"Suamiku Tidak Sesuai Ekspektasi Ku"

"Suamiku Tidak Sesuai Ekspektasi Ku"

Seandainya suamiku tidak egois

"Andi harus tinggal serumah dengan mu, kalau memang dia masih mau melanjutkan pendidikannya", kata ayah kepadaku.

Ucapan ayah itu kusampaikan kepada adikku dan suamiku, kebetulan dia tahu latar belakang adikku, yg hampir putus sekolah sampai kelas 3 SMA.

Karena peduli dengan masa depannya, aku mengurus kepindahan sekolah dari desa ke kota.

Akibat kebandalan adikku sehingga ia di pecat dari sekolah lama. Aku mengurus supaya ia bisa sekolah lagi setidaknya dia punya ijazah SMA. Dan mungkin lebih Di utamakan yang tamat SMA daripada tamat SMP.

Setelah tamat SMA dia iseng ikut test masuk perguruan tinggi negeri syukur akhirnya ia bisa lulus masuk perguruan tinggi negeri jurusan ekonomi keguruan. Adikku dan suamiku setuju untuk tinggal 1 rumah.

Adikku juga membawa adik sepupu dari kampung, jadilah kami tinggal serumah di rumah kontrakan dengan ke 2 adikku cowok.

"Andi, Tono bangun", aku terus mengetuk pintu kamar, agar adikku bangun karena ini sudah jam 7.00 pagi, mereka harus ke kampus.

Meraka ke kampus setiap Senin-Jumat dan masuk 8.00 pagi. jam 14.00 mereka kembali ke rumah, langsung ambil piring untuk makan siang.

Setelah itu' gubrak' tutup pintu, sampai pagi lagi untuk kembali melakukan rutinitas.

Keluar kamar hanya untuk mandi, ambil nasi untuk makan. Dan makan pun di dalam kamar, kamar sekali seminggu di sapu. Kebetulan mereka punya komputer yang sekalian bisa TV.

Sebulan berlalu, tidak ada komunikasi antara adikku dan suamiku.

Suamiku protes " aku seperti tidak dianggap di rumah ini, ntah cerita, atau tanya, atau apalah sekedar basa basi gimana supaya ada komunikasi" protes suamiku kepadaku.

Akupun menyampaikan itu kepada kedua adikku, adikku diam saja.

Keesokan harinya mereka coba komunikasi dengan suamiku, tapi suamiku hanya menjawab iya, tidak, dan tetap asik ke gamenya. suamiku sangat maniak game.

Dari pagi hingga larut malam, bahkan kadang sampai jam 3 pagi baru tidur, itupun kalau kuingat kan, makan dan mandi pun kadang telat karena terlalu asik main game.

Adikku malas dan merasa di cuekin, komunikasi kaku dan membosankan, mereka tidak mau mencoba komunikasi dengan suamiku.

Ada juga sepupu dari suamiku tinggal ngekos di sebelah rumah, mereka mau datang kerumah, suamiku bisa ketawa ketiwi, dan suamiku juga mau meninggalkan kan sebentar gamenya, pokoknya nyambung banget ngomongnya.

Kalau dengan adikku suami tidak mau membuat obrolan baru, gimana caranya supaya tidak kaku. Aku merasa suamiku egois tapi aku hanya diam saja.

Komunikasi mereka hanya sebatas kalau pulang kampus jam 14.00 " tok..tok..tok bang tolong buka pintu". Krek..k pintu di buka oleh suamiku. dan memang suamiku lagi main game di ruang tamu sambil duduk menghadap komputer.

Prang...piring berisi nasi harusnya tinggal di makan di lempar berantakan di lantai, suamiku marah.

Dan memang ke marahannya hanya di lampiaskan kepadaku, adikku di kamar.

Suamiku teriak sekencang kencangnya " Aku seperti tidak dianggap di rumah ini", mereka (kedua adikku), hanya makan, tidur, menyapu rumah tidak ada, cuci piring pun tidak, di kamar terus, nonton terus, arus listrik bolak balik, kau ajari itu, jangan mentang mentang cowok tidak bisa kerja.

Kami di keluarga ku cowokpun kerja", begitulah teriak suamiku.

Aku hanya berurai air mata, nangis ter isak isak, aku sedih dan terjepit antara adikku dan suamiku.

Mungkin karena kondisi suamiku yang pengangguran hanya berada di rumah. Aku setiap pagi harus kerja pulang sore, pagi kusiapkan makan pagi hingga makan siang.

Pulang kerja aku harus menyiapkan makan malam demikian rutinitasku setiap hari.

