Ana menarik nafas dalam kemudian ikut berjalan ke lantai bawah mengikuti daddy dan mommy nya.
Saat di pertengahan tangga Ana bisa melihat siluet Dave menggunakan stelan baju kantor di lapisi jas, terlihat rapi lengkap dengan jam tangan mewah yang melingkar menghiasi pergelangan tangan nya.
Sempurna! Satu kata definisi untuk penampilan Dave, wajah nya yang terkesan datar dan dingin semakin menambah aura kewibawaan nya.
Deg.
Tanpa sengaja Dave pun memandang ke arah Ana, dalam sepersekian detik kedua nya terlena dalam pandangan masing-masing.
Bukan hanya Ana, namun juga Dave menatap lekat wajah Ana dengan pandangan sulit di artikan.
"Sayang, cepat lah sedikit. Kasian Dave." Tegur Daddy Alex saat melihat Ana yang berhenti di tengah tangga.
Ana memang sempat terkesima dengan penampilan Dave, meski dia sudah pernah melihat Dave menggunakan baju kerja seperti sekarang, tetap tidak mengurangi rasa kagum nya dengan ketampanan Dave.
Andai di ruangan ini tidak ada mom dan daddy nya sudah di pastikan Ana akan berteriak memuji ketampanan Dave dan berlari mendekat ke arah nya. Sayangnya semua hanya menjadi angan karena Ana masih memiliki rasa malu apalagi di depan mom dan daddy nya.
"Ana." Tegur daddy nya lagi.
"I_ya, mom."
"Da_daddy maksudnya." Ana tersenyum canggung saat salah menyebut karena seja tadi pikiran dan mata nya hanya tertuju pada orang yang dia kagumi.
Sedangkan mommy hanya mengangguk tanda tak mempermasalahkan nya. "Ya sudah, cepat lah sarapan." Perintah sang mommy.
Ana yang sudah berada di dekat meja makan, bingung ingin duduk di mana karena tempat yang biasa dia duduki sudah lebih dulu di pakai Dave.
"Duduk sini, sayang. Di sebelah mommy." Mommy Jenni yang mengerti dengan kebingungan anak nya.
Akhirnya mereka makan dengan tenang, sesekali Ana menatap ke arah Dave yang masih setia dengan menikmati hidangan.
Sebenarnya sebelum berangkat Dave sudah sedikit memakan sarapan, namun karena tidak ingin berdebat dengan mom Jenni yang terus memaksa Dave ikut sarapan maka ia hanya menurut.
"Saya selesai." Dave bangkit dari tempat duduknya setelah melihat Ana juga sudah menyelesaikan sarapan nya dan ikut bangkit.
"Om, Tante, Kami berangkat." Dave berpamitan kepada kedua orang tua Ana dengan sopan.
"Tolong ajari anak saya dengan sabar. Terimakasih sudah mau membantu kami." Dad Alex tersenyum tulus pada Dave sembari menepuk bahu manusia es itu.
"Tidak pelru khawatir Om, saya akan berusaha mengajari Ana."
"Oke, saya percaya pada mu. Good luck." Seperti ingin melakukan pertandingan turnamen saja saat dad Alex memberikan support pada Dave.
Dave mengangguk saja. "Kalau begitu, kami berangkat." Setelah berpamitan lagi, keduanya berjalan beriringan.
Sangat serasi, yang satu terlihat cantik menawan dan yang satu lagi terlihat tampan penuh wibawa. Andai orang lain yang melihat tentu akan mengira kalau dua sejoli itu sepasang kekasih.
"Dave." Seperti biasa Ana yang lebih dulu membuka suara, mereka sama-sama sudah memasuki mobil.
"Hm." Hanya gumaman yang menjadi balasan Dave.
Dave memang selalu begitu, datar dan irit bicara. Sebenarnya bukan irit bicara, hanya saja orang nya yang memang sangat dingin seperti manusia jelmaan kutub Utara ini yang membuat nya jarang bicara karena enggan menanggapi lawan bicara nya.
"Ya ampun, Dave. Bisa tidak? Kau menjawab dengan benar saat orang memanggil mu?" Mulai lagi cerewet nya. Dave sudah bisa menebak dalam setiap detik nya akan di hadapi dengan suara cerewet dari gadis di samping nya.
"Kau itu benar-benar, ya? ihh ..." Ana kesal sendiri saat melihat wajah Dave yang tetap datar tanpa mau menatap ke arah nya. Pandangan nya hanya lurus ke depan dengan tangan nya yang sibuk menyalakan mesin.
Padahal ia sudah repot-repot dandan hanya untuk mencari perhatian Dave, kenyataan nya Dave sama sekali tak menatap ke arah nya.
