Bab 11. Arti kehadiran keluarga
.
.
.
...🌺🌺🌺...
Galuh
Ia terbangun saat matahari sudah melorot dan nyaris tenggelam di ufuk barat. Sekujur tubuhnya malah terasa semakin sakit lantaran masih memejamkan mata saat waktu sudah memasuki samar wulu ( petang).
Ia memindai sekeliling kamarnya. Tas Adipati belum ada. Itu berarti pria itu memang belum kembali dari kantor. Ia lantas beranjak meski kepalanya masih nyut-nyutan. Menujukamar mandi.
Ponselnya seharian ini juga sepi. Pria itu tak pernah sekalipun mengechat dirinya atau berkirim kabar apapun selama mereka menjalani rutinitas yang berbeda seharian.
Tubuh dengan kulit bersih itu terlihat teraliri air dingin hingga tumit. Galuh sengaja mengguyur tubuhnya agar rasa gerah di otaknya menghilang. Pun dengan kepenatan yang seolah tiada pernah sirna dalam rumah tangganya.
Ia tak berani berlama-lama mandi di jam surup seperti itu. Kata orang pamali. Ia buru-buru mengenakan pakaian ganti usai bebatan handuk dari tubuhnya telah ia lepas.
Suara mobil Adipati terdengar bersamaan dengan dirinya yang tengah menyeduh kopi susu produksi pabrik Delta Manufaktur.
Rasanya ia benar-benar lelah. Secangkir kopi mungkin bisa menjadi alternatif.
" Baru pulang mas?" Sahutnya saat Adipati baru menyembul dari balik pintu rumahnya.
" Hemmmm!" Gumam pria itu tersenyum kaku dan langsung menuju ke kamarnya. Hah, begitulah mereka.
Itu bukan suatu keanehan. Keseharian mereka memang begitu. Semua serba tidak pasti. Cenderung suram.
Pernah suatu ketika Galuh memasak banyak untuk menunggu suaminya pulang. Namun yang ia dapat justru kekecewaan. Makanan itu berkahir ke tempat sampah karena basi.
Suaminya kerap lembur dan tak pernah memberitahukan hal itu kepadanya. Parahnya, hal itu telah terjadi di enam bulan belakangan ini. Bahkan, selama masa pernikahannya itu, ia dan Adipati sanga jarang melakukan hubungan suami istri.
" Gimana hari ini?" Pesan dari Resti yang membuatnya mengalihkan atensi. Membalas pesan dari sahabatnya rupanya menjadi kegiatan yang menjeda kopinya.
" Very bad!" Balas Galuh kepada Resti. Salah satu sahabatnya yang hingga kini masih menjalin tali silaturahmi dengannya. Wanita yang berprofesi sebagai desainer itu sangat dekat dengan Galuh.
" Be patient, have you luck tomorrow!"
Ia tersenyum saat mendapat semangat dari sahabatnya. Dengan posisi masih berada di atas meja makan seorang diri ia mirip orang gila yang tersenyum kecut seorang diri.
" Kamu baru mandi, tumben?" Mas Adi terlihat turun dan duduk di sampingnya. Menarik teko kaca lalu menuangkannya ke dalam segelas air. As ussualy.
Membuatnya terperanjat.
" Hmm aku ketiduran!" Sahutnya biasa. Melirik suaminya yang kini tengah meneguk segelas air. Mas Adi masih mengenakan celana kantornya dengan atasan sebuah kaos polos warna abu-abu.
" Bahkan dia tidak menanyakan bagiamana sekolahku hari ini."
Penggambaran kehidupan rumah tangga mereka cukup nyeleneh. Mereka tidak hangat namun juga tidak dingin, semua terasa hambar dan abu-abu. Cenderung tak jelas.
" Minggu depan Ibu datang. Jadi kamu kalau bisa jangan kerja dulu!" Tutur Adipati sambil mencomot dimsum buatan Yu Sul. Wanita yang jika pagi membersihkan rumah Galuh.
" Apa?" Tentu saja ia menatap wajah suaminya heran.
" Kamu ngerti kan maksud aku?" Ucap mas Adi yang tanpa merasa bersalah. Selalu dan selalu saja seperti itu.
Pria itu jelas menginginkan dirinya untuk bersandiwara lagi sewaktu orang tua mereka atau bahkan saat orangtuanya datang. Benar-benar tak habis pikir di buatnya.
" Jadi karena ini makanya kamu mau datang dan duduk bareng aku saat ini mas?" Mata serta hidung Galuh sudah mulai memanas. Siapa meluncurkan kristal bening yang encer itu.
Mas Adi tertegun dan terlihat tak bisa menjawab. Sungguh, Galuh merasa hidupnya bagai di dalam sangkar. Walau terpelihara dengan baik, namun jiwanya tertekan.
Cinta bagai tak hadir diantara mereka. Love is Bullshit!
.
.
Kediaman Aryasatya
***
Bastian
Pasca meninggalnya Nyonya Regina beberapa tahun yang lalu, Rania dan Bastian memboyong Bu Kartika untuk tinggal di rumah mereka. Meski sempat menolak, namun akhirnya wanita tua itu mau menurut sebab kondisi kesehatannya yang kian menurun.
Membuat rumah yang berada di dekat Silasona mereka kontrakan kepada yang berminat.
Hal ini bahkan sudah melewati kajian dari Bastian. Orang tua tinggal satu, selayaknya dia sebagai anak laki-laki yang wajib mengurusnya. Toh kak Dhira juga kerap bertandang ke rumah. Begitu pikir Bastian.
" Kak Jodhi kemana sih Pa?" Tanya Rafa, bocah laki-laki yang merupakan anak kedua Rania dari papa Bastian. Bersiap akan menuju kerumah Raka malam itu karena baru tahu jika Citra sakit.
