Saat ini Natasha beserta Levin sedang sibuk membersihkan kamar mandi siswa dan guru. Namun, sepertinya kesibukan itu hanya berlaku pada Natasha saja, sementara Levin hanya duduk santai sembari memainkan handphonenya.
Saat Natasha telah selesai membersihan kamar mandi perempuan, ia akan beralih membersihkan kamar mandi guru. Namun, sesaat ia baru saja melangkahkan kaki di ambang pintu, pandangannya teralih pada pel serta ember yang masih berada di tempat yang sama.
"Kamu nggak bersihin kamar mandinya?" tanya Natasha.
Levin hanya acuh dan menggeser ember itu dengan kakinya kearah Natasha. "Eh kok digeser ke sini, sih?"
"Kerjain!" jawab Levin dengan pandangan masih terarah pada benda pipih keluaran China itu.
"Kerjain? Enak aja kamu nyuruh-nyuruh aku gitu. Kamu itu laki-laki, harus bertanggung jawab, laki-laki apaan kalau gitu aja nggak bisa!" cerca Natasha.
"Gue kan murid baru di sini, dan Lo harus mencontohkan hal yang baik dengan rajin membersihkan semuanya, kan? Entar kalau gue udah paham baru gue yang ngerjain." ujar Levin.
"Apaan sih, nggak ada hubungannya kali. Lagian masa iya kamu ngepel aja nggak paham. Udah aku nggak mau, kalau dimarahin sama Bu Reni aku nggak mau ikutan!" ucap Natasha yang ingin berniat meninggalkan Levin.
Mendengar itu Levin langsung mencegah Natasha dengan mencekal tangannya. "Astagfirullah, lepasin! Kamu apaan sih nggak sopan banget?!" omel Natasha tak terima tangannya disentuh.
"Nggak sopan apanya? Gue kan cuma megang tangan Lo doang."
"Ya itu kamu nggak sopan. Aku sama kamu itu bukan muhrim, jadi jangan sentuh-sentuh. Udah lah kamu cepat bersihin, aku udah selesai nih, aku tunggu kamu di kamar mandi guru."
"Eh eh tunggu bentar napa sih, ke sananya bareng aja," ujar Levin.
"Manja banget sih! Enggak aku nggak mau terus berduaan sama kamu," tolak Natasha.
"Tapi ini gue beneran nggak bisa ngepel." keluh Levin.
"Ih nggak usah bohong deh. Tinggal maju mundur gitu doang, udah ya aku duluan," ucap Natasha yang kali ini benar-benar meninggalkan Levin sendiri.
"Ck, tuh cewek ngeselin banget sih!" cibirnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah selesai mengepel dan membersihkan kamar mandi guru, Natasha pun memilih melihat pekerjaan Levin tetapi, tiba-tiba ....
Bruk!
"Arghhh!" pekik Natasha yang merasakan tubuhnya terbentur dinding cukup kuat.
Byurr!
Ember berisi air itu ditendang oleh seseorang hingga membuat lantainya yang tadinya sudah bersih bahkan hampir kering kini kembali basah. "Ups, nggak sengaja nih," ujar orang tersebut sembari menutup mulutnya.
"Bianca kamu apa apaan, sih?! Aku udah bersihin dari tadi dan kamu seenaknya numpahin air ini?" kesalnya.
"Kok Lo nyalahin gue, sih? Gue kan udah bilang nggak sengaja."
"Terus ngapain kamu di sini?" tanya Natasha.
"Gue mau ketemu Lo!"
"Maaf aku nggak ada waktu, aku harus bersihin ini dulu," tutur Natasha yang kini mulai kembali mengepel.
Namun, Bianca justru merebut pel itu dan membantingnya. "Gue nggak suka diabaikan!" tegas Bianca.
"Dan aku nggak suka diganggu!" tekan Natasha balik.
"Apa Lo bilang? Nggak suka diganggu? Tapi Lo yang ngebuat gue pengen ganggu Lo!"
"Maksudnya apa? Aku nggak paham."
"Lo yang udah mancing amarah gue dengan Lo deketin Levin."
"Levin?" Perjelas Natasha dengan dahi yang tampak berkerut.
"Iya, murid baru itu!"
"Aku nggak deketin dia, dan aku nggak kenal sama dia. Lagipula kamu nggak ada hubungan sama dia, ngapain sih ngomong kaya gini ke aku?"
"Dia pacar gue, Nat! Gue nyuruh dia pindah ke sini buat deket sama gue bukan deket sama Lo!" tegas Bianca.
"Oh, oke!" balas Natasha cuek dan ketus sambil mengambil kembali pel itu seolah tak menghiraukan Bianca.
Merasa geram Bianca menumpahkan kembali ember dengan sisa air itu lagi. "Heh! Gue udah bilang gue nggak suka diabaikan."
"Mau kamu apa sih? Aku kan udah jawab, aku nggak kenal dan nggak dekat sama Levin itu. Aku berdua sama dia karna kami dihukum," jelas Natasha.
