Dua Cincin Satu Cinta

Dua Cincin Satu Cinta

Bab 1

Nama ku Humaira Az-Zahra. Aku berusia 22 tahun. Sudah genap sepuluh tahun aku meninggalkan kota ini dan kini aku kembali. Aku kembali dalam misi untuk menemukan kisah ku, kisah yang telah lama ku pendam.

Kisah dimana aku telah mencintai orang itu sejak lama, aku hanya mampu memandanginya dari jauh dan menyimpan rasa ini yang entah sejak kapan sudah tertanam begitu dalam.

Aku bahagia di sampingnya dan aku yakin dia pun akan merasakan kebahagiaan yang sama. Karena kita mengenal bukan hanya setahun atau dua tahun tapi sejak kita berdua masing kanak-kanak.

Setiap mengingat sosoknya, bibir ini selalu menyunggingkan senyum dan dada ini memberikan getaran berbeda. Pertama kalinya dalam hidup ku, aku merasakan yang namanya jatuh cinta.

***

"Kakak!!" teriak Humaira menghambur memeluk seorang laki-laki tampan. Pancaran kebahagiaan tercetak jelas di wajah Humaira saat sang pria datang menjemputnya. Hanya satu kata yaitu bahagia yang bisa dia lukiskan, rasa bahagia yang membuncah di dada

"Humaira!" Sapa pria itu memberikan senyuman manis menyambut kedatangan Humaira, serta membalas pelukan Humaira tak kalah eratnya.

Dia...Muhammad Sameer Bariq pria yang selama ini mengisi relung hati seorang Humaira, pria yang Humaira kagumi bukan hanya fisiknya atau wajah rupawannya yang penuh pesona tapi juga ilmu agamanya serta kecerdasan yang dimiliki Sameer yang menjadi panutannya sekaligus motivasinya dalam belajar.

Selama sepuluh tahun kepergian Humaira, Humaira belajar untuk memantaskan diri supaya bisa bersanding disisi Sameer. Humaira sampai rela menghabiskan masa remajanya di Pondok Pesantren Baiturrahman demi menjadi calon makmum untuk Sameer, bukan hanya dari segi dunia saja tapi juga dari segi akhirat.

Dalam setiap doanya hanya nama Sameer yang selalu Humaira sebut, hanya Sameer yang dia rindukan setelah Ayahnya. Pria bertubuh tinggi tegap, berparas tampan, rahang yang tegas, hidung yang mancung dan kulit putih bersih bercahaya di tambah alis tebal khas orang timur tengah karena sebagian diri Sameer berdarah Qatar yang di warisinya dari sang Ayah Ahmed Bariq.

"Rasanya sudah lama sekali aku tidak melihat jalanan ini" pandangan mata Humaira menelisik sepanjang jalan menuju rumah keluarga Ahmed Bariq.

Sameer yang sedang mengemudi hanya tersenyum mendengar celotehan Humaira yang terlihat selalu ceria dan penuh energi. Humaira kecil maupun Humaira yang telah tumbuh dewasa masih tetap sama, tetap Humaira dengan pribadi yang ceria dan penuh semangat, yang membedakan hanya jilbab yang menutupi seluruh rambutnya dan cadar yang menutupi sebagian wajahnya.

****

Mobil yang Sammer kendarai berhenti disebuah rumah mewah, halaman yang luas dan taman bunga yang indah menambah kesan rumah itu tampak asri, sejuk dan sedap dipandang mata.

"Assalamualaikum" salam Humaira berlari memasuki rumah milik keluarga Ahmed

"Waalaikumsalam" jawab seorang wanita paruh baya yang masih tampak begitu cantik, walaupun keriput sudah mulai bermunculan di wajahnya.

"Humaira sayang" Umi Azizah memeluk Humaira penuh kasih sayang, melepas rindu pada sosok gadis berjilbab itu.

"Umi Iza, Humaira rindu sekali. Umi sehat kan?" Humaira bergelayut manja di lengan Umi Iza, menyenderkan kepalanya di bahu Umi Iza

"Tentu Umi sehat sayang, masya Allah kamu sekarang begitu cantik" puji Umi Iza memandangi penampilan Humaira yang sudah jauh berbeda, gamis maroon dengan hijab panjang dan tak lupa cadar dengan warna senada, membungkus tubuhnya menjadikannya seorang wanita muslimah.

Sepuluh tahun mengabdi di pondok menjadikan penampilan Humaira menjadi lebih agamis dan tentu menjaga auratnya dari pandangan yang bukan mahram.

"Umi, bisa saja. Jelas lah Humaira cantik" senyum Humaira memutar tubuhnya membuat gamisnya mengembang dengan hijab panjang yang berkibar mengikuti gerakan tubuhnya yang memutar.

"Ck...ck..." dengus Sameer yang muncul membawa koper milik Humaira.