" Iya, aku pingin di ajari musik lagi pah sama kakak!" Sahut Gita, adik dari Rafa yang berjenis kelamin perempuan.
Rafandra Wiradharma dan Gita Paras Ayu, merupakan dua adik seibu, yang kini masih duduk di bangku SMP. Usia mereka hanya terpaut satu tahun.
" Anak kecil gak boleh tahu urusan orang dewasa!" Sahut Rania yang sudah bersiap. Terlihat mendorong kursi roda ibu mertuanya.
"Kalau dewasa kenapa enggak nikah kayak Kak Raka mah, hihihihi!" Sergah Gita yang memiliki sikap ceriwis persis sang mama. Terkikik geli.
" Gita..." Rania memperingati anaknya untuk tidak kebablasan dengan cara menggeleng perlahan
" Udah-udah, kok pada ngrubutin kak Jodhi. Nanti dia nyusul lah pasti. Udah yuk kita kemon. Mbak Siti tolong tutup gerbangnya ya?"
Bastian kini beralih mendorong ibunya diatas kursi roda. Wanita itu kini agak kesulitan berjalan. Semua terjadi karena faktor usia.
.
.
Citra terdiam dan sedari tadi tidak mau makan. Membuat Raka kebingungan. Bahkan Andhira dan Abimanyu juga tak bisa membujuk Citra.
Dalil yang di titahkan oleh Raka kepada Niko rupanya bocor. Papa Indra dan Mama Anggi kini datang bersama Jatayu ke kediaman Raka. Tepat disaat mereka masih gencar membujuk Citra.
Seiring berjalannya waktu, mereka semua benar-benar sudah bisa berdamai dengan masa lalu masing-masing. Semua bisa legowo dengan sikap tepa selira ( tahu diri).
Waktu memang sebaik-baiknya penyembuh segala persolaan.
" Sini biar mama coba!" Ucap Anggi meraih bubur hangat buatan Dhira dari tangan Raka.
Raka mengangguk dan mengangsurkan mangkuk berisi bubur hangat itu kepada mama Anggi.
Indra, Abimanyu serta Raka kini berdiri berjajar di samping pintu yang terbuka. Mereka lebih mirip seperti barisan algojo yang menanti perintah. Sedikit menggelikan. Sementara Andhira dan Anggi terlihat membujuk cucu mereka. Sungguh, Citra benar-benar menjadi pusat perhatian mereka saat ini.
" Ayo dong cucu nenek makan dulu. Tahu enggak, kalau makanan enggak jadi di makan, dia bisa nangis loh. Buburnya pasti sedih karena Citra enggak mau sama buburnya!" Ucap Anggi lekas membujuk. Tentu dengan caranya yang lembut dan sudah teruji sikap keibuannya.
Citra menatap neneknya itu dengan dua mata jernihnya. Itu artinya, bubur itu akan bernasib sama dengan dirinya yang sering sedih.
" Bener sayang, ayo...besok Bu guru Citra yang baru bakal datang kesini loh. Besok Citra sekolahnya dirumah!" Ucap Dhira menambahi seraya mengelus rambut berkilau Citra.
Wajah Citra kini terlihat berubah, gadis itu terlihat tersenyum. Yes! Bujukan mereka berhasil.
" Oma..nenek.. berarti Citra gak usah pergi ke sekolah lagi dong?"
Anggi dan Dhira saling memandang lalu mengangguk bersama, mengiyakan pertanyaan cucunya. Tak menyangka jika kolaborasi mereka berhasil.
" Ayo kita cerita sambil maem dulu..!"
" Aaa...!" Ucap Anggi menyodorkan satu sendok bubur ke mulut mini cucunya.
Membuat tiga pria yang menatap interaksi tiga perempuan di atas kasur itu, kini turut membuka mulutnya masing-masing kala mendengar sugesti Anggi.
Jatayu yang baru masuk seketika mengernyit heran. Kenapa papanya, kakaknya, juga Om Abimanyu melakukan gerakan mulut yang sama.
Gerakan membuka mulut saat mamanya mengatakan ; " Aaaa..." Kepada keponakannya itu.
Terkikik dalam hati.
Raka kini terdiam usai dengan latahnya mengikuti sugesti mama Anggi. Meski sebenarnya, ia masih tak suka jika wanita yang menyebabkan anaknya cindera karena lengah pengawasan itu, akan ada dirumahnya besok.
Namun, rupanya logika mengalahkan egonya. Melihat Citra yang lebih senang saat akan sekolah dirumah ,membuatnya mengalah. Citra yang terpenting bagi dirinya saat ini.
" Hey Gita jangan lari-lari!"
Suara Rania terdengar menggaung hingga ke kamar Citra yang berada di lantai dua itu. Membuat Dhira dan Anggi saling menatap.
" Bastian dan pasukannya datang tuh!" Dhira terkekeh saat mengatakan hal itu. Mengingat jika dua adik Jodhi itu sangat rempong dan rame.
" Itu Paman Rafa dan Tante Gita?" Tanya Citra antusias.
Dua grandma-nya itu mengangguk kompak.
" Wah rumah Citra rame!" Bocah itu seketika bersorak hore lantaran sangat senang karena mendadak rumahnya begitu riuh.
Yey!!!!
.
.
.
.
To be continued...
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
fiendry🇵🇸
semangat selalu berkarya...
2022-10-22
1
marhayati
tunggu sakit dulu baru rame y cit...pd jenguk semua🤣🤣
2022-09-30
2
Oma Yoma
klo Raka sama Galuh, berarti nunggu jandanya dulu yaa.....kukira si duren dapat perawan lagi 😁
2022-08-09
1