Bantuan Clayton

“Ra, kenapa sih? Perasaan dari tadi gak fokus deh? Lo sakit?’ tanya Susan sambil membereskan peralatan sekolah nya.

“Enggak San, cuma gue lagi lemes aja.” Gumam Naura pelan sambil merebahkan kepalanya di sisi meja dengan berbantal tangan.

“Lemes kenapa? Belum di semangatin ayank?” kata Susan dengan nada menyindir.

“Apaan sih, ayank ayank! ayam kali!” cetus Naura lagi lagi kembali memejamkan matanya.

“Eh Ra, bibir kamu kenapa?” tanya Susan lagi yang seolah baru tersadar ada sesuatu yang berbeda di wajah sahabat nya.

"Gapapa,” katanya sambil kembali menenggelamkan wajah nya di meja.

Semalaman ia tidak bisa tidur, hingga kini membuat matanya sangat mengantuk di tambah sakit di kepala nya yang semakin terasa berat untuk nya membuk mata. Berulang kali Susan mengajak nya untuk berbicara, namun Naura hanya terdiam dan hanya menanggapi nya sesekali itupun tidak dengan kata kata panjang.

Jam istirahat sudah hampir usai, Susan mengajak Naura untuk ke kantin namun ia tidak mau, ia ingin istirahat.

"Kamu yakin gak mau ke kantin?" tanya Susan memastikan. Dan Naura masih tetap menggelengkan kepala nya.

Naura memilih untuk pergi ke rooftop, menikmati sumilir angin mungkin bisa menenangkan pikiran nya. Ia ingin mencari tahu dimana orang tuanya, atau mungkin keluarga nya, namun dimana? Bagaimana? Berbagai pertanyaan muncul dalam benak nya, hingga saat getaran HP mengaihkan perhatian nya.

‘Halo Ra, kamu kemarin pulang? Kamu ketemu ayah lagi? Dia gak nyakitin kamu kan? Kenapa kamu gak bilang sama kakak kalau pulang? Kenapa—“’

“Kak, Naura gapapa. Ayah gak nyakitin Naura sama sekali, dan Naura baik baik saja. Kakak jangan lebay deh,” jawab Naura langsung memotong ucapan Daniel sambil terkekeh.

‘Iks, kamu ini, kakak khawatir sama kamu.’

“Iya kakak, Naura gapapa kok, udah kakak kerja lagi. Naura mau masuk kelas nih, udah bel.”

“Ya udah, kalau ada apa apa segera hubungi kakak yah.”

“Oke kak.” Naura segera mematikan sambungan telfon nya dan menghela nafas nya berat.

“Kenapa kamu suka sekali berbohong hem?” celetuk seorang laki laki yang netah sejak kapan berada di belakang nya.

“Clay!” pekik nya pelan, ia pun segera mengusap matanya memastiakn bahwa tidak ada lagi air mata di sana, “Kamu ngapain disini?”

“Ra, kamu mikirin Ken?” tanya Clay menatap sahabat nya.

“Enggak, aku gak ada mikirin dia, kenapa? Eh iya ya dia kenapa? Ko tumben grup sepi?’

Clay langsung menghela nafas nya berat dan sedikit mendengus, “Kamu menyukai nya?”

“Apaan sih Clay, jangan ngaco. Kita ini sahabat dan kedekatan ku sama Kang Rusuh itu ya cuma sahabat gak lebih.” Elak Naura dengan senyum lebar, “Jangan coba baca pikiran ku Clay, kamu bukan paranormal apalagi dukun. Jangan natap aku begitu!” seru Naura saat Clay malah menatap nya dengan tatapan yang sulit di mengerti.

“Kamu ingat kan, bagaimana awal kita bertemu dulu? Gak jarang aku lihat kamu nangis sendirian disini. Sudah hampir tiga tahun loh Ra, dan kamu masih begini saja.”

“Terus aku mesti gimana Clay?” tanya Naura lirih, “Aku lagi sedih, kamu tahu kan siapa aku? Kamu tahu bagaimana keluarga ku, aku sedih karena memikirkan itu, bukan mikirin si kang Rusuh. Tolong dong percaya, jangan maksa!”

“Kamu mau mencari keluarga kandung kamu?” tanya Clay langsung menatap Naura.

“Mau, tapi aku juga takut. Aku takut tidak sesuai dengan yang aku harapkan,” cicitnya pelan.

“Aku akan membantu mu,” kata Clay seketika membuat Naura langsung tersenyum. Naura sangat tahu siapa keluarga Arthajaya, tidak ada yang tidak bisa di lakukan oleh orang tuanya. Ia merasa sangat beruntung karena bisa berada di sekeliling orang orang baik dan selalu ada untuk nya.

“Tapi kalau menurut kamu itu akan menyakiti aku, tolong jangan beritahu aku tentang kebenaran nya, aku gak mau Clay.” Gumam Naura begitu lirih, "Lebih baik aku tidak tau sekalian, daripada tau tapi akan lebih menyakitkan."