Bab 1. Kembalinya Richardo
Kediaman keluarga Anggara, pagi itu.
Aruna Larasati atau yang lebih di kenal Nyonya Dicko. Wanita paruh baya yang garis-garis kecantikannya belum memudar itu tengah membantu memasangkan dasi di leher suaminya. Setelahnya ia membantu merapikan jas suaminya dengan senyuman yang hampir memenuhi seluruh wajahnya.
Sepasang mata teduh suaminya terus menatap parasnya tanpa ada rasa bosan. Semenjak dulu hingga kini masih seperti itu. Hampir tidak ada yang berubah. Hanya usia saja yang terus bertambah seiring perjalanan waktu.
Cinta dan kehangatan diantara sepasang suami istri itu masih sama sejak pernikahan beberapa puluh tahun yang lalu.
Sungguh cinta yang luar biasa. Ia masih terjaga apik meski rambut mulai memutih.
"Kenapa melihatku terus seperti itu? Apa matamu tidak bosan?" Pertanyaan yang sungguh lucu, dan selalu saja sama.
Bahkan jawabannya pun masih saja sama.
"Sampai mata ini menutup untuk selamanya, mata ini tidak akan pernah bosan memandangmu." Rayuan gombal seperti itu sudah sering terdengar sejak dulu hingga kini. Tetapi sepasang telinga Aruna pun tak pernah bosan mendengarnya.
"Hari ini putramu kembali dari petualangannya. Apa tidak bisa kamu kamu beri dia waktu luang sehari saja. Dia pasti kelelahan setelah kembali dari perjalanannya." Seorang ibu akan selalu membela anaknya. Tidak terkecuali dengan Aruna.
Sang putra yang ketahuan sering bermain wanita di negeri orang, membuat Dicko mengambil keputusan untuk segera memulangkannya ke Indonesia. Lalu memberinya hukuman dengan memberinya pekerjaan. Agar keseharian sang putra akan terus disibukkan dengan masalah pekerjaan. Bukan wanita.
Dicko tersenyum. "Tidak bisa. Aku harus jadi seorang ayah yang tegas di matanya." Lalu melabuhkan satu kecupan hangat di kening sang istri.
"Ayolah, Pa. Kasihanilah putra kita," rengek Aruna mengikuti langkah Dicko keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Dimana meja makan telah tertata rapi dengan beberapa menu spesial pagi ini.
Dicko menggeleng meski Aruna terus membujuk dengan memanggilnya Papa. Panggilan yang jarang terucap dari bibir Aruna selain Sayangku. Jika Aruna mulai memanggilnya seperti itu, itu artinya ada sesuatu yang diinginkan Aruna. Panggilan itu tidak lebih hanya untuk membujuknya saja. Agar ia mau memberikan keringanan terhadap sang putra.
Bujuk rayu Aruna tidak membuahkan hasil. Dicko tetap berada pada keputusannya untuk menghukum sang putra. Ia tak menggubris rengekan Aruna.
Bukan berarti ia tak sayang. Justru karena ia menyayangi sang putra. Ia hanya tak ingin putranya terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang tentunya akan membawa dampak buruk. Bukan hanya kepada keluarga tetapi juga pada putranya sendiri.
.
.
Di kediaman Danu Anggara. Di pagi yang sama.
Keluarga itu tampak terburu-buru. Bram berkali-kali melirik gelisah arloji di pergelangan tangan kirinya.
"Clara ... Papa ... Buruan. Kak Dicko sudah tiba di kantor. Persiapan penyambutannya sudah rampung. Sebentar lagi Richardo tiba di bandara," seru Bram tak sabaran.
Hari ini mereka akan menyambut kepulangan Richardo. Ponakan tercintanya itu sangat dekat dengannya. Richardo satu-satunya cucu lelaki yang akan menggantikan posisinya. Sesuai seperti wasiat Opa Danu. Dimana laki-laki yang akan menjadi penerus. Sementara Bram sendiri hanya memiliki seorang putri.
"Sabar sayang. Ini juga sudah siap dari tadi." Clara datang sambil menuntun ayah mertuanya yang berjalan lamban dengan tongkat sebagai alat bantu mertuanya berjalan.
"Kamu itu Bram, selalu saja tidak sabaran," ucap Opa Danu menimpali.
"Masalahnya, Pa. Kak Dicko sudah beberapa kali menghubungiku. Menanyakan apakah Papa sudah sampai di kantor."