Padahal suamiku juga tidak ada menyapu atau cuci piring, Suami hanya duduk bermain game hingga sore, bahkan lanjut lagi sampai larut malam.

Aku yang melakukan rutinitas itu setiap pagi dan kalau pulang kerja kusapu rumah dan kusiapkan makan malam. Menapa suamiku yang keberatan?, aku hanya berpikir, ya sudahlah, asal kan adikku ini bisa tamat.

Tetapi keinginan suami, adikku harus ada kerja tetap kusampaikan, mereka pun setuju, pulang kampus mereka cuci piring, mencuci piring pagi tidak sempat karena buru buru harus ke kampus.

Kegiatan mencuci piring oleh adik adikku tidak juga membuat suamiku merasa nyaman. Tetap saja suamiku tempramental, ada ada saja kesalahan adik adikku.

Terlebih kalau di hari Minggu atau hari libur, kampus tidak ada perkuliahan. Adik-adikku seharian di rumah, kegiatan mencuci piring dilakukan adikku seperti biasanya, padahal suamiku inginnya mereka mencuci piring pagi hari.

"Kerja itung- itungan, apa susahnya cuci piring. Mengapa harus menunggu piring menumpuk, dan harus dicuci sore, apa tidak bisa langsung dicuci?", begitu protes suamiku kepadaku.

Akupun hanya diam, dalam hati berpikir, kenapa suamiku tidak bisa kompromi dengan hatinya.

Padahal Uang rumah dan uang makan adikku dibayar setiap bulan oleh ayahku. Mengapa dia tidak mengganggap adikku orang yang ngekos di rumah, supaya dia tidak merasa tertekan batin.

Uang makan dari 2 orang adikku sangat membantu ekonomi keluarga karena suamiku sendiri tidak kerja hanya mengandalkan gajiku yang tidak seberapa, padahal harus menutupi uang rokoknya 1-2 bungkus/hari.

kring...kring bunyi telpon hp, panggilan telpon dari mertuaku perempuan.

"Gimana sudah isi atau belum?"tanya mertuaku kepada ku.

"belum Bu, sabarlah, mungkin Tuhan belum kasih" jawabku kepadanya

6 bulan pernikahanku, aku belum juga hamil. Aku merasa itu mungkin ada hubungannya dengan tekanan batin atas tempramentalnya suamiku kepada adik adikku.

Kalau suamiku marah, ada ada saja yang melayang, kondisi yang seperti itu kadang membuatku selalu menangis. Di tempat kerja aku juga sangat keletihan.

Aku bekerja di pabrik cat dengan profesi sebagai admin gudang, harus cek stok mana yang kurang dan perlu di tambah, cek in/out barang yang diangkut supir.

"Akupun tak tau kenapa aku belum hamil, mungkin belum waktunya saja", guman ku dalam hati.

Suamiku tidak bisa paham perasaan ku, harusnya dia peka, jangan terlalu banyak protes mengenai adikku.

Karena Bagaimanapun, aku pasti tersinggung kalau suamiku protes mengenai sifat adikku, bukan membela adikku sih.

Maksudnya kok suamiku tidak bisa lebih pengertian dan berlapang dada mau menerima kekurangan adikku.

Padahal suamiku adalah anak pertama dari 6 bersaudara, apa dia tidak mikir suatu saat pun akan tiba giliran adiknya nantinya akan tinggal dengannya.

Sekarang mungkin ini adalah giliran aku, toh adikku hanya Andi seorang. Sungguh suamiku tidak berpikiran kedepan, gimana nanti kalau adiknya yang tinggal serumah dengan kami, apa dia bisa memaksakan kehendaknya?

Adikku pun merasa tidak nyaman dengan suasana di rumah, karena mereka selalu mendengar suamiku marah.

Tetapi itupun tidak lantas membuat mereka berubah, apakah karena tidak paham, atau mereka merasa benar dan biasa aja kali, pikirnya dalam hati.

Tidak ada angin tidak ada hujan, ntah apalagi yang memicu kemarahan suamiku. Tiba tiba suami datang ke kamar menghampiri adik sepupu ku dan melayang kan tangan, dengan sekuat tenaga aku mencoba melerainya.

" Tahun depan aku tidak mau lagi serumah dengan kalian, pokoknya tidak mau lagi titik", gubrak, dia berlalu keluar kamar.

Bagaimana jadinya kalau adikku tidak serumah denganku, pasti dia akan hilang kendali, dan akan putus kuliah seperti waktu SMA dulu. Mudah-mudahan dia bisa baik- baik saja, harapku dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!