Kau bukan lelaki lemah, Qret. Selama ini kau bertahan dengan mengandalkan diri sendiri. Sekarangpun kau harus bisa. Meskipun mereka memukulmu bertubi-tubi. Jangan Menyerah. Lawan Qret, lawan!
Pikiranku semakin kacau saat serangan demi serangan dilancarkan oleh Wijaya dengan sangat cantik. Lelaki itu benar-benar licik. Aku nyaris tak bisa bernafas ketika ia terus menghadiahiku dengan teror-teror menakutkan. Ia benar-benar ingin menghabisiku.
"Qret, sudahlah. Sebaiknya kita mundur." pinta Riana, dengan air mata berlinang usai membuka paket berisi bangkai binatang yang dibungkus rapi.
Harusnya tidak kubiarkan Riana membukanya. Tadi tidak terpikir olehku Wijaya akan mengirimkan bingkisan menjijikkan seperti itu. Ku kira hanya paket biasa.
"Kau bicara apa? Aku tidak akan mau mundur!" ucapku.
"Qret, bisa saja ia menghabisimu. Kalau kau tetap keras kepala. Tak ada yang akan kau dapatkan!" Riana mulai marah.
"Lalu sekarang kita harus bagaimana?" pertanyaan Paman Rudi menyadarkanku bahwa tidak ada lagi yang bisa kuandalkan selain diri sendiri.
"Aku belum tahu, paman. Yang jelas aku belum punya dana lebih untuk membangun kembali bar." kataku.
"Lalu bagaimana dengan gaji pegawai?" tanya Rudi.
"Juga belum ada." kami sudah mencoba membangun kembali bar milikku dengan dana yang masih tersisa, tetapi kembali dihancurkan oleh Wijaya. Usaha ini memang dibangun tergesa-gesa, sebelumnya tidak terpikir olehku untuk menyimpan beberapa dana sebagai persiapan jika nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Inilah kelemahan ku dalam bisnis.
"Lalu bagaimana? Kau hanya punya tanah dan rumah ini?" ungkap Riana.
"Aku tetap tidak akan menjualnya!" ucapku, mantab.
"Lalu bagaimana cara membangun usaha kembali?" Riana terus mencecarku.
"Aku akan kembali jadi gangster! Menghancurkan Wijaya dengan caraku sendiri!" lirih, aku berucap.
Riana langsung protes. Lima tahun lalu kelompok itu sudah kububarkan. Atas arahan paman Rudi, setelah bisnis barku mulai memperlihatkan hasilnya. Sangat cukup untuk memberikan kehidupan mewah.
Memang selama jadi pemimpin gangster, hidupku berantakan. Meskipun bisnis bar sudah mulai jalan, tetapi tidak terlihat hasilnya. Preman-preman di bawah naunganku menghabiskan semua aset yang kumiliki. Itulah sebabnya paman Rudi benar-benar berharap agar aku membubarkannya.
***
Setelah lima tahun berpisah, aku kembali bertemu dengan Jack, ia dahulu adalah orang kepercayaanku sewaktu menjadi gangster. Jack selalu bisa ku andalkan. Tetapi saat aku memutuskan membubarkan geng kami, Jack memilih pergi karena kecewa. Padahal sudah kutawari bekerja di bar. Beberapa kali aku menghubunginya, Jack seolah menghindar. Setelah susah payah, akhirnya kini kami bertemu kembali.
"Kau masih ingat aku, Qret?" Jack menyindirku.
"Jack, aku ingin ruler dihidupi kembali." ucapku, menyebutkan nama geng kami.
"Kenapa?"
"Aku butuh ruler,"
Tawa Jack langsung pecah. Ia menyebutku tidak tahu diri. Hanya datang saat aku butuh. Iya, benar, aku memang butuh mereka. Tetapi bukan berarti aku memanfaatkan mereka. Saat geng kami bubar, seluruh anggotanya kutawari untuk bergabung dengan Bisnisku. Lima puluh persen menyambut tawaranku, sedangkan lebihnya memilih jalan sendiri, seperti Jack. Ada yang mendirikan geng lain, ada juga yang menjadi preman yang berdiri di atas kakinya sendiri.
"Kau kira kami bodoh, Qret?" cibir Jack.
"Kalau kau tidak mau, cukup menolak Jack. Jangan mencibirku!"
"Qret, sejak kau membubarkan geng kita, bagiku kau bukan saudaraku lagi. Kau tahu bagaimana nasib teman-teman kita lainnya? Mereka bahkan kini saling bermusuhan. Kau penyebabnya!"
