Catherine berlari-lari kecil mendekati Laras yang tengah duduk di bangku panjang di bawah pohon oak yang ada di halaman kampus. Gadis itu tengah sibuk dengan bukunya.
"Kelasmu sudah selesai?" tanya Catherine begitu duduk di samping Laras.
"Uh - huh," jawab Laras yang masih sibuk dengan bukunya.
"Kau berhutang penjelasan padaku, Laras," ujar Catherine dengan pandangan penuh selidiknya.
"Apa?" tanya Laras acuh.
"Kau dan Greg."
Laras menutup bukunya. "Aku juga tidak tahu," sahutnya.
Catherine mendecak. "Bagaimana bisa dia mengajakmu kencan," ujar gadis bermata abu-abu itu.
"It's not a date, Cath .. dia hanya mengajakku minum kopi."
"Apa dia menyukaimu?"
Laras terkekeh. "I don't know."
"Lalu bagaimana dengan Ben? Sepertinya dia juga menyukaimu .. ahh kau gila Laras, bagaimana bisa kau disukai dua personel The Rebellion sekaligus," sungut Catherine.
Laras tertawa pelan. Dadanya berdesir ketika mendengar nama Ben disebut. Rasa rindu dengan senyuman lelaki itu tiba-tiba menyeruak.
"Siapa yang akan kau pilih, Laras?" tanya Catherine.
"Ben tidak tertarik padaku, Cath," ucap Laras getir. "Dan Greg, aku tidak tahu harus bagaimana, saat ini aku hanya ingin fokus dengan kuliah dan bertahan hidup di sini, lagi pula aku masih trauma dengan James, aku belum berminat menjalin hubungan dengan laki-laki manapun."
"Awwh Laras .. jangan menyia-nyiakan kesempatan, jangan sampai Greg lolos," ujar Catherine penuh semangat.
"Dasar kau wanita agresif!" maki Laras seraya memukulkan buku ke kepala Catherine pelan.
Gadis berhidung mancung itu hanya mengerjap-ngerjapkan matanya memasang ekspresi wajah tak berdosanya. Membuat Laras tergelak.
***
Ben meletakkan gitarnya di stand gitar yang terletak di pojok ruangan studio. The Rebellion baru saja menyelesaikan rehearsalnya hari ini.
"Let's get some drink," ujar Liam seraya menyambar mantelnya.
"Sorry guys, aku rasa aku tidak bisa ikut kalian," kata Greg sembari memakai mantel tebalnya. "Aku ada janji dengan seseorang."
Ben menoleh ke arah Gregory, dadanya berdebar, apakah seseorang itu Laras, batinnya.
"Wow .. apakah dia seorang wanita?" goda Marcus. Greg hanya tersenyum tipis.
"Woohoo .. akhirnya, aku sempat menyangka kau gay, Greg," seru Liam.
"Sialan kau!" maki Greg.
Liam dan Marcus terbahak. Sementara
Ben hanya tersenyum dingin. Kemudian
tanpa mengatakan apapun, Ben bergegas keluar dari ruang studio. Membuat Greg dan yang lainnya heran.
"Hey Ben .. are you okay?" tanya Marcus. Ketiganya mengikuti Ben keluar dari ruang studio.
"Yeah, I'm fine," jawab Ben malas seraya duduk dan membetulkan tali sepatunya.
"Kau akan ikut minum bersama kami?" tanya Liam.
"Sure," jawab Ben singkat.
Greg menyambar sling bag abu-abunya dan mengenakan kacamata hitamnya.
"See you later, guys," ucap Greg sembari melambaikan tangan kepada tiga sahabatnya itu. Liam dan Marcus membalas lambaian Greg, namun Ben tak bergeming. Wajahnya terlihat dingin.
"Hey Ben, apa kalian sedang punya masalah?"
tanya Marcus yang merasa curiga dengan sikap Ben pada Gregory.
"Nope!" jawab Ben pendek. Namun Marcus tak begitu mempercayainya.
"Apa Greg mengencani wanita yang kau suka, Ben?" goda Liam. Dada Ben berdesir. Ucapan Liam benar adanya.
"Come on Ben, kita cari minum!" seru Marcus sembari mengenakan mantelnya. Ketiganya melangkah keluar dari ruangan itu.
***
"Kau akan mengajakku kemana?" tanya Laras.
Gadis itu berada dalam mobil Gregory.
"You'll know," jawab Greg seraya mengemudikan mobilnya ke arah Hudson Park.
