Kediaman Tuan Agung Laksmana dan Marsya Aulia.
.
.
Pukul 05:00 pagi dini hari.
Aulia sedang duduk di lantai ruang tamu beralas hambal, di depan jasad tuan Agung dan Marsya dengan wajah tidak bisa di kenali karena terlalu banyak luka yang di dapatkan. Rasa sedih, hancur, hampa dan kekecewaan menyatu jadi satu dalam kenangan terus terlintas di kedua mata kosong Aulia.
Ramai suara sekeliling orang Aulia dengar, banyak orang memeluk tubuh Aulia kini berubah menjadi batu. Kedua mata, bibir, serta seluruh tubuh terus membungkam seolah tidak bisa di gerakkan. Aulia terus berpikir kenapa semua ini bisa terjadi begitu cepat, padahal malam itu Aulia masih sempat mendengar suara, senyum serta canda dari Tuan Agung dan Marsya sebelum berangkat pergi. Dan kenapa taun Agung dan Marsya meninggal seperti ini! siapa pelakunya dan apa maksudnya membuat tuan Agung dan Marsya terbaring di depannya tanpa nyawa seperti ini.
Aulia menggerakkan tubuhnya, tangan kanan Aulia ulurkan mendekati jasad tuan Agung dan Marsya, kedua mata kosong terus menatap tuan Agung dan Marsya tak bernyawa lagi.
“Pa….Ma!" panggil Aulia menggoyang tubuh tuan Agung sudah terbalut kain kafan, wajah di tutup kain selendang putih, “Kenapa Papa hanya tidur dan tidak menasehati ku seperti biasanya. Apa Papa sedang sakit?" tanya Aulia datar.
Ningrum mendekati Aulia, memegang kedua lengan Aulia. Cairan bening terus mengalir di wajahnya saat melihat Aulia seperti seseorang sedang depresi, "Aulia. Kamu harus terima kenyataan jika Papa dan Mama kamu sudah meninggal dunia.”
Aulia menyikut kedua tangan Ningrum, “Lepaskan!" Teriak Aulia. Kedua mata kosong menatap wajah Ningrum, “Papa dan Mama masih hidup, jadi aku harus membangunkan mereka. Mereka hanya terluka ringan sehingga wajahnya hanya bisa di tutup kain putih karena Papa dan Mama malu menunjukkan wajah mereka penuh luka seperti itu di depan kalian semua.”
Ningrum membuang wajahnya ke sisi kanan, “Hiks! Hiks! Hiks.”
Ningrum hanya bisa menangis dan menangis melihat Aulia terlihat depresi.
Aulia memeluk tubuh tuan Agung dan Marsya terasa dingin dan kaku, “Papa dan Mama hanya tidur sebentar saja kan? Papa dan Mama tidak akan meninggalkan Aulia untuk selamanya kan?”
Melihat Aulia sangat kacau, Andra hanya bisa mengepal erat kedua tangannya, bibir berdecak, alis mengerut, kedua mata memerah seperti menahan tangis dan juga amarah. Andra segera berdiri, mendekati Aulia masih memeluk tubuh tuan Agung dan Marsya. Andra menarik tubuh Aulia, tangan kanan melayang dan mendarat tepat di pipi kanan.
Plaaakk....
Semua orang yang hadir terkejut melihat perbuatan Andra menampar Aulia cukup keras. Mereka tak percaya jika Andra yang selalu melindungi Aulia menjadi ringan tangan.
Namun, tamparan itu menyadarkan Aulia akan semua kejadian pahit yang saat ini Aulia rasakan.
Wajah tertunduk, kedua mata membesar, tangan kanan memegang pipi kanan yang terdapat bekas tapak tangan Andra. Kedua mata Aulia kini mulai mengeluarkan cairan bening, bibir mulai bergerak.
“Sakit…sakit. Hiks! Hiks! Hiks!" teriak Aulia menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Andra.
Melihat Aulia menangis, anak buah tuan Agung, rekan kerja, Ningrum dan Tarjok ikut menangis. Mereka juga merasa sedih melihat tuan Agung dan Marsya meninggal seperti ini.
Andra membenamkan wajah Aulia di bidang dada kekar miliknya, tangan kanan membelai lembut punggung bergoyang karena terus menangis.
“Cup! Cup. Aulia. Kamu jangan menangis seperti ini. Om dan tante pasti sudah tenang di alam sana, sadar dan sabarnya Aulia jika semua ini adalah takdir dari Allah. Tentang kejadian yang menimpa kedua orang tua kamu sedang di selidiki siapa pelakunya. Kamu jangan kuatir.”
