"Laras, kau tidak ingin makan sesuatu dulu sebelum pulang?" tanya Lupita ketika melihat Laras tengah sibuk memakai bootnya, bersiap-siap untuk pulang.
"Aku belum terlalu lapar, terimakasih Lupita,"
sahut Laras.
"Pantas saja badanmu kurus," gurau Lupita.
Laras tergelak. Memang badannya menjadi semakin kurus akhir-akhir ini, mungkin karena kelelahan.
"Ah, Ben .. apa kau akan makan malam di rumah?" Lupita berseru ketika sosok Ben muncul di pintu dapur.
"Aku belum tahu, Lupita," sahutnya. Kemudian memandang Laras yang acuh tak acuh kepadanya.
"Sampai jumpa besok, Lupita." Laras mencium pipi gadis berdarah Meksiko itu. Menyambar tas selempangnya, lalu melangkah melewati Ben.
"Laras, aku antar kau pulang." Ben menahan lengan Laras. Lupita yang mendengar itu menaikkan alisnya.
"Rose yang meminta," ujarnya kemudian ketika menyadari Lupita mencurigai sesuatu.
"Tidak perlu, Ben," sanggah Laras seraya menepis lengan Ben pelan. Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya. Ben buru-buru menyusulnya.Menyambar jaket tebalnya dan mengikuti Laras yang telah keluar dari rumah.
"Laras, wait!" seru Ben berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Laras.
"Aku bisa pulang sendiri!" seru Laras ketus.
"Apa kau marah padaku?" tanya Ben sembari mengimbangi langkah Laras.
Laras tergelak. Berusaha menutupi rasa kesalnya pada lelaki di sampingnya ini.
"Kenapa aku harus marah padamu,
pertanyaanmu lucu sekali, Ben," ujar Laras berpura-pura memasang wajah bingungnya
"Ah mungkin hanya perasaanku saja," gumam Ben lega.
Laras mengedikkan bahunya, kemudian melanjutkan langkahnya. Ben masih mencoba mengimbangi langkah Laras yang semakin cepat. Gadis itu menghela nafas pelan,nih orang ngeyel banget sih, batinnya.
"Bisa kau berhenti mengikutiku?" Laras berhenti dan menghadap ke arah Ben.
"Aku ingin memastikan kau selamat sampai di rumah," jawab Ben dengan entengnya.
Laras mendecak. Memijit keningnya beberapa kali. "Memangnya apa yang akan terjadi padaku? Dirampok, diperkosa, dibunuh?" Gadis itu mulai melangkah kembali. Ben masih mengikutinya. Kepalanya ditutup dengan hoodienya. Ben terkekeh. Laras sungguh sangat menggemaskan jika sedang menggerutu. Tak dipedulikannya gadis itu keberatan atau tidak, yang jelas dia akan tetap mengantarnya. Berada di dekatnya Ben merasakan kenyamanan yang tak pernah dirasakannya selama ini dengan wanita lain.
"Aku harus membeli stok makanan," ujar Laras sembari berhenti di depan sebuah supermarket.
"Okay," jawab Ben kemudian mengikuti Laras masuk.Dirapatkannya hoodie menutupi bagian atas wajahnya.
Laras mulai memilih bahan makanan yang terjejer rapi di rak memanjang yang penuh dengan pilihan barang itu. Memasukkan satu persatu bahan yang telah dia pilih ke keranjang dorongnya. Sementara Ben masih mengikutinya dari belakang. Memperhatikan Laras yang tengah sibuk dengan aktifitasnya itu.
"Kau terlihat seperti penguntit, Ben," ujar Laras sembari melirik lelaki itu.
"Anggap saja aku bodyguardmu," sahut Ben.
"Terserah kau saja." Laras mendengus pelan.
Mengacuhkan Ben yang terus saja mengikutinya.
"Ah, aku punya ide!" seru Ben tiba-tiba.
Laras menoleh, ada apa sih dengan lelaki menyebalkan ini, gumamnya dalam hati.
"Bagaimana kalau kita makan malam di tempatmu? Aku yang akan memasak makanannya, sebagai tanda permintaan maafku," kata Ben yang sukses membuat Laras mengerenyitkan dahinya.
"Maaf untuk apa?" tanya Laras.
Ben mengelus hidungnya dengan jari telunjuknya, sepertinya lelaki itu sedang memikirkan sesuatu.
