Pada siapa ia harus melontarkan serapah?
Tanah?
Lautan?
Waktu?
Atau Tuhan?
Tidak!
Bukan!
Walau telah kelabu dan nyaris pudar, sinar kewarasan masih tersisa di jiwanya yang telah luluh lantak.
Dihadapkan pada kehancuran yang merantai menjadi selaksa lara dan derita. Kebahagiaannya telah direnggut.
Dalam lemah, dalam keputusasaan, dengan hanya busana lusuh yang tersisa satu melekat di badan ... Nastya Jasmine menjatuhkan dirinya di tengah dua pusara yang baru saja menimbun tubuh ayah dan ibunya.
Di seberangnya--berdampingan dengan pusara sang ibu, adik laki-lakinya juga turut dikebumikan.
Bagaimana ia tak akan marah?
Bagaimana relungnya tak berteriak?
Ketika kehidupan terlampau menghakiminya dengan jatuhan hukum yang bahkan ia tak tahu ... apa salahnya!
---
Sebuah pesawat jatuh tanpa diduga menimpa perkampungan yang di mana Nastya Jasmine dan keluarganya tinggal.
Puluhan jiwa melayang membentuk kepedihan--termasuk kedua orang tua Jasmine beserta adik laki-lakinya yang juga turut menjadi korban.
Sekelimpung rumah-rumah hancur merenggut naungan tubuh-tubuh yang bernyawa--yang tersisa.
Jasmine selamat dari bencana, karena saat kejadian, ia tengah bergelut dengan pekerjaannya di sebuah perusahaan yang cukup jauh dari kediamannya.
....
Kaki Gunung Salak, Bogor - Jawa Barat.
Tempat di mana Nastya Jasmine dan keluarganya merangkai kehidupan mereka dari nol--semenjak dua tahun lalu. Setelah toko mebel milik ayahnya di Jakarta, musnah dilalap si jago merah tanpa diketaui apa penyebab pastinya hingga saat ini.
Kerugian besar membuat ekonomi keluarga Jasmine mencapai titik terendah kala itu. Kuliahnya terbelangkalai, sekolah adik laki-lakinya meninggalkan cicilan hutang dari biaya-biaya didik yang tak terbayarkan.
Hutang dan hutang di mana-mana, untuk menutupi kekurangan dan menyumpal lambung mereka yang meraung kelaparan.
Opsi terakhir, rumah sederhana mereka terpaksa dijual sang ayah untuk membayar hutang-hutang dan sisanya mereka gunakan untuk modal bisnis barunya di kota yang berbeda--Bogor.
Kehidupan mereka perlahan membaik di kota itu. Namun Jasmine memilih bekerja terlebih dahulu, sebelum meneruskan kuliahnya yang tertunda. Untuk tambah-tambah biaya pendidikan itu nantinya, agar tak terlalu membebankan orang tuanya, alasan Jasmine.
.....
Satu tahun berlalu ....
Duka kehilangan tak mungkin bisa terhapus di hati Nastya Jasmine begitu saja, semudah menjentik jari. Namun ia tak mungkin terus menerus bergelung dalam luka yang entah kapan akan mengering.
Jasmine harus tetap melanjutkan hidupnya.
PT. Sagarmas Duta Makmur.
Perusahaan berbasis Estate, yang juga menyediakan layanan penginapan berupa villa, hotel, dan suguhan indahnya lapangan golf yang memenuhi hampir di sehamparan bagian yang terdiri dari ratusan hektare tersebut.
Dan Jasmine bertengger di salah satu rantingnya--Hotel, sebagai Office Girl.
Tak mudah mendapatkan posisi bagus saat yang diandalkan hanya sehelai Ijazah SMA.
Jasmine memilih pindah tempat tinggal setelah 40 hari kepergian keluarganya ke alam baka.
Dan yang ia pilih adalah sebuah kamar kost kecil yang letaknya tak jauh dari perusahaan. Hunian mini itu memang kebanyakan diisi oleh para karyawan yang juga bekerja di tempat yang sama dengannya.
Selain menunggu renovasi rumah hasil uluran tangan pemerintah sangatlah lama menurut Jasmine, ia juga tak ingin terus bergumul dalam bayangan keluarganya yang hanya akan menjadi sayatan luka yang mungkin tak akan pernah pulih dalam hatinya--jika harus terus bertahan di tempat yang penuh kenangan itu.
Jasmine cukup bisa meluaskan hatinya setelah hidup seorang diri.
Ia menikmati pekerjaannya, walau hanya berteman dengan kain pel dan sapu setiap harinya. Namun sepertinya ada yang berbeda. Tragedi kehilangan itu membuatnya berubah menjadi sosok tertutup yang tak banyak berinteraksi dengan orang-orang yang dikenalnya di tempatnya bekerja.
