Ditikungan rumah Yasmin, tempat biasa aku memarkir mobil, tampak teman polisnya juga tengah memarkir mobil.
"Kita bertemu lagi." katanya.
"Ya. Dan anda masih ke sini padahal ayahnya tidak menyukai anda," ucapku.
"Mas Qret, harusnya anda yang tidak usah ke sini lagi,"
"Kenapa?"
"Bukannya anda sudah merelakan hutang Yasmin?"
"Dari mana kau tahu?"
"Antara saya dan Yasmin tidak ada rahasia. Sejak SMA kami saling suka. Tapi jika kau berharap hutangmu dibayar, tenang saja, saya akan membayarnya!"
"Tidak perlu,"
"Harusnya anda kasihan pada Yasmin,"
"Maksudmu?"
"Kalau kau tetap memaksakan diri, Yasmin tidak akan bisa menolak. Apalagi kau mengantongi izin dari ayahnya. Tetapi anda harus sadar, bagaimana hidup Yasmin ke depannya. Ia wanita baik-baik, sementara anda? Semua orang tahu bahwa anda adalah seorag gengster. Punya bar. Jelas-jelas itu semua bertentangan dengan Yasmin. Dia tidak akan mau makan uang haram."
"Cukup!"
Harga diriku terasa diinjak-injak. Tetapi aku tidak bisa membela diri. Benarkah itu yang dirasakan oleh Yasmin. Benarkah ia mengizinkanku datang karena segan akan hutang ayahnya?
Niat untuk ke rumah Yasmin ku batalkan. Lalu aku berlalu, memacu mobil ke arah berlawanan. Iya, benar. Yasmin pasti tidak enak hati. Selama ini ia sudah terlihat cuek. Hanya menanggapi jika penting saja.
Yasmin adalah perempuan baik-baik. Ia gadis saleha. Seharusnya ia mendapatkan pasangan yang baik. Bukan lelaki berandal sepertiku.
Ahhhhhh. Mobil kuhentikan, tepat di sisi jembatan. Bayangan gadis itu muncul. Apa aku benar-benar tidak boleh berharap mendapatkannya?
Yasmin, engkau seperti sebuah mutiara, sementara aku kolam lumpur yang kotor dan bau. Aku memang tidak boleh egois, memaksakan diri mendapatkannya.
Tetapi bagaimana cara melupakan gadis bermata indah yang selalu sukses membuatku nyaman itu? Kini aku baru menyadari, aku mencintainya, sangat mencintainya.
***
Entah sudah berapa kali Wijaya datang ke rumahku. Ia juga membawa banyak hadiah mahal untukku. Terakhir ia membekukan ku sebuah mobil.
"Nak, kalau kau mau, aku bisa bangunkan bar yang lebih mewah untukmu!" ia mencoba merayuku.
Tetapi ku tolak mentah-mentah. Aku tidak butuh kemewahan. Ia kira semua orang akan luluh dengan uang banyak dan hadiah mahal?
Riana sampai melonjak kaget melihat Lamborghini seharga sepuluh milliar. Harga yang sangat fantastis untuk sebuah kendaraan.
"Ambil saja Qret," pinta Riana. "Nanti kita bisa jalan-jalan. Aku ingin merasakan naik mobil mewah."
"Tidak Riana," aku menolak. "Kenapa?"
"Kau tahu kan seberapa besar kenecianku padanya,"
Kedatangan berikutnya, Wijaya membawakan sertifikat gedung berlantai lima. Ia menghadiahkan untukku. Lagi-lagi aku menolak, tetapi kali ini Wijaya tidak ingin menyerah, ia sampai bersujud memohon di hadapanku.
"Hei, jangan begini!" aku mulai tidak nyaman. "Kau tahu, sikapmu yang seperti ini bisa membuat istrimu tahu tentang keberadaan kami. Apa kau mau ia menghancurkan hidup kami?" kini aku benar-benar habis kesabaran.
"Aku yang akan bertanggung jawab, nak,"
"Tidak!"
Keselamatan ibu sangatlah penting. Dulu, ia sudah membuktikan gagal menjaga ibu. Kini tidak akan kubiarkan terjadi untuk kedua kalinya.
***
Benar saja, sepandai-pandainya menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga. Pagi ini, aku sudah janji akan menemui ibu. Tetapi, saat memarkir mobil, tidak biasanya, ku lihat ada mobil lain yang parkir di sana.
Ku kira ada teman ibu yang datang. Saat berada di halaman, terdengar suara jeritan ibu. Buru-buru aku masuk dan tampaklah seorang perempuan paruh baya tengah menjambak rambut ibu. Perempuan itu datang bersama dua orang pengawalnya.