"Untuk apapun yang telah membuatmu kesal dan merubah wajah cantikmu menjadi dingin seperti ini," ucap Ben.
Laras membulatkan matanya. Apa lelaki menyebalkan ini sedang merayunya. Gadis itu tak langsung menyahut kata-kata Ben.
"Please say yes!" pinta Ben.
Laras tak bergeming.
"Please!" ulang Ben memohon.
Laras menghela nafas beberapa kali. Seperti anak kecil yang sedang meminta dibelikan sesuatu oleh ibunya, gadis itu menggerutu dalam hati.
"Okay," jawab Laras pasrah.Ben tersenyum senang. Kemudian mendorong keranjang belanjaan Laras menuju ke rak yang bertuliskan Asian Spice.
Laras tak begitu memperhatikan apa yang diambil Ben dari rak tersebut. Sesaat kemudian keranjang itu hampir penuh dengan barang.
Setelah dirasa bahan makanan dan bumbu yang diambilnya cukup lengkap, Ben mendorong keranjang ke arah kasir. Laras mengikutinya dari belakang.
"Selamat sore," sapa seorang kasir, gadis berbadan sedikit tambun dan berambut merah. Ben tersenyum. Kemudian mengambil satu persatu barang yang ada di dalam keranjang.
"Ya Tuhan, kau Benjamin Chevalier!" pekik
si kasir yang menyadari siapa yang tengah berdiri di hadapannya itu. Suaranya cukup keras hingga terdengar oleh beberapa rekan kerjanya dan juga para pembeli yang tengah mengantri untuk membayar.
Kini hampir semua orang menatap ke arah Ben. Lelaki itupun membuka hoodie yang menutupi kepalanya kemudian menyapa semua orang. Beberapa gadis-gadis muda berteriak histeris memanggil namanya dan berlarian ke arah Ben untuk meminta foto.
Laras memutar bola matanya, kemudian menggeleng pelan. "Miss, bisa kau selesaikan pembayaranku dulu?" ujar Laras kepada si kasir yang rupanya ikut terhipnotis dengan pesona Ben.
"Owh, maafkan aku," ucapnya sembari menscan barang belanjaan Laras.
Laras melirik Ben yang masih dikerubuti beberapa gadis muda, bahkan beberapa lelaki pun ikut berfoto dengannya.
"Totalnya $ 170," kata si kasir.
Laras mengambil dompetnya di dalam tas selempangnya.
"Laras, biar aku saja!" seru Ben seraya menyuruh Laras mundur.
Ben mengeluarkan dompet dari saku celananya kemudian mengambil satu buah kartu ATM dan menyerahkannya kepada kasir.
"You don't need to do that, Ben," ujar Laras canggung.
"Relax, Laras," sahut Ben dengan senyuman manisnya membuat dada Laras berdebar.
"Kalian pasangan yang serasi," celetuk si kasir. Reflek Laras menggeleng.
"Aku asisten Mr Chevalier," kata Laras.Bibir si kasir membentuk huruf O tanda mengerti.
Ben hendak memprotes kata-katanya namun Laras buru-buru memberi isyarat untuk tidak melakukannya.
"Okay, sudah selesai, terimakasih Ben," ucap si kasir seraya menyerahkan dua bungkus plastik besar berisi bahan makanan.
"Biar aku yang bawa, Mr Chevalier." tawar Laras sembari meraih dua bungkus plastik itu.
"Jangan, biar aku saja." Dengan cepat Ben menyambar dua plastik itu. Setelah kartu ATM diserahkan kembali padanya, Ben dan Laras keluar dari supermarket. Setelah sebelumnya Ben melambai kearah para fansnya yang disambut dengan pekikan-pekikan kegirangan mereka.
"Thanks, Ben." Laras berujar ketika keduanya kembali meneruskan perjalanan menuju Tudor City di mana Laras tinggal.
"My pleasure," sahut Ben, masih dengan senyumnya yang mampu mengacaukan perasaan Laras seketika.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
྅≞⃗ Yudho☘️"ķïťå"
bennn.....pelan pelan saja ambil hati laras
2022-04-16
0
Chanik Lestari
laras...persiapkan mental baja mulai skrg karena bgmnpun ben artis terkenal.pasti bnyk fans cewek yg termehek mehek 😄😄
2022-04-04
0
Endang Purwati
Benjamin cavallier ...
2021-07-01
0