"Katakan saja padanya, kita sudah dalam perjalanan ke sana. Bagaimana dengan Ardo. Apa cucu kesayangan Papa itu sudah tiba di bandara?" Sembari berjalan dengan dituntun Clara keluar rumah menuju mobil mereka yang terparkir di depan rumah. Dimana Bambang, sang supir setia telah menunggu.
"Pa, Papa juga punya cucu yang lain. Apa hanya Ardo cucu kesayangan Papa?" protes Bram sembari mengambil duduk di jok penumpang. Bersebelahan dengan Opa Danu. Sedangkan Clara mengambil duduk di depan.
Perlahan Bambang mulai menjalankan mobil. Meninggalkan kediaman itu.
"Leona juga cucu kesayangan Papa. Lalu ke mana cucu Papa yang satu itu? Sejak tadi Papa belum melihat dia."
"Dia sudah pergi dari tadi, Pa. Katanya dia mau ikut menjemput Ardo di bandara," sahut Clara. Menantu kedua keluarga Anggara.
Leona dan Ardo sudah sangat akrab sedari kecil. Kedua cucu Anggara tersebut sering dimanjakan Opa nya. Namun, walaupun begitu, mereka tidak seperti cucu kebanyakan. Meski terlahir dari keluarga berada, mereka masih suka membantu dan menolong sesama.
Leona adalah gadis yang cantik juga periang. Ramah, sedikit kecentilan, manja, tapi juga suka menolong. Sedangkan Ardo, sepupunya, entahlah dengan anak itu. Lama tinggal di luar negeri membuat sifatnya berubah. Bahkan taraf pergaulannya pun berubah seiring dengan perkembangan jaman.
.
.
The Royale Fashion Group.
Terlihat puluhan karyawan tengah berdiri berderet dari pintu masuk lobby kantor. Mereka tengah menunggu kedatangan seorang Richardo Anggara. Cucu penerus keluarga Anggara.
Kedatangannya telah dinanti semenjak berhembus kabar bahwa sang cucu akan kembali dan ikut ambil bagian di TRF. Sang ayah, Dicko, hendak menempatkannya di divisi Product Marketing bersama tim yang lain.
Menurut kabar yang berhembus, pria yang satu ini memiliki garis ketampanan yang menurun dari sang ayah. Karenanya, banyak dari para karyawan wanita yang tampil maksimal hari ini demi menyambut kedatangannya.
Tidak seperti karyawan wanita yang lain, ada salah seorang wanita yang tidak antusias bahkan tidak ingin ikut ambil bagian untuk menyambut kedatangan seorang Richardo.
Wanita itu bahkan datang terlambat. Ia berjalan kebingungan membelah deretan puluhan karyawan yang menatapnya aneh. Bahkan ada yang menegurnya terang-terangan.
"Hei, minggir kamu dari situ. Kami semua berdiri di sini bukan untuk menyambut kedatanganmu." Suara-suara itu jelas tertuju kepadanya.
"Dasar pemalas. Sudah datang terlambat, eh maunya disambut pula. Tidak tahu malu."
Wanita itu masih kebingungan saat tiba-tiba seseorang menarik pergelangan tangannya. Menariknya kasar, mengajaknya ikut berdiri dalam barisan karyawan.
"Ini ada apa sih? Kenapa semua orang berdiri di sini?" tanyanya bingung. Sembari menyapukan pandangannya ke sepanjang barisan.
"Hari ini katanya cucu Tuan Danu pulang dari Amerika. Makanya kita berdiri di sini untuk menyambutnya," sahut Reva. Teman satu divisinya.
"Oh, begitu ya. Tapi maaf deh, sepertinya aku tidak bisa. Aku ke ruangan saja. Lagipula masih ada banyak pekerjaan yang belum selesai kan?" Wanita itu lantas bergegas meninggalkan barisan tanpa mempedulikan teman yang memanggilnya.
"Eh, Glori. Glori tunggu dulu." Reva tidak bisa memanggilnya dengan suara kencang jika tidak ingin menjadi bahan olokan yang lain. Ia hanya bisa memanggil temannya dengan suara pelan.
"Aku bahkan belum bilang kalau cucu Tuan Danu itu adalah atasan baru kita. Glori ... Glori, apa sih yang bisa mengalihkan perhatian kamu sebentar. Kamu itu terlalu memforsir diri. Terlalu menyibukkan dirimu dengan pekerjaan." Reva hanya bisa bergumam sembari memandangi punggung wanita itu yang mulai menjauh.
Di depan pintu masuk, Danu Anggara baru saja tiba. Dengan dibantu Bambang pria tua itu turun dari mobil. Menyusul Bram dan Clara. Mereka bertiga berjalan membelah barisan karyawan. Semua karyawan setengah membungkuk sebagai tanda hormat.