"Lepaskan!" aku berteriak, hendak menarik perempuan itu, tetapi dua pengawalnya menghadang ku.
Baku hantam tidak bisa dielakkan. Setelah dua orang pengawalnya jatuh tersungkur, barulah ku kejar perempuan yang berani menyerang ibuku.
"Anda?" ku hempaskan perempuan itu ke lantai hingga ia jatuh tersungkur.
"Kamu siapa?" tanyanya. "Ah, kamu pasti laki-laki peliharaannya, ya? Dasar perempuan ja****!"
"Jaga bicara anda, nyonya. Dia ibu saya. Asal Anda tahu, saya anaknya suami anda!" ucapku dengan bengis.
"Tidak mungkin!" ia terlihat terpukul dengan pengakuanku.
"Kalau tidak percaya, tanya suami anda!"
"Ba****!" ia hendak memukulku, tapi sekali tangkis, perempuan itu kembali tersungkur hingga membuat lengannya lecet. "Aku akan mengadukan kalian berdua ke kantor polisi agar kalian di penjara!" perempuan itu bangkit, dibantu dua orang pengawalnya.
"Laporkan saja agar semua orang tahu betapa berantakannya rumah tangga anda, nyonya!" aku menantang balik.
"Kau akan kubuat menyesal!"
"Jangan coba-coba mendekati ibu saya lagi atau anda juga akan menyesal!"
Perempuan itu pergi bersama dua orang pengawalnya. Kini aku langsung menghampiri ibu.
"Lihatlah apa yang dilakukan nenek sihir itu pada ibu?" beberapa luka lebam terlihat di wajah ibu. Kemarin suaminya, sekarang istrinya. Mereka memang pembuat masalah.
"Qret, ibu sangat takut," ibu memelukku erat. Tangisnya terdengar pilu. "Harus berapa lama lagi ibu hidup dalam ketakutan seperti ini?"
"Ibu tenang saja. Sekarang kita pulang ke rumah Qret. Di sana tidak akan ada lagi yang berani menyakiti ibu," ku sekarang air mata yang mengalir di pipinya.
"Lalu bagaimana dengan ayahmu, Qret?"
"Bu, sudahlah. Jangan memikirkannya lagi. Lihat luka ibu? Ini semua gara-gara dia. Sudah dibilang jangan gegabah, tapi dia tetap bertindak sesuka hati. Lupakan dia Bu,"
"Tidak Qret, ibu tidak bisa,"
Entah bagaimana caranya menjelaskan pada ibu, bahaya yang akan menimpa jika ibu terus mengikuti permainan yang diciptakan Wijaya. Lelaki itu tidak akan mendapatkan masalah apapun, berbeda dengan ibu yang aku yakin sekarang nyawanya dalam bahaya.
Makanya kuputuskan membawa ibu pulang, meski agak memaksa. Di jalan, kuhubungi Riana, minta tolong agar ia menyiapkan segalanya. Riana memang sudah biasa berada di rumahku meski ia tidak tinggal di sana.
"Qret, apakah perempuan miskin yang tidak mengenyam bangku sekolah seperti ibu tidak pantas untuk merasakan kebahagiaan?" tanya ibu, dengan kata berkaca-kaca, saat kami dalam perjalanan pulang.
"Semua orang berhak untuk bahagia, Bu. Hanya saja, kita harus memilih jalan bahagia itu, apakah sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan Tuhan."
"Qret, apa gadis itu yang mengatakannya padamu?"
"Ya Bu, Yasmin yang mengajarkan kepada Qret,"
"Lalu kapan kamu akan mengenalkannya pada ibu?"
"Bu," aku menepikan mobilnya. Bicara dari hati ke hati bersama ibu. "Putra Wijaya yang lain juga mendekati Yasmin, dia seorang kepala polisi. Tentu saja Yasmin ke yang pantas bersanding dengannya dari pada aku sebab aku hanyalah seorang penjahat dengan identitas yang tidak jelas."
"Qret, maafkan ibu," air mata ibu kembali meleleh. Kali ini terlihat jelas bahwa ibu menyesali semua kebodohannya di masa lalu. Sebab mengikuti nafsu, anak yang menjadi korbannya. "Harusnya ibu berpikir lagi sebelum menuruti keinginan setan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
Kustri
bangun saja swalayan qret
2021-05-10
0
Kustri
👉👉👉
2021-05-10
0
Nur Harahap
keren
2020-06-08
3