Laras hanya terdiam. Pandangan matanya diarahkan ke luar jendela mobil. Jalanan tampak lengang. Pepohonan yang daunnya mulai berguguran menjadi pemandangan di sepanjang jalan. Pinggiran sungai Hudson mulai terlihat. Kabut mulai turun menutupi sebagian puncak gedung pencakar langit Manhattan.
Greg menghentikan mobilnya di sebuah restauran berpapan nama "Cascade" yang cukup mewah. Lelaki itu turun dari mobilnya kemudian membukakan pintu untuk Laras.
"Aku mengajakmu makan malam," ujarnya.
Laras memandang sekeliling, tempat ini cukup indah, selama dua tahun di New York gadis itu belum pernah menginjakkan kaki di tempat ini. Tentu saja, ini adalah kawasan borjuis.
Restauran bergaya ala cowboy itu cukup ramai. Gregory mengajak Laras ke sebuah meja yang terletak di dekat dengan jendela.
Laras bisa melihat sungai Hudson yang tenang dan boat-boat yang berlalu lalang di tengahnya.
Seorang pelayan datang menghampiri mereka dan menyerahkan dua buku menu kepada Laras dan Greg.
"Emh .. Greg, aku tidak terlalu familiar dengan menu-menu makanan ini, sebaiknya kau saja yang memilih menunya," ujar Laras setelah membaca semua menu makanan dan minuman di buku menu itu.
"Owh .. okay .. emh .. two delmonico's steaks, two glass of wine and .. new york cheesecake for dessert, please," kata Greg kepada sang pelayan restauran. Pelayan itu mencatat pesanan Greg kemudian berlalu.
"You look good," puji Greg kepada Laras yang saat itu memakai mini dress gaya 60an berwarna hitam sepanjang lutut, lengkap dengan stoking warna putih dan sepatu model vintage kesayangannya. Rambut hitam panjangnya yang dibelah tengah tergerai begitu saja. Penampilan Laras memang terlihat klasik.
"Thanks," jawab Laras.
"Boleh aku lebih mengenalmu, Laras .. kau adalah gadis yang unik dan menarik di mataku," ujar Greg.
Laras tergelak. "Aku tidak seperti yang kau bayangkan, aku hanya gadis biasa-biasa saja,"
elaknya.
"No, you're different, kau ingat bukan waktu Ben menemuimu di McFadden, kau adalah satu-satunya wanita yang tidak histeris terhadap Ben, itu aneh."
Dada Laras berdesir. Pertama kali bertemu dengan Ben memang Laras tidak menyadarinya, namun lama kelamaan pesona si mata biru itu mampu mengacaukan pikirannya.
"If you say so," ujar Laras dengan senyum tipisnya
Laras tertegun, apa yang dipikirkannya sehingga dia mengiyakan ajakan makan malam Greg. Apakah semua itu hanyalah keinginannya untuk melampiaskan kekesalannya kepada Ben saja. Tiba-tiba gadis itu merasa telah memanfaatkan Gregory. Sepertinya lelaki di hadapannya ini memang benar-benar menyukainya. Tetapi yang ada dalam benaknya adalah si menyebalkan itu. Laras menghela nafas dalam-dalam.
"Kau ingin menonton film setelah ini?Ghostbusters?" tawar Greg.
"Emhh .. mungkin lain kali, sepertinya aku harus tidur cepat malam ini, besok aku harus bekerja."
"Ahh, I see .. kau bekerja di tempat Rose di akhir pekan bukan?"
"Yep."
"Kau seorang pekerja keras, Laras," puji Greg,
lelaki itu semakin mengagumi gadis cantik di hadapannya ini.
"I have to!" Laras terkekeh. "New York is tough," ujarnya.
"Awesome!" gumam Greg.
Tak lama sang pelayan restauran kembali dengan nampan penuh pesanan makanan mereka. Obrolan pun mulai mengalir hangat di antara keduanya. Sore menjelang malam yang berkabut itu terasa ceria dengan tawa Laras dan Greg yang sesekali pecah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
྅≞⃗ Yudho☘️"ķïťå"
greg kamu harus sadar kalo laras sukanya ben
2022-04-16
0
Chanik Lestari
clasik tak membosankan
2022-04-04
0
Endang Purwati
dandanan klasik Laras....rambut panjang belah tengah tergerai..sepatu vintage...
yg klasik tuuhh emang asyiikk...😍😍😍😍
2021-07-01
1