Bab 14. Mengetahui fakta
.
.
.
...🌺🌺🌺...
Galuh
Ia sengaja berangkat agak siang hari itu guna menghindari ayah dari Citra. Pria itu benar-benar membuatnya ketakutan. Tapi mau bagaimana lagi, ia senang dengan pekerjaan ini. Lagipula, memiliki pekerjaan itu juga bisa membuat rasa sedihnya teralihkan.
Wanita itu terlihat menarik napasnya guna menetralisir rasa gugup. Ia akan melakukan pendekatan secara personal kepada Citra. Bocah itu agaknya perlu memerlukan sedikit healing untuk pemilihan mentalnya.
Ia menekan bel yang berada di samping gawang pintu besar dan tinggi rumah Citra. Berdiri sambil merapihkan rambutnya yang ia kuncir satu bagai ekor kuda.
"Sebentar!"
Suara sahutan dari dalam membuatnya lega sekaligus tenang. Betul kata satpam di depan tadi. Menekan bel akan mendapatkan respon yang lebih cekatan dari pada jika ia mengetuk pintu.
CEKLEK
Seorang wanita paruh baya terlihat menjengukkan kepalanya sambil mengangguk sopan saat menatapnya.
" Gurunya Non Citra?" Tanya wanita itu menebak sembari terlihat mengingat-ingat.
Iya mengangguk sopan " Iya Mbak benar!"
" Oh mari- mari, non Citra baru aja selesai mandi, itu kebetulan sudah menunggu di dalam, mari Bu...!" Tukas wanita itu ramah dengan wajah sumringah.
Ia mengekor di belakang tubuh wanita itu. Citra sudah menunggunya. Itu berarti ia akan aman. Ayahnya pasti sudah pergi.
"Selamat Pa...!"
Namun rasa tentramnya rupanya hanya bersifat fana. Dalam sekejap saja, ia merasa tubuhnya kembali menegang demi melihat pria yang kini menatapnya datar.
Oh tidak. Ia pikir pria itu sudah entah ke kantornya. Astaga.
" Bu guru..!" Ucap Citra yang membuatnya tersentak dari lamunan dan rasa takutnya.
Ia tersenyum mencoba menetralisir rasa gugup bercampur takut demi melihat ketidakramahan Raka kepadanya.
" Selamat pagi Pak!" Ia berusaha menyapa seraya menganggukkan kepalanya penuh sopan pada dua pria di depannya.
Pria tinggi dengan lesung pipi itu tersenyum membalas sapaannya, namun tidak dengan yang satu itu. Pria dengan kumis tipis itu bangkit berdiri dan terlihat hendak menuju ke dalam.
" Mbak Las, antar gurunya Citra ke tempatnya. Jo kita pindah ke belakang!" Pria itu malah berbicara kepada pembantunya yang berasa di dekat Galuh.
Lihatlah, pria itu bahkan sama sekali tak menggubris kehadirannya. Benar-benar!
.
.
Raka
Entah mengapa ia masih merasa kesal dengan guru baru itu. Sama sekali tak setuju sebenarnya jika guru itu yang harus mengajar anaknya dirumahnya.
Guru yang tidak profesional sekali pikirnya.
Selain masih terlihat muda, ia mengira jika wanita itu pasti belum memiliki pengalaman soal pendekatan dengan anak-anak. Ia juga mendecak kesal demi mengingat ia yang sempat bertabrakan dengan wanita itu kemarin.
Menunjukkan jika wanita itu benar-benar minim persiapan.
" Itu tadi gurunya Citra?" Tanya Jodhi yang kini mendudukkan tubuhnya ke sofa yang berada di halaman belakang rumahnya. Menampilkan view kolam renang yang menyejukkan mata.
" Hmmmm!" Gumamnya malas membahas wanita itu.
" Cantik!" Puji Jodhi sembari menggulir ponselnya.
Raka mendengus " Cantik tapi enggak berkompeten gak ada gunanya juga!" Ketus Raka.
Membuat Jodhi menatapnya. What's your problem?
" Lagipula, siapa sih yang enggak kamu bilang cantik Jo!" Raka tersenyum mengejek.
" Kambing di dandanin aja juga elu bilang cantik!"
Ya itu benar, sebagai womanizer nomer wahid, talentanya dalam merayu wanita dengan gombalan mautnya sudah tidak perlu di ragukan lagi. Jodhi juga memang dengan mudahnya mengatakan jika para ladies itu cantik.
Raka tidak tahu, sikap Jodhi yang seperti itu merupakan manifestasi dari rasa kecewanya akan Lintang yang sedari dulu lebih memilih Raka ketimbang dirinya.
