Ketika Quenna hendak pergi ke kamarnya dan tiba-tiba suara ponsel berdering dari saku celana Viktor membuat Quenna mengurungkan niatnya.
Viktor menatap Quenna sebentar dan menarik napas. Ia mengernyit menatap penelpon di seberang sana. Ia sedikit menjauh dari tempatnya.
"Ada apa?"
"Tuan, gawat pengiriman senjata ilegal kita dirazia di Italia. Polisi sedang menyelidiki Anda."
Napas Viktor menghembus dengan kasar. Ia mencengkram benda pipih itu dengan kekuatan penuh karena rasa emosinya.
"Ya." Viktor mematikan sambungan tersebut dan sebelum pergi ia melirik Quenna yang berada tak jauh darinya.
Viktor tersenyum tipis dan menghampiri wanita tersebut. Ia mencium penuh hikmat puncak kepala Quenna.
"Jaga diri mu di rumah. Jangan pernah berniat kabur. Aku pasti tahu rencana mu," ujar Viktor memberikan peringatan keras kepada sang adik.
Quenna hanya menanggapi dengan senyum masam. Ia menatap kakaknya yang melewati pintu utama. Ada rasa iri di benaknya, ia saja tidak pernah melewati batasan itu.
Jauh di lubuk hati Quenna menginginkan hal itu. Ia ingin bebas dari sangkar mengerikan ini, tapi bagaimana caranya?
Semuanya sudah terlanjur. Ia tidak tahu cara membatalkan takdir yang sudah jadi garisan hidupnya.
Quenna mencoba menghampiri pintu tersebut. Ia tertunduk dengan rasa pilu yang memenuhi relung hatinya.
Beginilah hidupnya, bahkan pintu itu dikunci dengan rapat dari luar. Quenna hanya mampu meneteskan air mata dan berjalan gontai meninggalkan tempat itu.
Ia masuk ke dalam kamarnya. Kamar ini megah, mungkin sebagian orang akan betah, tapi tidak dengan Quenna. Ia hidup bergelimang harta jika orang mengira ia akan bahagia tapi yang ada malah sebaliknya.
Bayangkan kau hidup dengan seorang pembunuh orangtua mu? Bagaimana perasaan mu, bahkan kau menjadi budaknya dan yang melakukan itu abang mu sendiri?
Ia tidak tahu hal apa yang membuat pria berusia 30 tahun itu kehilangan akal dan membunuh orangtuanya?
Quenna menatap selembar foto yang ia simpan di balik kasurnya. Foto yang sangat bahagia, canda dan tertawa gelak. Ayah, ibunya, dia, dan kakaknya. Di sana ia digendong di dalam dekapan sang ibu sementara sang ayah merangkul Viktor yang tersenyum lebar.
Foto itu ia ambil saat kebakaran terjadi di rumahnya. Ia sempat menyimpannya, jika Viktor tahu mungkin foto itu sudah dilenyapkan.
"Aku tidak mengerti kenapa kau berubah, Kak."
Quenna menatap buku pelajarannya. Ia sangat senang belajar dan menguasai ilmu pengetahuan. Quenna bisa dikategorikan wanita berbakat dan suka mengetahui hal-hal yang menarik di dunia.
Ia sangat senang membaca pengetahuan tentang dunia dan rasa penasarannya akan dunia luar semakin meningkat. Ia ingin menjelajahi seluruh negara di muka bumi ini.
"Katanya di Belanda adalah negara dengan banyak kincir angin, katanya di Amerika ini penuh dengan gedung tinggi, katanya ada bagian yang penuh dengan es, katanya ada negara yang penuh dengan gurun, katanya lautan itu luas, katanya ada benda lain di luar bumi." Semuanya ia katakan dengan senyum yang sangat mengembang. Semua itu ia ketahui dari buku.
Bahkan Quenna saja tidak dibolehkan memegang ponsel. Quenna penasaran dengan makhluk hidup di dunia ini. Gurunya Melisa sering mengatakan hal menarik tentang dunia.
Quenna sedih tat kala mengingat dirinya yang dikurung dengan alasan tidak dimengerti.
Senyum Quenna terukir mengingat beberapa tahun yang lalu saat semuanya masih baik-baik saja.
"Papa Quenna mau main itu!" tunjuk anak kecil berusia lima tahun itu ke arah sepeda yang dimainkan sang kakak.
Viktor yang telah berusia 17 tahun tersebut tersenyum kepada sang adik. Ia baru saja lulus sekolah menengah atas dan diberikan hadiah beragam salah satunya sepeda yang diinginkan Quenna.
"Nak, nanti Ayah akan belikan untuk mu!"
"Ayah, Quenna maunya sekarang!!" bentak Quenna dengan mata berkaca-kaca.
