Selang beberapa hari, Arsyilla mencoba bangkit. Kendati bayang-bayang saat pagi di mana dia membuka mata dan melihat keadaannya yang tanpa busana dan juga ada badan pria yang sepenuhnya polos berbaring di samping terkadang tidak bisa hilang begitu saja. Akan tetapi, kali ini Arsyilla memejamkan kedua matanya dan seolah berkata pada dirinya sendiri.
“Ayo Syilla … kamu harus bangkit. Sekalipun duniamu sudah hancur, hidupmu sudah ternoda, tetapi kamu boleh menyerah. Kamu harus bangkit dan melakukan aktivitasmu seperti biasa.” gumamnya dalam hati sembari menyemangati dirinya sendiri.
Hari ini Arsyilla menatap penampilannya di cermin, berbekal dengan sebuah teknik make up yang dia dapatkan di sebuah YouTube, dia mengaplikasikan alas bedak untuk menetupi bekas-bekas kemerahan yang belum pudar di lehernya.
“Tertutup sempurna …” ucapnya sembari mengambil sebuah syal yang akan dia kenakan di lehernya untuk mengantisipasi jangan sampai ada melihat noda itu di lehernya.
Arsyilla sembari menarik napas dalam-dalam untuk mengisi rongga paru-parunya, wanita kemudian merapikan untaian rambutnya, “Ayo Syilla … kamu pasti bisa!” ucapnya kali ini dengan bersuara.
Setelah itu, Arsyilla turun dan mulai berpamitan dengan Mama dan Papanya yang sudah berada di meja makan. “Ma, Pa … Syilla berangkat ke kampus dulu ya.” pamitnya dengan mencium punggung tangan Mama Khaira dan Papa Radit.
“Iya hati-hati …” jawab Mama Khaira.
Sementara Papa Radit hanya diam dan seolah enggan untuk menatap putrinya itu. Arsyilla pun pergi dengan kepedihan di hatinya karena Papanya yang masih terlihat begitu marah. Akan tetapi, di luar rumahnya gadis itu kembali tersenyum.
“Pelan-pelan saja Syilla … suatu saat nanti Papa akan memaafkanmu. Syilla kangen Papa.” gumamnya dengan wajah yang nyaris menangis. Akan tetapi, segera dia urungkan karena hari ini adalah hari di mana Arsyilla akan kembali mengajar di kampusnya. Dia ingin tampil prima dan tidak ada raut kesedihan di wajahnya saat berhadapan dengan mahasiswa dan mahasiswi yang dia ajar di kampus hari ini.
Sementara itu di dalam rumah, Mama Khaira mulai mendekati suaminya. Helaan nafas muncul dari wanita itu. “Pa …” dengan lembut dia memanggil suaminya itu.
Akan tetapi tampaknya pria itu masih enggan berbicara. Sehingga Mama Khaira pun menggenggam tangan suaminya itu, “Mas … aku tahu kamu masih marah kepada Syilla. Setidaknya jangan terlalu berlama-lama. Dia sangat menyayangimu, Mas … sikap dinginmu justru membuat anak itu bersedih. Memang aku yang melahirkannya, tetapi kamulah cinta pertamanya.” ucap Khaira yang berbicara dengan menatap dengan lekat wajah suaminya itu.
“Hmm …” jawab Papa Radit dengan begitu singkat.
“Cuma itu jawabannya? Aku pun marah dan kecewa kepadanya, Mas … akan tetapi, kita adalah rumah baginya. Kemana dia akan pulang jika di dalam rumahnya sendiri, dia merasa tidak nyaman dan tidak diterima. Air tangki cinta kita berdua meluap-luap, tetapi kita tidak bisa mengisi penuh gelas cintanya.” nasihat Mama Khaira kepada suaminya itu.
Perlahan helaan napas keluar dari hidung Papa Radit, pria itu beringsut guna menatap wajah istrinya yang sudah menemaninya sekian puluh tahun lamanya. “Aku kecewa, Sayang … aku merasa gagal menjadi orang tua karena aku tidak tahu jika anakku pulang dalam keadaan ternoda. Aku tidak tahu bagaimana putri yang aku sayangi dengan sepenuh hati dan jiwaku, pulang dan mengakui jika dirinya telah melakukan kesalahan satu malam.” Kali ini Papa Radit mengungkapkan isi hatinya kepada sang istri.
Khaira pun mengangguk, “Benar Pa … aku pun demikian. Hanya saja, kamu tidak melihat bagaimana sorot matanya meredup saat kamu hanya diam dan enggan untuk menatapnya.” ujarnya lagi kepada suaminya.
“Lalu, kita harus gimana Ma?” tanya Papa Radit yang seolah meminta solusi dari istrinya itu.
Mama Khaira hanya diam, pikirannya pun buntu. Beberapa kali wanita itu memijit pelipisnya yang begitu pening rasanya. “Kita tunggu Syilla dulu, Pa … kita harus tanyakan bagaimana keputusannya.” ucap Mama Khaira memberi jawaban.
