Malam ini seusai sholat isya Natasha termenung sembari menatap jaket seseorang yang saat ini ia pegang.
Ya, itu adalah jaket milik Levin, laki-laki yang membuatnya harus berurusan dengan Bianca.
Ia bingung, satu sisi ia telah menerima Levin sebagai temannya tetapi, sisi lain ia tak mau mendekati Levin karena Bianca. Bukan karena Natasha takut, ia hanya sangat malas untuk berurusan dengan perempuan tukang bully itu.
Dan sekarang ia tak tahu harus bagaimana.
Lagi-lagi hanya helaan napas yang keluar mewakili semuanya.
"Kenapa sih aku ketemu sama kamu, ngeselin tau nggak!" gumam Natasha lalu meletakkan jaket itu di tas sekolahnya agar besok tak tertinggal.
Natasha beralih duduk di sofa, pandangannya lagi-lagi tak sengaja melihat fotonya dengan Leon, lelaki yang dulu ia sayangi sampai sekarang dan ia sangat menantikan kehadirannya.
"Kamu tau Leon, aku kangen sama kamu. Aku kangen setiap kamu selalu berhasil nenangin aku dalam keadaan apapun," gumamnya dengan setitik bulir bening yang berhasil lolos dari mata indahnya.
Ya. Leon memang satu-satunya orang yang selalu bisa menenangkan dia, saat ia menangis karena sesuatu, bahkan sampai mengurung diri dan kedua orang tua Natasha bingung harus bagaimana, Leon dengan mudahnya membujuk dan menenangkan Natasha.
"Kenapa Leon, kenapa rindu ini curang, terus bertambah tanpa tau caranya berkurang. Aku benci rasa ini, rasa yang datang dan berulang kali tapi menciptakan rasa pedih di hati."
****
Pagi ini Natasha sudah berada di lorong menuju kelasnya. Namun, kebetulan dia melihat Levin yang sedang memainkan basket seorang diri. Ia pun berfikir untuk mengembalikan jaketnya saat itu juga.
Ia pun melangkah ke lapangan lebih dekat dengan Levin.
"Levin!" panggil Natasha.
Yang di panggil pun memberhentikan aktivitasnya kemudian menghampiri Natasha dengan senyum menawannya.
"Apa? Tumben pagi-pagi udah nyamperin gue? Kangen Lo?" goda Levin.
Jujur dengan ia benar-benar bisa melihat Levin lebih dekat seperti ini dan melihat keringatnya yang membasahi pelipisnya membuat Natasha terpaku dalam sesaat.
"Elah, bengong mulu!" ujar Levin sembari meniup mata Natasha yang membuat empunya spontan berkedip.
"Ish, bau tau!"
"Bohong banget Lo. Kenapa? Mau ngajakin gue sarapan?"
"Pd banget sih kamu, nih aku cuma mau balikin jaketnya. Makasih, assalamu'alaikum," ucap Natasha yang langsung ingin melangkah pergi.
Namun, hal yang sangat dibenci Natasha adalah ketika Levin selalu saja menyentuhnya. "Ck, aku udah bilang yang sopan!"
"Oh oke sorry gue reflek. Eum, gue cuma bilang makasih udah nyuciin. Oke gue anggap gue udah maafin Lo."
"Bagus deh, dan satu lagi, aku mau kamu nggak usah terlalu deket sama aku."
"Lho? Kenapa? Kitakan udah temenan."
"Aku cuma nggak mau dikira ngerusak hubungan orang. Lagi pun kita itu nggak saling kenal sebelumnya dan please kamu ngerti."
"Ini pasti masalah Bianca, kan? Lo tenang aja, gue udah nggak ada hubungan apapun sama dia, gue udah putusin dia!" bela Levin.
"Aku nggak mau tau, Vin. Intinya aku nggak mau kamu terlalu deket sama aku. Aku harap semua udah jelas, kamu boleh temenan sama aku tapi cukup sekedarnya. Ya udah aku ke kelas dulu," tutur Natasha yang mulai beranjak pergi.
Namun, baru beberapa langkah, Levin tak sengaja melihat sebuah bola yang melambung ke arah Natasha dan seketika membuatnya panik.
"Natasha awas!" pekik Levin.
Natasha langsung menoleh tepat ke arah bola tersebut dan ....
Buk!
"Arghhh!"
"Natasha!" Levin langsung berlari menghampiri Natasha dan memangku kepala perempuan itu.
"Nat, Lo nggak papa?" tanya Levin panik.
Natasha tak menjawab, kepalanya terus berdenyut pusing dan seketika ia merasakan cairan hangat keluar dari hidungnya.