Ia hendak mengamuk dan mulai duduk di rumput siap mengeluarkan jurus andalannya. Gibran menggaruk kepala dan menatap Viktor.
Viktor yang paham pun menenangkan sang adik. Ia mengusap punggung sang adik dan mencium puncak kepala Quenna.
"Tenanglah, aku akan mengajak mu bersepeda!"
Seketika Quenna menjadi ceria dalam satu detik. Ia menatap Viktor dengan wajah berbinar dan langsung menghapus sisa air matanya.
"Beneran Kaka?"
"Ya, tidak mungkin aku berbohong dengan mu!" ujar Viktor tersenyum sayang.
Ia membonceng sang adik dan mengajak berkeliling lingkungan di situ. Quenna terus berceloteh di belakang dan tertawa girang saat diajak berkeliling.
"Quenna kau senang?"
"Tentu Kak!"
Viktor mengangguk dan memberhentikan sepedanya. Ia menepikan sepeda tersebut dan membantu Quenna turun.
"Tunggu sebentar aku ingin membelikan mu Ice cream." Viktor membeli dua ice cream dari toko yang tak jauh dari sana.
Ia kembali lagi dan menyerahkan salah satu ice cream ke adiknya yang manis tersebut. Viktor tak henti mentertawakan Quenna yang menyeruput ice cream tersebut dengan sembarangan hingga tercipta beberapa noda di sisi bibirnya.
Viktor membersihkan bibir Quenna dan Quenna menatap sang kakak dengan polos.
"Lain kali kau harus hati-hati. Jadi kotor gini, kan."
"Kakak," lirih sang adik dan terus menatap Viktor.
Viktor mengerutkan keningnya, "ada apa?"
"Jika aku sudah besar aku bisa menikah dengan Kakak?"
Viktor terkejut dan menatap manik sang adik sangat dalam. Ia diam tidak bisa menjawab pertanyaan sang adik.
"Tidak bisa. Karena kita kakak adik."
Quenna menghembuskan napas kecewa. Ia membuang pandangannya dan hendak menangis. Kakaknya sangat menyayanginya dan Quenna ingin pria seperti Viktor.
Kilasan itu membuat Quenna tersadar dengan dirinya. Ia begitu lugu dan polos hingga mengatakan hal itu.
Tapi Quenna sedih tat kala Viktor tidak sesuai dengan ucapannya. Ia yang mengatakan tidak waktu itu dan sekarang ia yang melakukan bahkan lebih bejat dari menikahi adiknya sendiri.
Quenna meneteskan air mata dan menarik napas panjang. Ia membaringkan tubuhnya yang sudah teramat letih tersebut.
"Aku harap hari esok jauh lebih menyenangkan dari hari ini."
__________
Viktor melemparkan puntung rokoknya kepada orang yang berlutut di kakinya. Ia menatap tajam orang itu dan menendang kepalanya.
Ia menyerahkan cambuk kepada bawahannya yang lain, sementara orang yang ada di sana terkesiap dengan hal yang dialkukan Viktor.
"Cambuk dia!!"
Bawahannya yang diperintah itu pun menurut dak mencambuk rekannya dengan tidak manusiawi. Viktor tertawa dengan pemandangan nikmati ini.
"Tuan ampuni saya!!"
"Hahah!!" Viktor berjongkok mensejajarkan dirinya dengan orang tersebut. Ia menatap jauh ke dalam manik yang sangat ketakutan.
Ia meraih dagu pria muda itu dan mencengkeram nya sangat erat. Ia menampar wajah tersebut.
"Kau sudah terlambat. Kenapa bisa dirazia? Kau ingi cari mati dengan ku rupanya," kekeh Viktor dan menatap orang yang telah berhenti mencambuk. "Baiklah ku kabulkan permintaan mu. Tembak dia!!"
Laki-laki malang itu pun harus mati menggenakan di depan majikannya. Viktor mengepalkan tangannya dan tersenyum puas.
Ia meraih senjata yang dipegang oleh orang yang tadi membunuh bawahan tidak becusnya itu. Ia menambahkan tembakan beberapa kali hingga darah bersimbah di lantai.
Viktor tersenyum puas dan melemparkan senjata api di tangannya begitu saja. Tawa gelaknya begitu nyaring.
"Jebak Mateo pria bodoh itu. Dan buat seolah-olah dialah dalangnya." Viktor tertawa dan berbisik dalam kesunyian. "Mengkambinghitamkan teman sendiri ternyata sangat nikmat."
________
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
fn A
keren keren
2022-06-06
2
MALES NGETIK
Bejatnya Ei
2022-05-06
3
mochi ku 💞
next
2022-05-06
1