Laras berusaha sekuat tenaga agar matanya tetap terbuka ketika mendengarkan dosen menerangkan materi di depan kelas. Rasanya Laras tak kuasa menahan rasa kantuknya.
"Alright, see you next week." Sang dosen mengucapkan kata pamungkas. Serentak
satu kelas beranjak dari kursi masing-
masing.
Laras menarik nafas lega. Gurat kelelahan tergambar jelas di wajah cantiknya. Semalam
gadis itu bekerja lembur di bar, untungnya hari ini bosnya memberinya hari libur. Laras menguap beberapa kali, merapikan buku-buku yang ada di mejanya. Lalu menunggu sampai semua orang keluar dari kelas. Ditopangnya dagunya dengan kedua telapak tangannya sambil memejamkan matanya.
"Hey, Laras, kau tidak ingin meninggalkan kelas?"
Sebuah suara mengagetkannya. Laras membuka matanya. Ah, rupanya kelas telah kosong.
Seorang laki-laki berwajah manis tengah menatapnya. Randall, teman sekelasnya.
"Ah ya, aku sedikit mengantuk," ujar Laras seraya menyambar tasnya dan menggantungnya di pundak.
"Mau minum kopi di cafe depan?" tawar Randall.
Laras berpikir sejenak.
"Okay ...."
Keduanya melangkah keluar dari kelas lalu menuju ke sebuah cafe yang tak jauh dari bangunan kelasnya.
"Kau dan Benjamin Chevalier, apa berita itu benar?" tanya Randall begitu keduanya mendapat meja yang berada di luar cafe yang tampak ramai. Beberapa pasang mata menatap Laras penuh selidik. Umumnya adalah para wanita. Pastinya mereka adalah penggemar Ben Chevalier.
"Aku dan Benjamin Chevalier?" Laras tergelak.
"Come on .. jangan bilang kau juga termakan gosip berita hiburan itu. Gara-gara berita itu setiap harinya aku harus menghadapi tatapan-tatapan sinis dari para wanita di kampus ini." sambungnya.
"Lalu bagaimana bisa para wartawan itu mendapatkan foto-fotomu dan Ben, pastilah kau ada hubungan dengannya, entah apapun itu." ujar Randall. "Cotardo dua cangkir, please," katanya kepada pelayan cafe yang menghampiri mereka.
"Aku bekerja kepada neneknya, Ben hanya mengantarku sekali, cuma itu." jawab Laras ketika pelayan cafe itu telah mencatat pesanan mereka.
"Kau tahu, The Rebellion akan mengisi acara puncak ulang tahun Columbia yang ke 266.
Aku salah satu pengurus acaranya," kata Randall.
"Awh .. begitu," gumam Laras. Gadis itu kini mengerti kenapa Ben akhir-akhir ini sering terlihat di kampus. Ulang tahun kampus akan berlangsung dua minggu lagi.
Dua cangkir cotardo pesanan mereka pun datang. Laras mengaduk-aduk sebentar minumannya, menunggunya sedikit hangat.
Laras mendengar suara ribut-ribut dari arah belakangnya. Suara histeris para wanita seraya menyerukan nama "Ben". Gadis itu menoleh. Ya, si casanova itu tengah dikerumuni oleh beberapa wanita yang dengan hebohnya meminta berfoto bersama. Dan Ben dengan sabar melayani mereka. Senyum lebarnya begitu manis, memperlihatkan gigi-gigi taringnya yang menggemaskan. Dada Laras berdegup ketika pandangan mata mereka bertemu.
Lelaki itu melambai kecil ke arahnya. Laras buru-buru membalikkan badannya menghadap Randall kembali. Ben dengan sopan mencoba melepaskan diri dari kerumunan para wanita itu kemudian berjalan ke arah tempat duduk Laras dan Randall.
"Hey .. Laras, si gadis yang aneh," sapa Ben sembari menepuk pundak Laras pelan.
Mata Laras membulat, gadis aneh, batinnya.
Ben menyapa Randall, mereka sepertinya sudah pernah bertemu sebelumnya.
"Kalian satu kelas?" tanya Ben seraya menarik kursi dan duduk di antara keduanya. Randall mengangguk.
"Sedang apa kau di sini?" Sial, pertanyaan bodoh, maki Laras dalam hati. Randall menangkap sekilas rasa gugup dalam diri Laras. Lelaki itu tersenyum simpul.
"Sepertinya aku kuliah di sini," jawab Ben seraya melambai ke arah pelayan. Randall tergelak.
Wajah Laras bersemu merah. "Maksudku .. di cafe ini," ujar Laras gugup.
"Aku sedang menunggu seseorang .. ah itu dia." Ben menunjuk seorang wanita cantik berambut kecokelatan, bergaris wajah khas wanita latin dengan mata bulat indah.
Wanita itu mencium pipi Ben, dada Laras berdesir melihat pemandangan itu.
"You guys, have a nice day," ucap Ben seraya menggandeng tangan wanita itu dan berjalan masuk ke dalam cafe, diikuti oleh seorang pelayan yang tadi dipanggilnya.
Pandangan mata Laras mengikuti mereka hingga keduanya mengambil tempat duduk di dekat jendela kaca. Laras bisa melihat mereka dengan jelas.
Randall kembali menangkap ekspresi aneh dari wajah Laras. "Kau terlihat kesal melihat mereka," ujar Randall mengagetkan Laras.
"What? Kau bercanda," sanggah Laras.
Randall terkekeh.
"Tak ada wanita yang bisa menolak pesona Benjamin Chevalier," gumam Randall masih dengan kekehannya.
Laras mendengus kesal. "Aku bisa!" serunya.
"Thanks for the coffee, Randall." Laras berdiri
dan melangkah meninggalkan tempat itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Theresia Setyawati
Laras namanya ganti aja Munaroh
2022-06-18
0
྅≞⃗ Yudho☘️"ķïťå"
wahhhh wahh laras ada apa dengan hatimu
2022-04-16
0
Chanik Lestari
laras mulai galau
2022-04-04
0