"Astaga, Nat. Hidung lo!"
"Gue bawa Lo ke UKS, ya. Ayo!" Baru saja Levin ingin merangkul Natasha, perempuan itu justru mencegahnya.
"Vin jang-"
"Oke-oke gue paham. Duh temen Lo mana sih? Nah itu dia, Ana!" teriak Levin.
Ana yang merasa terpanggil langsung menoleh dan seketika bola matanya membulat sempurna saat melihat Natasha tak berdaya di pangkuan Levin.
"Natasha!"
Ana lari dan menghampiri mereka. "Levin! Kamu ngapain dia, hah? Kenapa sampai gini?"
"Udah nggak usah ngomel mulu. Ini dia keburu pingsan, Lo bawa dia ke UKS. Gue bakal cari orang yang beraninya ngelempar Natasha pake bola!" ujar Levin lalu mengambil bola tersebut kemudian melangkah ke area lapangan bola voli dengan aura marahnya.
"SIAPA YANG BERANI-BERANINYA NGELEMPAR BOLA INI?!" bentak Levin. Ia terlihat seperti ingin mengamuk.
Semuanya terdiam. Dan itu membuat Levin semakin geram.
"KALIAN SEMUA BISU, HAH?!"
"Gue yang lempar, kenapa? Masalah buat Lo?" sahut seseorang yang baru saja datang.
Bagas? Ternyata dia juga sekolah di sini? Batin Levin.
"Kenapa Lo diem? Lagian ngapain Lo marah? Yang kena kan bukan Lo tapi cewe itu, ngapain Lo yang repot. Oh atau cewek itu penyebab Lo tega ninggalin Bianca, ya? Banci!"
BUGH!
Satu pukulan berhasil mengenai rahang tegas laki-laki bernama Bagas itu.
"JAGA MULUT LO BRENGSEK! JANGAN PERNAH LO KAIT-KAITKAN NATASHA DENGAN BIANCA, GUE SAMA BIANCA UDAH NGGAK ADA HUBUNGAN APA-APA LAGI. DAN GUE NGGAK SUKA LO NYELAKAI NATASHA SEDIKIT PUN KAYA TADI!"
Bagas mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya kasar dan menatap Levin tajam. "DAN GUE JUGA NGGAK SUKA LO NYAKITIN BIANCA!" bentak Bagas.
"Kenapa? Lo masih suka sama Bianca? Ya udah sono ambil, sana balikan. Tapi kalau dia mau sama cowo brengsek kaya Lo! Tapi kalian cocok sih, sama sama agresif dan nggak tau diri!" cela Levin dengan nada sarkas.
Bugh!
Bugh!
"Kurangajar!"
Bugh!
Bugh!
Keduanya saling memukul, jika saja saat itu tidak ada guru BK mungkin keduanya tidak akan ada yang mengalah sama sekali.
...****************...
Di UKS Ana mengobati Natasha dengan telaten. Mimisannya pun sudah mulai berhenti dan Natasha juga sudah berganti kerudung menggunakan kerudung Ana yang ia bawa tadi.
"Kok kamu bisa gini, sih? Levin yang buat kamu gini?" tanya Ana lagi.
"Bukan, Ana. Bukan Levin. Aku juga nggak tau siapa yang lempar bola tiba-tiba ke arah aku. Dan sekarang Levin mana?"
"Ya mana aku tau. Tapi terakhir kali katanya dia mau cari orang yang ngelempar bola gitu. Terus pas aku tadi keluar nyari petugas UKS, banyak murid yang pada ngerumuni lapangan deh kaya ada yang berantem."
"Anterin aku nyari Levin yuk, Ana. Aku yakin pasti dia yang berantem," bujuk Natasha.
"Tap-"
"Please, An. Kali ini aja." Ana menghela napas pasrah kemudian mengangguk.
Keduanya keluar dan saat mereka berada tak jauh dari ruang BK, mata mereka menangkap dua orang dengan keadaan kacau dan wajah yang babak belur.
"Itu kan Levin sama Bagas anak IPS?" heboh Ana.
"Jangan-jangan yang ngelempar bolanya tadi Bagas. Waduh nyari masalah sama aku nih Nat kayanya."
Tanpa menjawab ucapan Ana Natasha mengikuti Levin dan Bagas yang dibimbing oleh Pak Tono guru BK ke lapangan upacara.
"Eh Natasha tunggu!"
Langkah Natasha terhenti saat melihat Levin dan Bagas berdiri dan hormat dengan kaki yang diangkat satu di depan tiang bendera.