Kala itu, rules memang berbeda dengan geng lainnya. Kami tidak hanya kumpulan anak-anak muda yang suka membuat onar seperti gengster lainnya. Kami saling bahu untuk mendapatkan apa yang kami inginkan. Kami anti untuk menyakiti orang-orang lemah, keonaran yang kami timbulkan di tempat-tempat orang-orang kaya yang jahat menurut kami.
Ikatan antara anggota juga sangat dekat. Satu sama lain saling mendoakan. Tetapi setelah bubar ada yang mencoba membuat rules baru menjadi beberapa kelompok sehingga terjadi persaingan. Menjadi yang paling kuasa.
"Aku tidak berharap mereka bermusuhan," kataku, bukan hanya untuk membela diri, tetapi seperti itulah isi hatiku yang sebenarnya. Bahkan ketika kami sudah berpisah pun, ketika ada mantan anggota rules yang meminta bantuan atau mencari pekerjaan pasti akan ku tolong karena bagiku mereka juga seperti saudara.
"Pergilah Qret, kau cari saja orang yang bisa menolongmu. Bukankah kau punya banyak uang. Kau bisa membayar siapapun. Tujuanmu sekarang uang kan? Bukan tentang persaudaraan!"
"Kau salah Jack. Aku mencari kalian karena aku sadar tidak ada yang lebih loyal dan solid ketimbang kalian."
"Heh, rayuanmu boleh juga!"
"Terserah kalau kau tak percaya. Lebih baik aku pergi."
"Ya, pergilah Qret. Akupun tidak butuh saudara macam kau hahaha!"
***
Brakk. Suara kaca pecah membangunkanku. Segera aku turun menuju lantai satu. Dua orang pembantu yang bekerja di rumah pun turut terbangun untuk melihat keributan tersebut.
Jendela depan pecah. Sekilas kulihat empat motor segera berlalu saat aku membuka pintu.
Sampai terang, aku tidak bisa tidur. Membayangkan, teror apalagi yang akan dikirimkan oleh Wijaya.
"Tuan, kenapa tidak memberitahu saya tentang teror semalam?" Deni yang baru datang segera menghampiriku.
"Kau sudah sarapan?" aku tidak ingin membahas kejadian semalam. Kepalaku rasanya sakit.
"Sudah tuan,"
"Berani sekali kau sarapan duluan, sementara aku sangat kelaparan!" aku mengoceh sembari berlalu menuju ruang makan. Sejak semalam pikiranku kacau. Hingga pagi, tidak bisa memejamkan mata.
"Tuan, apa sebaiknya kita laporkan kejadian ini ke polisi?" usul Deni.
"Kau bercanda? Tahu kan siapa Wijaya? Anaknya saja kepala polisi. Dia tidak akan tersentuh oleh hukum."
"Tidak ada salahnya dicoba, tuan. Kerugian kita sudah besar. Kita butuh uang, apalagi ...."
"Apa?"
"Hari ini seluruh karyawan harus digaji."
"Aghhhhh."
Aku membenamkan kepala di atas meja. Rasa laparnya terabaikan mengingat dana yang kami hitung sudah sangat minim.
"Cari Bimo sampai dapat, lalu temukan liontin ku!"
"Baik tuan!"
Langit berwarna cerah. Untuk membuang suntuk, kuputuskan jalan sebentar. Sementara Deni dan anak buah mencari Bimo yang sudah menghilangkan selama hampir satu bulan.
Lelaki itu sungguh terlalu, ia membiarkan putrinya menghadapi sendiri kondisi yang buruk ini. Ayah macam apa ia?
Yasmin. Tiba-tiba bayangan gadis itu muncul di benakku. Bagaimana aku bisa melupakannya. Ia pasti sangat ketakutan berat dan di penjara selama dua puluh empat jam. Aku harus ke kantor polisi untuk menemuinya. Akan ku keluarkan ia.
Motor ninja yang ku naikin terjatuh saat mobil jeep menyanyambarnya. Nyaris, mobil berikutnya menabrak. Untung saja ada mobil lain yang menyerempet mobil di belakangku.
"Cepat bangkit, Qret!" seseorang berteriak dari dalam mobil avanza yang ketiga.
Akupun bangkit, lalu mobil kedua menginjak gas sekencang mungkin. Sehingga hilang dari pandangan.
Dari dalam mobil avanza turun Jack bersama dua orang lainnya yang masih ku ingat betul. Mereka anggota rules.
"Jack!" pekikku. Hampir saja aku melonjak, tetapi tanganku terasa sakit.
"Separah inikah masalahmu?" tanya Jack.
"Ya. Mereka ingin membunuhku."
"Siapa?"
"Wijaya."
"Baik. Kita habisi dia."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
Yuni Odih Al Oza
Nyesel gw baru nemu ini
2021-05-18
0
Aini Malika
semangat.....NEXT
2020-11-29
0
Nur Harahap
keren author😊
2020-06-08
5