"Tapi gue nggak suka Lo kecentilan sama Levin! "
"Astagfirullah, Bianca. Maksud kamu apa ngomong gitu? Aku nggak pernah punya niatan kaya gitu, mungkin kamu kali," balas Natasha yang sudah muak dengan sikap Bianca.
Merasa tersinggung dengan perkataan Natasha, Bianca tak tinggal diam ia mendorong bahu perempuan itu hingga jatuh.
"Arghh!" ringisnya saat Natasha merasakan sakit pada tulang ekornya.
"Ingat baik-baik, jangan pernah deketin Levin, gue bakal ngelakuin hal lebih dari ini kalau Lo masih aja deketin dia!" tegas Bianca sembari menunjuk wajah Natasha.
"Bianca!" panggil seseorang dari arah belakang.
Keduanya pun mengalihkan pandangannya ke belakang. Dan kedua bola mata cokelat terang Natasha bertemu dengan bola mata hitam legam milik Levin. "Apa yang lo lakuin sama dia?" tanya Levin, suaranya terdengar dingin dan ketus.
Bianca tampak gugup sekaligus takut jika tatapan Levin telah berubah dingin seperti itu. "Aku nggak ngapa-ngapain, kok. Aku cuma mau ngasih pelajaran sama dia aja karna deketin kamu!" jawab Bianca.
"Tapi aku nggak suka kamu gini. Kamu tau kan aku nggak suka sama cewe yang bertingkah rendahan!" ujar Levin.
"Tapi-"
"Aku tunggu di taman. Aku mau ngomong sama kamu!" tegas Levin yang kini lebih dulu meninggalkan tempat itu lalu di susul oleh Bianca.
...****************...
Saat Natasha berada di kelas, terdengar suara nyaring sudah menyambut kedatangan Natasha. Ya, dialah Tasya Deviana Putri yang sering disapa Ana itu adalah sahabat Natasha sejak mereka menginjak sekolah menengah pertama.
"Ya Allah, Nat. Ini kok rok kamu basah gini kenapa?"
Natasha duduk di samping Ana dengan masih setia mengusap roknya dengan tisu. "Jatuh tadi di kamar mandi," jawabnya.
"Kok bisa sih?" tanya Ana lagi.
"Nggak papa kok. Kurang hati-hati aja tadi," jawab Natasha.
"Makanya dong kalau jalan itu hati-hati. Mikirin apa sih.?"
"Iya-iya, udah ah jangan berisik, sakit nih bokong."
Setelah perbincangan tadi, tak lama kemudian pandangan mereka terarah pada seorang guru yang masuk dengan seorang lelaki tampan mengekori nya di belakang.
"Selamat pagi anak-anak!" sapa guru itu.
"Pagi, Bu."
"Baiklah hari ini, di kelas ini akan kedatangan murid baru, silahkan perkenalkan diri kamu."
"Nama gue Levin, gue pindahan dari SMA Garuda Putih."
"Sudah cukup, Levin?" Levin mengangguk dengan pandangan mata terarah pada Natasha yang memilih menunduk fokus pada bukunya, sebenarnya Natasha sudah malas melihat tampang Levin lagi. Bahkan mendengar Levin akan satu kelas dengannya itu membuatnya ingin sekali pergi.
"Baiklah, silahkan duduk di bangku kosong itu!" ujar Bu Reni.
Levin pun dengan santai duduk di bangku yang tak dekat dengan Natasha. "Baiklah semuanya buka buku kimia kalian kita lanjutkan mencatat kemarin," ujar Bu Reni.
Saat Bu Reni mencatat di papan tulis, Levin secara diam-diam berdiri dan menghampiri perempuan berkaca mata yang duduk di belakang Natasha. "Eh Lo pindah dong ke belakang. Gue mau duduk di sini!" bisik Levin.
Perempuan itu pun hanya mengangguk dan Levin dengan senyum senangnya segera menduduki tempat tersebut. Sementara banyak murid perempuan yang melihatnya seakan iri karena Levin lebih memilihi duduk di dekat Natasha.
Natasha yang mulai mencatat, merasa dirinya seperti diperhatikan. Saat ia mendongak melihat ke kanan dan kiri, benar saja ia melihat hampir semua murid perempuan menatapnya tak suka.
Kenapa sama mereka? Batin Natasha heran.
Saat ia menoleh ke Ana, ia hanya mengangkat bahunya tidak tahu. "Ada apa sih, Ana?" bisik Natasha.
"Gue nggak tau. Tapi kayanya gara-gara itu deh," ujar Ana sambil menunjuk ke arah belakang Natasha menggunakan dagunya.
Saat Natasha ikut menoleh ke belakang, seketika ia terkejut melihat wajah Levin yang malah menopang dagunya dengan tangan serta melemparkan senyum manis pada Natasha.
"Kamu kok duduk di sini?" tanya Natasha berbisik.
"Kenapa?" tanya balik Levin.
Natasha hanya diam dan memilih kembali memperhatikan ke arah depan disertai dengusan kesal. "Ngeselin banget sih!" gumam Natasha.
