, dengan perintah yang jelas dari ketua, misi berakhir dengan sempurna, 28 orang tentara dari tadi sudah bersiap diluar, mohon perintah ketua selanjutnya!"
"Kembalilah ke markas!" Ucap Radit singkat. la berjalan keluar.
Di bawah di sepanjang jalan, terlihat banyak tentara yang sudah siap untuk 'berperang'. Dengan tenang Radit masuk ke dalam sebuah mobil, duduk di bangku belakang. Mobil tersebut melewati Nadine. Radit otomatis melihat ke luar jendela, Nadine sambil
membawa kotak P3Knya berjalan kembali ke rumah sakit. Tubuhnya yang kecil terlihat lemah, dengan langkah santai ia melangkahkan kakinya.
"Dodi!" Teriak Radit.
"lya." Dodi langsung berpaling mendengar teriakan Radit.
"Cari tahu tentang kehidupan wanita tadi, aku ingin data yang lengkap." Perintah Radit dengan wajah dingin, sorot matanya suram.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Klara Rosita
Kereenn
2020-06-05
0
Ari Surini
bikin semakin penasaran aja
2020-05-04
0
Susi Ndut
radit udah cinta aja sma nadine.. 😍
2020-05-03
1