Mereka lantas ikut bergabung bersama Dicko dan Aruna yang juga baru tiba beberapa saat yang lalu.
Tidak ada yang berubah, masih sama seperti puluhan tahun yang lalu. Teddy yang masih setia mendampingi Bram. Hingga Andre pun yang masih setia mendampingi Dicko. Mau bagaimana lagi, mereka telah nyaman bekerja bersama keluarga Anggara.
Beberapa saat kemudian ...
Di depan pintu masuk, Ferrari 488 Spider Red telah menepi. Semua pasang mata pun tertuju ke arah pintu masuk. Seorang satpam bergegas membukakan pintu mobil.
Dengan hati berdebar-debar, baik Aruna sebagai ibunya, Dicko sebagai ayahnya, Bram dan Clara sebagai uncle dan aunty nya, serta Opa Danu sebagai kakeknya, tengah menanti kedatangan seorang Richardo. Sudah lama mereka menantikan kepulangan cucu yang satu ini.
Setelah menyelesaikan studi, cucu yang satu ini tidak pernah pulang lagi ke negaranya. Hanya karena ia kedapatan sering bermain perempuan, sehingga sang ayah mengambil tindakan tegas. Dengan mengembalikannya ke negaranya sendiri.
Pintu mobil terbuka, semua pandangan tertuju ke arah mobil sport merah itu.
Namun agaknya tak seperti kabar yang berhembus. Seorang pria yang turun dari mobil itu bahkan tidak seperti yang diharapkan oleh banyak wanita.
Bahkan keluarga Anggara yang sedari tadi menunggu kedatangannya pun dibuat terkejut bukan kepalang. Bukan seorang pria tampan seperti yang di dengung dengungkan banyak wanita. Yang turun dari mobil itu melainkan seorang pria bertubuh jangkung dan berambut kribo. Lengkap dengan kacamata tebal yang membingkai wajahnya.
Pria jangkung itu berjalan penuh percaya diri membelah barisan karyawan. Hampir semua karyawan tertawa-tawa menyaksikan pemandangan itu. Tetapi tidak berani memperdengarkan tawanya.
Pria itu menghentikan langkahnya tepat di hadapan keluarga Anggara. Ia tak peduli meski puluhan karyawan tengah menertawainya. Ia hanya menjalankan perintah.
"Loh, Ardo ke mana? Kenapa malah kamu yang turun dari mobil? Kamu siapa?" Opa Danu langsung memberondongnya dengan pertanyaan.
Pria itu malah menampakkan cengiran lebarnya. "Saya teman nya Ardo Opa. Saya Donal."
"Benar-benar anak itu," geram Dicko menahan amarahnya.
"Sabar, sayang. Dia pasti ada di suatu tempat sekarang." Aruna mencoba menenangkan suaminya yang mulai diliputi amarah.
.
.
Sementara itu, di sebuah kamar hotel berbintang.
Di tengah ranjang king size, dua anak manusia berlainan jenis tengah berpacu memuaskan dahaga di jiwanya yang kian bergelora.
Dua desah berpadu di udara, memenuhi ruangan dengan nuansa putih. Senada dengan seprai yang kini terlihat acak-acakan itu.
Erangan panjang terdengar kala nikmat berpacu tercapai. Seorang pria tampan turun dari tempat tidur. Sembari melangkah menuju kamar mandi, ia berkata,
"Ambil cek yang ada diatas meja itu. Aku sudah membayarmu. Dan tugasmu sudah selesai. Sekarang pakai kembali pakaianmu dan tinggalkan tempat ini."
Wanita yang masih dalam keadaan tak berbusana itu tersenyum lebar.
"Thankyou Baby (terima kasih sayang)."
Wanita itu pun turun dar ranjang. Lekas ia mengenakan kembali pakaiannya. Setelahnya ia hendak melangkah ke pintu. Namun belum sempat wanita itu mengayunkan langkahnya, seseorang menerobos masuk dengan kasar.
"Dimana Kak Ardo?" tanya seorang gadis cantik dengan amarah yang meliputinya.
Bersambung
Assalamualaikum🙏
Author gak jelas ini bawa cerita receh untuk menghibur kalian. Jangan lupa tap love, like dan juga komennya ya☺️ Biar otor makin semangat update.
Salam😘
Otor Kawe
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
redmi Notetujuh
😂😂😂😂😂
2024-12-07
0
Mada
lagi bikin konten prang dia
2022-07-20
0
Dian Anggraeni
next
2022-06-30
0