Hanya tadi saat berada di tengah tangga, dalam beberapa detik Dave mampu menatap Ana tanpa kedip. Namun Ana tak tahu apa arti dari sorot mata tajam si kanebo kering ini.
"Dave, sebentar!" Ana sedikit menaikkan intonasi suara nya hingga berhasil membuat Dave menatap ke arah nya dan menghentikan tangan nya yang baru saja menyalakan mesin dan siap melajukan mobil.
Dave mengangkat dagu nya. "Apa?" Tanya nya masih dengan wajah datar.
"Sulit sekali, Dave. Aku tidak bisa memasang nya." Ana memperlihatkan dua sisi sabuk pengaman yang tidak berhasil ia rekatkan. Padahal itu memang akal-akalan Ana saja.
Tadi memang Ana sudah berharap Dave akan memasangkan sabuk pengaman seperti yang sering dad nya lakukan pada mommy.
Sayang nya si manusia dingin itu tidak peduli, maka dari itu Ana sengaja memanggil Dave agar laki-laki itu menoleh dan berinisiatif memasangkan sabuk.
Tapi memang sudah dasar nya si manusia jelmaan kutub Utara ini begitu dingin dan kaku, menjawab saja hanya menggunakan modal gumaman.
Apalagi memasangkan sabuk? itu hanya akan menjadi sebuah khayalan Ana.
"Eh!" Ana tersentak saat tubuh Dave berada di depan nya lalu tiba-tiba menempel pada nya, bahkan Dave terkesan sengaja menekan tubuh nya hingga menempel sempurna di depan tubuh Ana.
Semburat merah bersinar terang di pipi Ana. Jantung nya mulai tak bisa di kondisikan, terlebih saat hembusan nafas Dave yang seakan sengaja menerpa batang leher Ana hingga membuat tubuh nya meremang.
Ana tak bisa menatap ke arah Dave karena bisa dipastikan jika dia ikut menatap Dave, maka kedua wajah itu akan saling bersentuhan.
"Sudah." Suara datar nya mampu menggerakkan Ana untuk menoleh ke arah nya.
Cup...
Deg.
Jantung Ana sudah tidak aman lagi, Irama nya sudah tidak terkontrol. Sungguh, demi apapun ia takut tidak bisa menyelamatkan jantung nya.
Tubuhnya pun ikut membeku tak bisa melakukan pergerakan apapun saat dua benda kenyal itu kembali bertemu untuk yang kedua kali.
Bahkan Dave pun ikut terdiam di tempat, akhirnya sampai beberapa detik mereka membiarkan dua bibir itu saling menempel tanpa ada pergerakan lebih.
Wussshhh...
Huh! seakan angin muson barat kembali bertiup menerpa tubuh Ana hingga tidak lagi kesulitan bernapas saat Dave mulai melonggarkan tubuh nya.
Ia mulai bisa mengatur ritme jantung nya saat Dave sudah kembali ke tempat duduk.
Dave kembali melajukan mobil nya dengan ekspresi wajah khas nya. Tidak ada ekspresi canggung atau pun malu. Masih datar, sangat-sangat datar.
Sedangkan Ana sudah tak berani menatap Dave. Sepanjang perjalanan hanya bisa melihat ke arah jalan melalui kaca jendela di sebelah kirinya, sama sekali tak berani menatap ke kanan.
Jantung nya saja masih belum bisa sepenuh nya normal. Apalagi saat mengingat Indra peraba nya merasakan bibir kenyal Dave yang menempel sempurna di bibir nya.
Ahhh... rasanya ia sangat ingin berteriak keras untuk menetralkan rasa yang bergejolak di dada.
Bukan berteriak karena sedih, tapi ia justru menginginkan lebih.
Andai kesadaran sudah hilang ia pasti akan menyesaap untuk merasakan bibir itu, sayang nya Ana masih dalam keadaan sadar meski jantung nya tak baik-baik saja.
Dave, Eneng ketagihan bibir mu.
Ana minta bibir mu lagi boleh, Dave?🤣
...💙💙💙...
...TBC...
See you next chapter 👋🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
off
aaa ingin di cium juga sama ayang Ana 😂✌️😗
2022-12-01
1
༄༅⃟𝐐🦂⃟ᴘᷤɪᷤᴋᷫᴀᴄʜᴜ💙
waduh ana kamu kan sudah 2x tuh, aq kan belum, gantian dong 😚
2022-11-26
0
𝐙⃝🦜しÏA ιиɑ͜͡✦ᵉ𝆯⃟🚀ʰⁱᵃᵗᵘˢ
keduanya saling bertatapan...penuh arti dan makna yg dalam...ehemm
2022-11-25
1