Laras berlari kecil menuju ke sebuah cafe yang masih berada dalam lingkungan kampus. Halaman kampus cukup ramai dengan para mahasiswa yang lalu lalang.
Langkah gadis itu terhenti ketika melihat sesosok berambut panjang pirang yang baru saja turun dari mobilnya. Secara reflek Laras membalikkan badannya mencoba menghindar. Namun baru saja kakinya hendak melangkah, gadis itu dikejutkan oleh sesosok lelaki berambut panjang pirang yang muncul entah dari mana.
"Hey .. Laras!" panggil sosok yang tak lain adalah Benjamin Chevalier.
"Sial!" pekiknya perlahan. Dilihatnya sekeliling, ada beberapa mahasiswa yang mendengar Ben memanggilnya dan kini mereka menatapnya dengan tatapan penuh selidik.
Ben melangkah setengah berlari menghampiri Laras yang belum juga membalikan badannya untuk menyahut panggilan lelaki itu.
"Hi Ben." Laras meringis. "Sorry Ben .. I gotta go, temanku sedang menungguku." Gadis itu melambaikan telapak tangannya kecil untuk berpamitan. Lelaki itu hendak menahan, namun langkah gadis itu begitu cepat dan beberapa saat kemudian telah berlalu dari hadapannya. Ben menaikkan alisnya heran. Lalu mengangkat bahunya. Kemudian melangkah masuk ke dalam gedung.
Laras menghempaskan tubuhnya di kursi cafe yang empuk, Catherine yang tengah menyeruput kopinya mememperhatikan sahabatnya itu heran.
"What's wrong?" tanyanya.
"Aku heran, dari dulu aku tidak pernah melihat Ben Chevalier di kampus ini, tapi kenapa akhir-akhir ini aku sering melihatnya?" Laras balik bertanya.
Catherine terkekeh. "Kau saja yang tidak pernah memperhatikan."
"Hmm .. benar juga. "Laras manggut-manggut tanda setuju dengan perkataan Catherine.
"Benar kau tidak ada hubungan dengannya?"
tanya Catherine curiga.
Laras tergelak. Dikibaskannya telapak tangannya tanda gadis itu tidak serius menanggapi pertanyaan sahabatnya itu.
"Mustahil sekali, selebriti sepertinya, dengan gadis biasa sepertiku?" Kembali Laras tergelak. "Hanya ada di negeri dongeng."
Laras meneguk kopi yang telah dipesan Catherine untuknya. "Aku sudah menceritakan padamu bukan kalau aku bekerja di tempat neneknya?"
"Aha!" Catherine menjentikan jari telunjuknya. "Itu dia .. kisah Cinderella abad modern akan segera tertulis."
"Ya, ya tentu saja .. di dalam mimpimu." sahut Laras. Keduanya terbahak.
Siang itu dihabiskan keduanya mengobrol hangat di cafe dengan pemandangan menyegarkan pepohonan rimbun yang tersebar di seluruh area kampus.
***
Langkah Laras terburu-buru memasuki rumah Madame Rose yang bercat merah muda itu. Segera dibukanya mantel yang membungkus tubuhnya dan digantungnya di tiang tempat penggantungan mantel yang berada di dekat dapur. Dilihatnya Lupita yang telah selesai menyiapkan makan siang.
"Maaf Lupita, aku terlambat, aku baru selesai kuliah jam 12.30 tadi." ujar Laras sembari merapikan seragam kerjanya.
"Kau langsung saja bawa makan siang Nyonya ke kamarnya," ujar Lupita memberi perintah.
Laras mengangguk. Segera saja dibawanya nampan berisi makan siang ke kamar Madame Rose.
Selang beberapa menit kemudian Laras kembali ke dapur dengan nampan kosong.
Lupita yang tengah menikmati makan siangnya melambai ke arahnya.
"Laras, bisa kau bantu aku mengantarkan botol anggur ke ruangan Benji?" ujarnya seraya menunjuk sebuah botol anggur beserta gelasnya di atas meja.
"Ben ada di sini?" tanya Laras sedikit terkejut.
Gadis itu baru ingat bahwa setiap akhir pekan Benjamin akan menginap di tempat Madame Rose.
"Yep, dia menginap dari semalam."
"Okay." Laras mengambil botol dan gelasnya itu dan meletakkannya di atas nampan yang
masih dibawanya. "Sebelah mana ruangan
Ben?" tanyanya kemudian.