Mendengar samar-samar gumaman Natasha, seketika Levin tersenyum dan menulis sesuatu di kertas kecil, kemudian ia lemparkan ke arah Natasha.
"Baca!" bisik Levin.
Natasha pun mengambil kertas itu dan membukanya.
Setelah membaca tersebut, lagi-lagi Natasha hanya mendengus kesal, ingin sekali ia pindah tempat sekarang juga. Namun, sepertinya tidak mungkin.
...****************...
Disiang yang terik itu Natasha hanya bisa beristigfar dengan pandangan memandang mobil putihnya yang tiba-tiba mogok. "Ya Allah ini kenapa lagi sih mobil? Apa karna udah lama nggak diservis, ya?" gumamnya.
Ia jadi menyesali karena menolak ajakan Ana untuk pulang bersamanya saja tadi. Namun, saat ia memegang bagian-bagian mobil depannya yang telah ia buka itu suara klakson motor dari seseorang membuat Natasha terkejut.
"Astagfirullah, siapa sih?" cibir Natasha.
Dan saat orang tersebut membuka helmnya, Natasha hanya mengalihkan pandangannya kesal. "Kenapa? Mobilnya mogok?" tanya Levin.
"Nggak!"
"Judes banget sih. Gue betulin ya, gue bisa kok benerin mobil," tawar Levin sembari turun dari motornya bersiap menolong Natasha.
"Nggak usah deh. Aku nggak mau cari masalah lagi sama Bianca. Kamu belum puas lihat aku dijatuhin sama dia?" kesal Natasha.
"Ya gue tau makanya gue mau nebus kesalahan Bianca sama Lo. Lagian Lo juga punya salah sama gue, Lo belum tanggung jawab soal jaket gue yang Lo kotorin, kan? " tutur Levin.
"Iya-iya aku bakal tanggung jawab. Sini jaketnya, aku cuciin!"
"Beneran?" tanya Levin.
"Iyalah udah sini!"
Levin pun menyerahkan jaketnya. "Ya udah gue benerin ya mobil Lo."
"Eh nggak usah kamu pulang aja. Aku bisa suruh Papa jemput," tolak Natasha.
"Lo kepala batu banget sih. Udah sono minggir ,gue benerin!" ucap Levin sembari mendorong pelan lengan Natasha.
"Ish, aku kan udah bilang jangan pernah sentuh-sentuh!" omel Natasha yang terlihat sangat kesal.
Sedangkan Levin mengerutkan dahinya bingung. "Dasar cewek aneh. Di mana-mana mana cewek pasti seneng disentuh sama cowok ganteng kaya gue!" celetuk Levin yang mulai mengotak-atik atik mesin mobil Natasha.
"Astagfirullah," gumamnya.
"Ngapain istighfar?" tanya Levin yang masih tak mengalihkan perhatiannya.
"Kamu pernah dengar hadits ini : Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda, Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.
( HR. Thabrani dalam mu'jam al kabir 20: 211, syaikh al albani mengatakan bahwa hadist ini shahih )."
Pandangan Levin memang masih setia menatap mesin-mesin itu. Namun, indera pendengarannya terfokus pada apa yang diucapkan Natasha. Selama hidupnya jujur ia tak pernah mendapatkan nasihat seperti ini, bahkan cara Natasha memberikannya dengan selembut dan seperlahan itu. Seketika sudut bibir Levin tertarik membentuk senyuman tipis.
"Kamu paham nggak?" tanya Natasha.
Levin terkekeh. "Iya-iya paham. Lo menarik juga ya," lontar Levin yang membuat Natasha tergelak bahkan sampai menolehkan pandangannya ke Levin.
"Menarik? Maksud kamu?" tanya Natasha.
"Ya Lo beda aja dari cewek lainnya. Gue boleh minta nomor telepon Lo?"
"Nggak! Dan maaf di sini tidak melayani pria modus!" tegas Natasha.
Levin kembali terkekeh, entah apa yang lucu. "Lucu banget sih Lo. Tapi kita bisa temenan kan?"
"Eum, boleh. Tapi saran aku sih kamu nggak usah terlalu dekat sama aku."
"Lho kenapa?" tanya Levin.
"Satu, aku sama kamu itu nggak saling kenal, bahkan kamu itu anak baru. Dua, aku harus menjaga pergaulanku dan tidak boleh terlalu bebas. Tiga, aku nggak mau cari masalah sama Bianca lagi. Aku capek sama dia yang selalu nuduh macem-macem," jelas Natasha.
"Oke-oke, aku terima itu. Nih dah siap mobilnya, coba Lo nyalain!"
Natasha mengangguk dan masuk ke mobilnya untuk menghidupkannya. Dan teryata berhasil yang membuat Natasha akhirnya bernapas lega sembari mengulas senyum manisnya. "Makasih ya, Vin. Ya udah kalau gitu aku duluan keburu sore. Assalamualaikum," pamitnya.
"Wa'alaikumu'sallam."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Happyy
💖💖💖
2021-01-22
0
xk_ekga
oke nih
2020-08-10
1