"Kau tetap percaya diri sekali, paling wajah mu juga jelek seperti dulu makanya kau tutupi" ejek Sameer melipat tangannya di dada. Senyum smirk tidak lepas dari bibirnya

"Umi, lihat itu Kak Sameer mengejek ku. Apa dia tidak tau kalo aku ini sudah dewasa, sudah 22 tahun?" rengek Humaira masih tetap bergelayut manja di lengan Umi Iza

"Sameer kamu itu tidak boleh begitu, Maira sudah cantik begini kamu bilang jelek"

"Wah...wah...siapa ini yang baru datang rame sekali" sapa Abi Ahmed menuruni tangga menghentikan sejenak perdebatan itu.

"Assalamualaikum, Abi Ahmed yang paling tampan" seru Humaira memeluk Abi Ahmed seperti memeluk ayahnya sendiri.

Sejak kecil Humaira memang sudah akrab dengan orang tua Sameer dan sudah menganggap mereka seperti orang tua sendiri.

"Sepuluh tahun tidak bertemu dengan mu, kau masih pandai menjilat. Mereka itu orang tua ku, aku berasa anak tiri" Sameer menyebik sebal memandang drama yang dibuat Humaira.

Seperti itulah Humaira selalu manja kepada kedua orang tua Sameer, dan mereka juga terlihat sangat menyayangi Humaira seperti anak perempuan mereka sendiri.

"Lihat lah Abi, Kak Sameer begitu iri dengan ku. Abi sayang kan dengan Humaira"

"Biarkan saja dia iri, dan tentu Abi sayang dengan Humaira dan sangat rindu Humaira"

Mereka tampak tersenyum melihat tingkah manja Humaira, rumah yang dulunya sepi kini terasa rame sejak kedatangan Humaira. Humaira seperti memberikan keceriaan di tengah keluarga Ahmed.

****

Suara itu...

Suara indah mengalun di sepertiga malam..

Suara yang melantunkan ayat - ayat Allah yang begitu indah dan menenangkan hati.

Seketika Sameer terpesona mendengar suara indah Humaira, senyum manis tak terelakkan dari bibirnya sesaat mendengar Humaira mengaji.

Sameer akui gadis kecil itu sudah tumbuh dewasa menjadi gadis yang cantik dan cerdas, tentu sifat manjanya yang masih kental melekat pada diri Humaira.

"Kak Sameer..." sapa Humaira menatap Sameer yang berdiri di ambang pintu kamarnya yang memang sengaja tidak Humaira tutup rapat.

"Kakak dari mana?" Tanya Humaira pada Sameer yang tiba-tiba muncul didepan kamarnya yang tampak memerhatikan ia yang baru selesai mengaji.

"Dari dapur, mengambil minum. Apa setiap jam 3 kau mengaji?" tanya Sameer memperhatikan setiap gerakan Humaira yang membereskan alat shalatnya.

"He'em...sudah menjadi kebiasaan di pondok" Senyum Humaira sembari menerawang jauh sesaat dirinya waktu masih di pondok.

Rindu..

Satu kata yang menggambarkan perasaannya saat ini. Walaupun baru seminggu yang lalu ia meninggalkan pondok tapi rasa rindu itu besar sekali ia rasakan. Kebiasaannya saat berada di pondok, serta rutinitasnya mengajar murid pondok membuatnya merindukan suasana pondok yang selalu tenang serta tenteram seperti membawa kedamaian tersendiri di hatinya.

"Kakak mau tidur dulu, suara mu sangat bagus" Sameer mengacungkan kedua jempolnya.

"Ok selamat tidur kakak" balas Humaira tersenyum ceria. Humaira memegang kedua pipinya, wajahnya memerah setelah mendengar pujian yang Sameer lontarkan, hatinya berbunga-bunga semakin membuat Humaira semangat untuk terus mengaji.

***

Suasana pagi yang penuh keceriaan terjadi di dapur tak kala Umi Iza dan Humaira saling bekerja sama membuat sarapan pagi.

Senyum dan tawa menghiasi dua wanita berbeda generasi itu. Umi Iza dengan sifat keibuannya dan Humaira yang manja. Umi Iza tampak menikmati kegiatan memasaknya bersama Humaira karena selama ini ia hanya memasak seorang diri.

"Kamu pintar masak juga sayang" ujar Umi Iza melihat Humaira cekatan menyiapkan sarapan pagi untuk Abi Ahmed dan Sameer.

"Bukan pintar Umi, tapi memang sudah kebiasaan Humaira di pondok. Semua santri perempuan wajib bisa memasak"

“Wah begitu ya, berarti yang menyiapkan menu makanan para santri ya?”

“Iya Umi, disana akan dilakukan jadwal rutin bergantian untuk santri”

"Assalamualaikum" sapa Abi Ahmed dan Sameer bergantian memasuki rumah setelah melakukan kegiatan olahraga pagi.

"Wa'alaikumsalam" balas Umi Iza dan Humaira bergantian. Umi Iza mendatangi Abi Ahmed dengan membawa segelas air minum sedangkan Sameer berjalan menuju dapur untuk melihat Humaira yang masih memasak.

"Sedang masak apa?" Tanya Sameer meneguk segelas air minum di tangannya

"Membuat rendang, apakah kakak masih suka rendang?" Tanya Humaira memastikan makanan favorit Sameer

"Selera ku tidak pernah berubah"

"Kakak mau mencoba mencicipinya?" Humaira menawarkan daging rendang olahan dari hasil tangannya.