"Jangan istirahat sebelum jam pelajaran pertama selesai!"
Natasha membelalakkan matanya mendengar perintah Pak Tono untuk dua laki-laki itu.
"Astaghfirullah, An. Aku ngerasa bersalah banget. Levin berantem dan akhirnya dihukum karna nyari orang yang ngelempar bola ke aku. Lagian ngapain sih mereka harus berantem?"
"Ya mana aku tau, Nat. Emang aku cenayang apa!"
"Udah, yuk. Kita ke kelas aja. 15 menit lagi masuk."
Natasha tampak ragu, ia tak tega melihat Levin seperti itu, apalagi dengan luka yang belum terobati tersebut.
"Tapi Levin gimana?"
Ana menatap sahabatnya ini tak percaya. "Kamu khawatir sama dia?"
"Ya bukan gitu tapi itukan salah aku, An."
"Ya udah entar aja pas jam istirahat. Kalau kita telat, kita juga dihukum nanti. Udah ayo!" bujuk Ana.
Natasha menatap Levin sekali lagi dan akhirnya mengangguk pasrah.
...****************...
Selama pelajaran berlangsung Natasha sama sekali tidak fokus. Ia khawatir dengan Levin. Entahlah dari mana rasa itu datang.
"Baiklah anak-anak, karna 5 menit lagi selesai saya rasa sampai sini saja. Silahkan istirahat, selamat siang!" ucap guru itu.
Tak tunggu lama, Natasha langsung dengan cepat keluar meninggalkan Ana yang malah ketiduran sedari tadi. Ia ke kantin membeli minum dan ke UKS mengambil kompres kemudian memutuskan untuk ke lapangan.
Langkah Natasha terhenti untuk mengatur napasnya agar kembali stabil setelah berlari. Ia melihat Levin yang sudah istirahat duduk di dekat sebuah pohon dekat sembari mengusap keringat di pelipisnya.
"Levin," panggil Natasha.
Levin mendongak dan langsung berdiri panik. "Kok Lo ada di sini, sih? Bukannya istirahat."
"Ck, aku udah nggak papa justru kamu yang kenapa-kenapa. Lihat, luka kamu banyak banget di wajah belum diobati, lagian kamu kenapa sih harus pake berantem kaya gitu? Ujung-ujungnya dihukum juga kan. Sok jagoan banget, untung kamu nggak diskors, cuma dihukum berdiri doang. Udah duduk aku obatin!" omel Natasha tanpa sadar.
Beda dengan Levin yang malah mematung dan memandang wajah marah Natasha tanpa berkedip. Seketika ia tersenyum, hatinya menghangat mendapat perhatian kecil dari Natasha, bahkan selama ia pacaran dengan Bianca, Bianca tak pernah sekhawatir ini.
"Ngapain senyum-senyum buruan duduk!" omel Natasha lagi. Levin hanya menurut kemudian duduk.
Natasha ikut duduk tetapi, tetap menjaga jarak. "Nih minum dulu," pintanya sembari mengulurkan sebotol air mineral.
"Gue seneng Lo khawatir dan perhatian gini."
Deg!
Mendengar itu jantung Natasha terasa terpompa lebih cepat. "A-apaan sih aku bukan khawatir tapi-"
"Tapi lo takut gue kenapa-kenapa, iyakan?" goda Levin.
"Ish diem ah levin!" cibir Natasha menahan malu.
Levin hanya terkekeh. "Lagian kamu kenapa sih kurang kerjaan banget pake berantem kaya gitu segala?"
"Karna gue nggak suka ada orang yang berani nyakitin perempuan gue."
Dua kata terakhir itu mampu membuat pipi Natasha terasa memanas dan merah. "Ngaco! Sejak kapan aku itu perempuan kamu. Ngawur deh," kesalnya.
"Kok ngawur sih, suka-suka gue lah,intinya gue nggak suka ada orang nyakitin lo!" tegas Levin.
Natasha menatap Levin. "Pipinya kok merah?" goda Levin disertai senyum jahil.
Buk!
"Awhh, galak banget sih!" ringis Levin saat lengannya dipukul dengan botol aqua tersebut.
"Udah ah diem, sini aku kompres luka kamu. Noleh sini!" Levin pun menoleh dengan senyum yang mengembang sedari tadi. Sedangkan Natasha dengan telaten mengompres luka itu dengan hati-hati agar dirinya tak bersentuhan dengan Levin serta mengabaikan laki-laki itu yang sedari tadi menatapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Happyy
😘😘😘
2021-01-22
0
xk_ekga
😆😆
2020-08-10
0