Sulit dijelaskan.
.....
Sampai suatu masa ....
Sebuah tragedi kembali menyapanya.
Saat itu tepat pukul 21.00, Jasmine baru akan keluar setelah menghabiskan waktu lemburnya di tempat kerja.
Sebuah tas berukuran 30 x 20 sentimeter, telah apik ia selempangkan di pundaknya. Jasmine mulai berjalan menyusur jalanan sepi menuju bangunan kost yang berjarak sekitar 200 meter dari tempatnya bekerja.
Mulanya biasa-biasa saja. Jalanan cukup tenang dipijaknya. Sampai tiba langkahnya di sebuah kelokan sepi yang jaraknya masih setengah jalan dari arah bangunan kost-nya.
Jasmine memundurkan tubuhnya kaku. Diremasnya tali tas yang melingkar di depan dadanya. Wajahnya menegang ketakutan. Sebuah pemandangan mengerikan ditangkap penglihatannya. Tiga orang pria terlihat tengah menganiaya satu pria lainnya hingga terkapar di bawah kaki mereka.
"Ya, Tuhan, siapa mereka?" gumam Jasmine ketar-ketir. Tubuhnya mendadak gemetar tak terkendali. Buliran keringat menggelinding cepat melewati pelipisnya. Ia berharap orang-orang itu tak sampai melihatnya karena jarak mereka tak terlalu jauh. Jika ia memilih berbalik dan berlari, orang-orang itu pasti akan menangkapnya dengan mudah.
Lalu apa yang harus ia lakukan?
Akhirnya, pandangannya jatuh pada pohon yang berjarak sekitar kurang lebih satu meter di samping kirinya. Dengan hati-hati, agar tak menimbulkan pergerakan yang memancing orang-orang itu menangkap bayangannya, Jasmine menyelipkan tubuhnya ke balik pohon itu. Diameternya hanya setara dirinya, hingga cukup sulit bagi Jasmine untuk mengepaskan posisi bersembunyi di baliknya.
Terdengar erangan menyakitkan dari mulut pria yang dipukuli orang-orang ber-hoodie itu. Jasmine menutupi telinganya menggunakan kedua telapak tangan. Matanya ia pejamkan berpulas ringisan ngeri.
Dan kengerian itu semakin menjadi ketika seseorang menepuk pundaknya.
Mata Jasmine sontak terbuka lalu terbelakak.
Seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan, salah seorang pria berhoodie itu kini telah berdiri tepat di hadapannya. "Hay, Nona," sapa pria bertubuh tinggi itu ringan saja.
"Si-siapa, ka-kamu?"
Pria itu nampak menyeringai menanggapi pertanyaan Jasmine. "Apa pertunjukkan yang Nona liat tadi itu terlalu horor?"
Telapak tangan Jasmine meraba-raba pohon di belakangnya melalui sisian tubuhnya. Ia menggeser tubuhnya dalam gemetar. "Ng-nggak. Pe-permisi, aku mau le-lewat. A-aku mau pulang," tutur Jasmine tergagap.
"Oh, ya? Pulang? Mau kuantar?" Pria itu menawarkan. Sekilas tertangkap Jasmine, senyuman itu ... walaupun dalam keremangan--jujur saja, luar biasa menawan, ia mengakui.
"Ngg-nggak perlu! Rumah aku deket!" tolak Jasmine masih terbata seraya mengarahkan telunjuknya ke arah di mana kost-annya berada.
Si pria mengikuti sekilas arah pandangnya, lalu kembali menatapnya.
Tatapan yang mengerikan, kata hati Jasmine.
Namun tak sempat ia berkata lagi, seseorang membekap mulutnya dari belakang. Jasmine terkejut bukan kepalang. Telapak tangannya menimpal telapak kekar yang menyumpal mulutnya. Ia meronta-ronta dengan teriakan yang tentu saja hanya terdengar seperti orang tercekik.
Sedangkan pria di depannya, hanya diam dengan senyuman ringan. Kedua tangannya nampak tenang tersusup ke dalam saku hoodie yang berada tepat bersejajar dengan perutnya.
Tubuh Jasmine diseret paksa masuk ke dalam sebuah mobil yang dibawa ketiga pria itu. Lalu melaju meninggalkan sosok tubuh bersimbah darah yang terkapar di tepi jalan--hasil aniaya mereka.
Entah kesialan apalagi yang akan menyambut Jasmine di depan sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Danisha _ 2020
baru bab awal udah sial aja si jasmine 🤦♀
2022-05-12
0
NA_SaRi
Sini juga yak🤣
2022-05-11
0