Aulia mengangguk pelan dalam dekapan bidang dada kekar milik Andra.
.
.
.
TPU.
Aulia, Ningrum dan Tarjok sedang berada di TPU. Di tengah ramainya orang yang menghadiri pemakaman, kedua mata Aulia beralih pandang dengan seorang wanita berdiri di bawah pohon. Wanita memakai baju serba hitam, dan selendang hitam menutup wajah, tak lupa kaca mata hitam melekat di wajahnya.
Aulia mengerutkan dahi, kedua mata menatap serius wanita yang kini sudah berbalik badan.
‘Siapa wanita tersebut, dan kenapa dirinya berdiri menjauh dari kerumunan yang datang,' batin Aulia bertanya sendiri.
“Mari kita pulang," ajak Ningrum memecah pikiran Aulia.
“Baik tante," sahut Aulia.
Aulia berbalik badan, kedua kaki mengikuti langkah tante Ningrum.
“Aku akan selalu menjaga kamu," ucap Andra tiba-tiba, tangan kanan menahan tangan kiri Aulia dari belakang dan membuat Aulia spontan menoleh kebelakang.
Aulia hanya mengulas senyum tipis, dan mengangguk.
Andra menggandeng tangan kanan Aulia, gandengan tangan hangat dari dirinya mengingatkan Aulia saat masih kecil. Aulia ingat saat Aulia sedang dijahili teman sekelas, tangan ini yang menggandeng dirinya dan menyemangati Aulia agar tidak takut dengan hal apa pun. Kali ini dia menggandeng tangan kanan Aulia dengan begitu hangat seperti dulu, membuat Aulia merasa nyaman dan tenang.
Sepanjang perjalanan pulang Aulia hanya diam. Aulia terus memandang jalan mereka lalui. Tarjok sesekali menolehkan wajahnya ke belakang, dan mulai mengajak Aulia berbicara.
“Aulia. Kamu mau makan apa nanti?” tanya Tarjok, kedua mata menatap Aulia dari kaca tengah spion tengah.
“Lagi tidak bernafsu makan Om.”
“Kalau kamu tidak mau makan, Om juga tidak akan makan biar kamu ada temannya.”
“Jangan seperti itu Om.” Sahut Aulia menatap serius wajah Tarjok dari belakang. Aulia menundukkan pandangannya, “Aku hanya tak ingin makan saat Papa dan Mama tidak duduk bersama ku.”
Ningrum mengambil tangan kanan Aulia, membelai lembut punggung tangan kanan, kedua mata menatap Aulia, “Aulia. Anggap saja tante Ningrum dan Om Tarjok adalah kedua Papa dan Mama kamu, seperti Papa dan Mama kamu menganggap Andra sebagai putra mereka.”
Aulia memalingkan wajahnya, kedua mata di penuhi cairan bening menatap jalan dari dalam kaca jendela mobil, “Aku masih tidak habis pikir jika Papa dan Mama sudah meninggalkan aku tanpa memarahi dan menghukum diriku," ucap Aulia lirih, tangan kanan memegang erat baju gaun hitam bagian depan, “Rasanya masih sakit. Dan siapa yang tega melakukan ini semua kepada Papa dan Mama?”
Tarjok, Ningrum dan Andra saling menatap. Mereka tidak bisa menjawab pertanyaan Aulia karena mereka juga masih mencari informasi siapa pelakunya.
TNingrum mengulas senyum tipis, tangan kanan membelai lembut bagian belakang rambut Aulia.
“Aulia. Apa kamu suka makan mie rebus?” tanya tante Ningrum mengalihkan suasana.
“Apa itu mie rebus tante?” tanya Aulia kembali.
“Selama ini kamu tinggal di mana Aulia, sehingga mie rebus saja kamu tidak tahu," ucap Andra menolehkan sedikit kepalanya kebelakang.
“Kadang di Paris, kadang di tanah air. Dan kini kembali ke tanah air," sahut Aulia polos.
Andra, Ningrum menepuk dahi secara bersamaan. Sedangkan Tarjok tertawa kecil, kedua tangan fokus memegang stir kemudi.
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Shandy
Sedih banget rasanya. 😭
2023-02-14
0
Inru
Sedih banget pasti, kehilangan mama dan papa secara bersamaan 😭
2022-10-13
0
Nindira
Semangat thor🤩😍
2022-10-10
0