Jodhi terkekeh " Ini nih, bedanya aku sama kamu!"
Raka mengernyit, apa maksud dari ucapan adiknya itu.
" Hidup itu sekali man! Kalau kita masih bisa bersenang-senang, ngapain bersusah-susah?"
" Hidup itu dinikmati dan dirayakan!"
" Nih ya...kamu itu ganteng, mapan, idaman para wanita, sugar daddy lah pokoknya. Tapi...."
Raka terdiam saat Jodhi hendak membisikkan sesuatu kepadanya.
" Tapi kamu itu kelas pria yang gagal move on sama kaku banget!"
" Hahaha!" Jodhi tergelak demi melihat reaksi kusut Raka usai ia cibir. Benar-benar mulut combe.
" Sialan!" Raka menjitak kepala adiknya dengan keras. Kesal demi mendapatkan predikat pria gagal move on yang tak ia suka.
" Aduh!" Jodhi mengaduh lantaran memang sakit.
Kini mereka sama-sama terdiam. Hening dan tertegun selama beberapa detik demi menyadari persoalan hidup masing-masing.
Ya, mereka sebenarnya sama galaunya.
Namun ,sejurus kemudian mereka berdua tertawa bersama demi menyadari wajah bodoh satu sama lain saat keduanya saling menatap. Tertawa demi melupakan segala kerumitan hidup yang mendera mereka.
" Besok kalau Citra dah sehat Ki ke Patrick star yuk. Udah lama banget enggak kesana!"
" Pak duda harus sering-sering nongkrong biar cepet laku!" Jodhi terkekeh menggoda kakak sepupunya itu.
Dan hal itu sukses membuat Raka tertawa. Bahkan, sejenak mereka merasa seperti kembali ke masa sekolah mereka waktu dulu. Dimana persolan tersulit mereka, hanya sebatas PR matematika dan Fisika.
" Jangan benci- benci amat ke orang lain Ka. Karena, rasa benci itu bisa jadi merupakan awal dari rasa cinta!" Ucapnya itu ia maksudkan kepada Raka yang bersikap tak ramah kepada Galuh.
Jodhi berucap dengan tatapan menerawang demi mengingat dirinya yang awalnya juga sakit hati dan benci akan penolakan Lintang. Bahkan pria bertato itu sempat meragukan diri Lintang. Keburu memvonis jika Lintang merupakan wanita yang lacur dan kotor.
Dan kini, kesemua hal itu justru mendatangkan sesal yang tiada bertepi di hati Jodhi.
Raka terdiam tak menyahut. Bahkan hingga sekarang, ia masih tak bisa begitu saja melupakan Visya mendiang istri. Raka tentu memiliki sifat yang berbeda dengan Jodhi.
Jika Jodhi liar, womanizer bahkan Playboy, tapi tidak dengan Raka yang lurus dan taat pada aturan hidup yang belum pernah sekalipun melenceng.
"Pak, itu ada tamu yang nyari Bapak!" Ucap Mbak Las yang tiba-tiba datang membawa berita. Menginterupsi obrolan intens mereka berdua.
" Tamu? Siapa?" Raka seketika membenarkan posisi duduknya demi bertanya kepada pembantunya itu. Seingat dia, dia tak memiliki janji dengan siapapun hari itu.
Lagipula, urusan kantor sudah ia serahkan kepada Niko hari ini. Ia sengaja tak masuk ke kantor karena ingin menunggui Citra. Lalu siapa?
" Raka..!" Sapa seorang wanita yang rupanya menyusulnya ke belakang.
" Dewi?"
.
.
Dewi
Ia merupakan wanita karir yang menjadi pemilik perusahaan properti di kota itu. Mengenal Raka saat ia mengenyam pendidikan yang sama di sebuah universitas yang sama dengan Raka.
Hanya saja, mereka berbeda fakultas.
Ia belum lama ini baru saja menyelesaikan proyeknya dari kota ke kota. Wanita dengan kulit coklat eksotis itu berniat menjenguk Citra saat ia tahu jika anak Raka itu tengah sakit.
Ia membuntuti pembantu Raka hingga ke belakang. Ingin tahu bagiamana Raka saat ini setelah sekian lama tidak bertemu.
" Raka!" Sapanya saat sudah berada di tempat dimana Raka berada.
" Dewi?" Raka seketika beranjak dari duduknya dan menuju ke tempat temannya itu berdiri. Membuat Jodhi memicingkan matanya.
" Seperti pernah lihat, tapi dimana?" Batin Jodhi menatap wanita cantik dengan baju yang menggugah gelora pria itu.
" Kamu makin cantik aja Wi. Astaga, aku kira kamu udah enggak ingat sama aku!" Ucap Raka sumringahnya usai menyapa temannya itu.