"Boleh, aku penasaran gadis manja seperti mu seenak apa masakannya"

"Ck...kak bisa tidak untuk tidak mengejek ku, aku ini koki terbaik di pondok"

Humaira membusungkan dadanya membanggakan diri kalau ia salah satu koki terbaik di pondok. Walaupun ia manja tapi tidak membuatnya malas untuk memasak apalagi itu sudah menjadi kegemarannya.

Sepasang suami istri tampak saksama memerhatikan mereka yang bercengkerama di dapur, canda dan tawa terdengar dari bibir keduanya. Sameer tak hentinya menggoda Humaira membuat pipi Humaira merah seperti tomat.

Ekehmmm....

"Sepertinya kalian senang sekali" sapa Abi Ahmed menghentikan tawa keduanya

"Abi coba cicipi masakan ku, katanya rasanya tidak enak"

Humaira menyendokkan sepotong kecil daging rendang untuk Abi Ahmed. Abi Ahmed menyuapkan daging itu kemulutnya. Daging terasa empuk dengan racikan bumbu yang pas, persis seperti asli buatan orang Padang.

"Apa Abi perlu memotong lidah Sameer supaya tidak bisa merasakan masakan mu yang enak ini?" goda Abi Ahmed menatap Sameer dan Humaira bergantian. Humaira mengangguk antusias menyambut candaan Abi Ahmed, tawa kecil terdengar dari bibirnya.

"Hey...kenapa kau selalu mengadu ke Abi. Dasar anak kecil!!" Sameer mencebik sebal. Mengadu pada Abi Ahmed atau Umi Iza seperti mendapatkan kesenangan tersendiri untuk Humaira, karena itu ia bisa melihat wajah sebal Sameer. Wajah sebal yang menurutnya bisa membuat kadar ketampanan pada diri Sameer bertambah.

"Wajah kakak lucu kalau sebal, dan kakak bertambah tampan. walaupun sedikit" balas Humaira menggoda Sameer. Tawa ringan mengiringi suasana pagi itu di dapur.

***

"Sameer, Abi dan Umi ingin berbicara" ujar Abi sesaat menyelesaikan sarapan pagi mereka.

"Ingin bicara apa Bi?" Tanya Sameer penasaran, Sameer merasa ada pembahasaan yang cukup serius yang ingin Abi Ahmed sampaikan apalagi melibatkan Umi Iza di dalamnya. Biasanya kalau masalah perusahaan Abi Ahmed hanya akan bicara berdua dengannya di ruang kerja sang Abi.

"Sameer..sekarang kau sudah dewasa usia mu sudah cukup untuk membina sebuah rumah tangga" kata Abi Ahmed menatap Sameer.

Sameer mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Abi Ahmed, tidak biasanya Abi Ahmed membahas tentang usianya dan juga tentang rumah tangga. Sameer begitu tau kedua orang tuanya tidak pernah memaksakan kehendak apapun padanya, sekali pun Sameer harapan satu-satunya bagi mereka.

"Maksud Abi apa?" Sameer mengernyitkan dahinya menatap Abi Ahmed

"Sameer..Umi dan Abi sudah semakin tua, Umi sudah ingin menimang cucu. Maka menikahlah, Nak!"

Raut wajahnya nampak terkejut, ini untuk pertama kalinya bagi Sameer mendengar permintaan kedua orang tuanya.

Pemintaan yang sungguh membuat Sameer bingung. Bingung bukan karena tidak memiliki pujaan hati, tapi bingung dengan sang kekasih yang hampir dua tahun ini menghilang.

Menghilang tanpa kabar dan jejak, bahkan ia sudah mengerahkan segala upaya untuk menemukan gadis pujaannya.

Seorang gadis lemah lembut dan senyum yang indah, yang mampu menggetarkan hatinya 4 tahun lalu. Gadis yang mandiri dan cerdas dengan caranya sendiri. Seorang gadis yang bagi Sameer begitu sempurna.

"Apa kau masih menunggu Elena?" Tanya sang Umi hati-hati, tidak ingin menyinggung perasaan putra satu-satunya. Bagi Sameer pembahasan tentang Elena cukup membuatnya begitu sensitif.

Sameer mengembuskan napas panjang sembari mengusap wajahnya kasar.

****

Jangan lupa dukung terus karya ku yaa!!!

• LIKE

• KOMEN

• RATE 🌟🌟🌟🌟🌟

• VOTE seikhlasnya

Dukungan kalian sangat berarti untuk ku

Terima kasih readers

Terpopuler

Comments

Harniah Harny

Harniah Harny

salam kenal kak, mampir di karya ku juga ya..

2022-09-15

0

Adiba Shakila Atmarini

Adiba Shakila Atmarini

ceritax bgs..q sukak..👍👍💪💪💖💖

2022-07-11

0

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

aku mampir...
kenapa Humaira pulang nya ke rumah Sameer, punya hubungan apa antara mereka

2022-03-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!