"Kau lurus saja dari sini, lalu belok ke kiri, jalan beberapa meter, ada pintu berwarna hitam, nah .. disitu ruangannya." Lupita menerangkan.
Laras baru dua kali akhir pekan bekerja di rumah ini hingga masih belum terlalu hafal dengan seluk beluk rumah yang cukup besar ini. Laras mengetuk pintu berwarna hitam itu pelan. Tak ada jawaban. Sayup-sayup terdengar suara lengkingan gitar elektrik dari dalam ruangan. Gadis itu kemudian mengetuk kembali. Kali ini sedikit keras. Lengkingan gitar berhenti. Tak berapa lama pintu dibuka dari dalam. Wajah tampan Ben dengan rambut panjang sebahu acak-acakannya menyembul. Ekspresi wajahnya sekilas terlihat senang melihat Laras yang berdiri sembari memegang nampan yang berisi satu botol anggur dan satu gelas berkaki panjang. Gadis itu terlihat gugup.
"Hey Laras, ayo masuk," ujar Ben seraya membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Laras masuk.
Laras tersenyum. Kemudian masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi dengan gitar dan amplifier itu. Gadis itu meletakan nampan di atas meja yang berdekatan dengan sofa panjang.
"Duduklah di sini sebentar." kata Ben seraya melangkah ke arah sofa lalu duduk di atasnya. Tangan kanannya menyambar botol anggur di atas meja lalu menuangkannya ke dalam gelas.
"Emh .. aku masih banyak pekerjaan, Lupita sedang menungguku." ujar Laras berbohong.
Ben terkekeh. "Ayolah, ini jam makan siang, Lupita pasti sedang beristirahat, santai saja Laras, lagi pula Rose bukan majikan yang galak, bukan?"
Laras tercekat. Gadis itu memutar otak untuk mencari alasan lain agar tidak lama-lama berdekatan dengan lelaki ini.
"Ayolah, temani aku minum sebentar!" seru Ben mengagetkan Laras yang tengah sibuk dengan pikirannya.
"Emh .. sorry Ben, I really have a lot of work to do." Setelah mengucapkan kalimat itu, Laras bergegas keluar dari ruangan. Ben mengayun kedua tangannya ke atas, heran dengan sikap Laras yang sudah kedua kalinya ini menghindarinya.
***
"Sampai jumpa besok, Lupita," kata Laras sembari mengalungkan syalnya di leher.
Hari ini pekerjaan gadis itu telah selesai.
Raut wajahnya tampak lelah.
"Take care, Laras." Lupita melambaikan tangannya ke arah Laras yang mulai menjauh dari dapur.
Laras menoleh ke arah koridor di mana ruang studio Ben berada, pintu berwarna hitam itu tertutup rapat. Gadis itu menarik nafas lega.
"Hey, mau aku antar pulang?"
"Geez!" Laras terpekik ketika melihat Ben tiba-tiba telah berdiri di hadapannya. Lelaki itu tergelak.
"Ya ampun, Laras .. kau melihatku seperti sedang melihat alien," ujar Ben.
Laras memegangi dadanya yang berdegup dengan kencang. Entah karena terkejut atau karena berada di dekat lelaki ini.
"So, aku antar kau pulang ya, kebetulan aku mau ke studio Rebellion di Time Warner, aku rasa masih satu jalan dengan Tudor City kalau dari sini," ujar Ben.
"Tidak, tidak perlu, Ben .. terimakasih, aku jalan kaki saja," sahut Laras segera. Diantar lelaki ini pulang artinya hidupnya akan tambah runyam jika kembali tertangkap media.
"Kau yakin?" tanya Ben.
"Yeah, I'm okay, thanks .. see you, Ben."
Laras melangkah dengan cepat meninggalkan Ben yang hanya bisa terpaku memandang kepergian gadis itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
྅≞⃗ Yudho☘️"ķïťå"
ternyata ben maju tak gentar ni
2022-04-16
0
Chanik Lestari
ben pasti bingung diluar sana cewek berebut perhatian nya , tapi sama laras malah dicuekin , ditolak2 😄😄
2022-04-04
0
Styaningsih Danik
alurnya ringan gk ruwet tapi menarik kayak ada sihirnya buat baca ...👍
2021-09-27
0