" Ah kamu bisa aja Ka. Kamu juga masih ganteng, enggak berubah sama sekali. Makin cakep malah. Aku mana mungkin aku lupa sama kamu!" Dewi menatap Raka penuh arti.
Mereka berdua tertawa kecil usai melontarkan pujian satu sama lain.
" Ah iya.., ini adikku Jodhi. Jo, kenalkan ini Dewi temanku semasa kuliah dulu!" Raka memperkenalkan wanita itu kepada Jodhi.
" Dewi!"
" Jodhi!"
Mereka berdua saling berjabat tangan. Dewi menatap Jodhi lekat seperti menyiratkan sesuatu. Membuat Jodhi menatap wanita itu penuh maksud.
" Ah ayo, kita ke depan. Kita ngobrol disana saja. Mbak Las tolong siapkan minum untuk kita ya...!"
.
.
Galuh
" Kita sekarang kenalan dulu ya? Kemaren kan belum sempat kenalan." Ia tersenyum ramah saat mereka sudah duduk diatas karpet lembut yang sudah di siapkan Sulastri atas perintah Andhira.
" Saya Bu Galuh. Kalau murid Ibu ini..namanya siapa?" Galuh sengaja tak ingin langsung memulai pelajaran terlebih dahulu. Ia ingin mengetahui dan mengenal Citra secara pribadi terlebih dahulu agar ia bisa melakukan pendekatan dan pendampingan secara psikis.
" Citra Renjani Chandrakanta" Bocah dengan mata jernih itu menjawab sembari tersenyum. Membuat pipi gembulnya makin terkembang.
" Namanya cantik banget!" Galuh memuji bocah itu tulus. Mengusap rambut berkilau Citra yang pagi jelang siang itu beraroma stroberi.
Citra mengangguk " Ibu yang kasih nama!"
Entah mengapa wajah Galuh seketika berubah menjadi sendu saat Citra mengucapkan kata Ibu. Ia takut jika Citra akan kembali murung.
" Bu guru mau minta maaf sebab...!"
" Alfian yang nakal Bu. Citra enggak suka sama Alfian!"
" Ibu percaya kan sama Citra?"
Bocah itu menundukkan kepalanya. Wajahnya kini benar-benar murung. Takut jika ia di salahkan lagi seperti hari yang sudah-sudah
Membuat Galuh berpikir, jelas ada yang tidak ia ketahui sebelum ia bergabung di TK Pertiwi.
" Hey...!" Galuh menangkup wajah sedih Citra dan menatapnya dengan kasih.
" Sekarang kan ada Ibuk yang jadi temannya Citra. Ibuk bakal ngajarin Citra sambil bermain nanti, gimana?"
" Kalau Citra sedih, ibuk juga sedih!" Ia mencoba mendekati dan ingin mengetahui tipikal Citra itu seperti apa.
" Bu Guru mau jadi teman Citra?" Tanya Citra penuh harap. Mata jernihnya terlihat berbinar.
Ia mengangguk " Tentu!" Sahutnya tersenyum.
" Bu guru enggak bilang aku gila kan? kalau aku aku sering berbicara sendiri sama gambar ibuku yang sudah ke surga?"
DEG
Galuh mendadak tertegun demi mendengar pengakuan bocah lima tahun itu.
" Soalnya Bu guru yang lama sering bilang gitu ke Citra!" Ucap Citra polos.
Dan kenyataan pahit itu membuat dada Galuh bak di hujam benda tajam dalam waktu bersamaan. Bagaimana bisa seorang tenaga pendidik mengatai muridnya seperti itu.
Kini sedikit banyak ia tahu alasan posisi tenaga pengajar disana berkurang satu. Citra memang memiliki permasalahan khusus dengan psikisnya.
Bocah itu seiring melamun, dan berbicara sendiri di kelas. Dan yang paling parah, Citra bisa tantrum saat ia sudah berada pada titik kekesalannya jika di ganggu.
.
.
.
.
To be continued...
.
.
.
Keterangan :
Tantrum adalah ledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang dalam kesulitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah, resistensi terhadap upaya untuk menenangkan dan, dalam beberapa kasus, kekerasan
Sumber : Wikipedia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
dementor
jodhi.. jomblo ditinggal mati.. lagu wali band... aku jodhi.. buy one get one free.. ☕☕☕
2023-05-20
0
Su Santi
😅😅😅😅😅😅😅
2023-03-06
0
Viaryani Hamid
dewi jgn" anknya mantan abimanyu,,,,jgn" dy mau deketin raka mau bls dendam sm abimanyu lagi,,,,,jodhi aja kya phm sma mukanya
2022-09-08
1