“Kalau aku … pria bernama Aksara itu harus bertanggung jawab kepada Syilla. Pria itu yang merenggut kesucian putriku.” tampak helaan napas disertai dengan nada yang penuh dengan emosi keluar dari Papa Radit.
“Tidakkah kita perlu tahu siapa pemuda itu dulu Pa? Sementara kita hanya tahu namanya dan nomor teleponnya saja. Bagaimana latar belakangnya, apa orang tuanya akan menerima Syilla?” kekhawatiran sang Mama perihal latar belakang dan juga keluarga dari pemuda bernama Aksara itu.
“Jika mereka tidak menerimanya, maka Papa akan membuat mereka mau menerima Syilla. Bagaimana pun putranya sudah mengambil kesucian putri kita.” ucapnya lagi dengan mengepalkan satu tangannya.
Menyadari bahwa suaminya tengah emosi, perlahan Mama Khaira mengusap dengan lembut punggung suaminya dengan telapak tangannya. Gerakan naik turun yang begitu lembut, seolah menjadi cara untuk menenangkan suaminya itu. “Sabar Pa … semua masalah harus diselesaikan dengan kepala dingin. Jika Papa masih emosi, semua tidak akan menemukan jalan keluarnya.”
Perlahan Papa Radit mengangguk, “Terima kasih Ma … sudah mengingatkan Papa. Nanti Papa akan ke bandara usai bekerja, Ma … Mama tentu ingat kan, hari ini putra kita kembali dari Singapura setelah studinya S1 di sana. Papa akan menjemput Shaka hari ini.” ucapnya.
Khaira kemudian mengangguk, “Tentu Mama ingat Pa … Mama sudah membeli Udang, nanti malam Mama akan memasak Udang Saus Asam Manis kesukaan Shaka.”
***
Sementara itu, Arsyilla tiba di kampus tempat dia mengajar sekarang ini. Jikalau sewaktu kecil, Arsyilla bercita-cita menjadi seorang Arsitek, dan sekarang wanita berusia 25 tahun itu sudah menjadi seorang Dosen Teknik Arsitektur di salah satu universitas di Ibukota.
Bermula dari menjadi Asisten Dosen saat dirinya berada di tingkat akhir kuliahnya, hingga akhirnya Arsyilla menyelesaikan studi S2nya di kampusnya. Berbekal dengan Nilai Praktik Pengalaman Lapangan terbaik yang menobatkannya menjadi mahasiswa peraih nilai PPL terbaik, membuat pihak dari kampus menawarkan kepadanya untuk menjadi Dosen di kampusnya.
Menjadi Dosen muda dan juga dipercaya mengampu tiga mata kuliah yaitu Perencanaan Arsitektur, Sejarah Arsitektur, dan juga Real Estate. Dalam satu semester dan harus mengajar tiga mata kuliah tentu membuat Arsyilla cukup sibuk dengan kegiatannya sebagai Dosen. Hari ini jam pertama, dia mengajar Mahasiswa Tingkat I tentang Sejarah Arsitektur. Sebagaimana karakteristik kelas mahasiswa yang masih baru, mereka sangat aktif dan ingin bertanya segala sesuatu berkenaan dengan sejarah arsitektur.
Dengan sabar dan telaten pun, Arsyilla menjelaskan dan menjawab pertanyaan dari para mahasiswanya. Selain itu, sebagai Dosen muda pun, nyatanya kompetensi yang dimiliki Arsyilla pun cukup besar dan dia mampu menghidupkan kelas. Metode pembelajaran yang dia terapkan di dalam kelas juga sangat bervariasi.
Sementara pada jam kedua, yang dimulai usai makan siang, Arsyilla akan kembali mengajar Perencanaan Arsitektur untuk Mahasiswa di Semester 7. Wanita berjalan gontai dengan menenteng tas laptopnya, memasuki kelas di mana para mahasiswanya sudah menunggunya.
“Selamat siang semuanya ….” sapanya kepada para mahasiswanya.
Akan tetapi, saat Arsyilla memperhatikan wajah para mahasiswa Semester 7 di sana, terdapat satu wajah yang dalam beberapa hari selalu saja muncul saat dia mulai menutup mata di malam hari dan membuka mata di pagi hari. Dua netra itu bertatapan satu sama lain untuk sekian detik lamanya.
Perlahan Arsyilla menggigit bibir bagian dalamnya dan menetralkan degup jantungnya yang tidak beraturan, wanita itu berbalik dan menghapus papan tulis berwarna putih di belakangnya.
“Ya Tuhan … kenapa dia ada di sini? Jangan bilang, jika dia adalah mahasiswaku … tolong Tuhan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
Edah J
alurnya baguss 👍👍👍
maraton dehh bacanya😉
2023-07-31
1
ce_lira
woww bisa gitu yaaa
2023-04-07
0
Helen Apriyanti
jdoh yh psti brtemu dmn pun hee
2022-05-26
1