"Lupita, kau tahu dimana asisten baru?" tanya Ben kepada Lupita yang tengah mencuci piring di dapur.
"Kurasa dia ada di ruang laundry," jawab Lupita.
"Laras, right? her name?" tanya Ben membuat Lupita heran.
"Yeah?" jawab Lupita.
Ben melangkah menuju ruang laundry,
dilihatnya Laras tengah sibuk memasukkan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci. Ben bersandar di samping pintu sambil melipat kedua tangannya di dadanya. Laras tak menyadari kehadirannya.
"Sepertinya Rose menyukaimu ...." ucap Ben mengagetkan Laras.
"Geez, kau mengagetkanku!" gerutu Laras.
Ben tertawa kecil. Gadis ini benar-benar galak. Bahkan reaksinya pun biasa saja terhadapnya. Gadis-gadis lain sudah pasti histeris ketika bertemu dengannya, tapi gadis ini bahkan tak mengenali siapa Benjamin Chevalier pada perjumpaan pertama beberapa hari lalu.
"Do you need anything?" tanya Laras.
"No, cuma .. karena kebetulan bertemu denganmu di sini, kurasa aku akan menagih sesuatu darimu!"
"I don't understand ...." Laras menatap Ben heran.
"Kau berhutang permintaan maaf padaku, Nona." Ben tersenyum jahil.
"Excuse me? Maaf untuk apa?"
"Apa kau ingat kau menabrakku di lorong kampus beberapa hari yang lalu?"
"Ah itu ...." Laras terdiam sejenak. "I'm sorry, happy now?"
Laras kembali menyibukkan dirinya dengan cucian bajunya. Mengacuhkan Ben.Tetapi Ben semakin bersemangat mengganggu Laras.
"Tidak kedengaran seperti permintaan maaf ...." gumam Ben.
"You called me freak!" seru Laras membuat Ben kembali tertawa.
"You are!"
Laras mendengus kesal. Dia tahu sebenarnya memang dia yang salah waktu itu. Dia yang tak terlalu memperhatikan sekeliling.
"Fine, aku minta maaf, suasana hatiku sedang kacau saat itu."
"Broke up with your boyfriend?"
"Bukan urusanmu!" seru Laras ketus.
Ben mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Dikeluarkannya ponsel dari sakunya, diutak atik sebentar, lalu menyodorkannya pada Laras.
"What?" tanya Laras heran.
"Tulis nomer ponselmu!"
"Untuk apa?"
"Rose yang memintanya, dia ingin aku memastikan kau datang setiap akhir pekan!"
Laras meraih ponsel Ben lalu menuliskan nomernya di sana. Lalu menyodorkannya kembali kepada Ben.
"Thanks, beautiful!"
Ben mengedipkan sebelah matanya kepada Laras lalu berlalu dari ruangan itu. Laras hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian melanjutkan pekerjaannya.
***
Laras telah menyelesaikan pekerjaan hari ini dan bersiap-siap pulang. Dikenakannya mantel tebal dan sepatu bootnya lalu melangkah keluar dari rumah Madame Rose.
"Laras,aku antar ya?"
Laras menghentikan langkahnya, Ben tengah memakai jaket sembari menghampirinya.
Menekan tombol remote mobil mewahnya yang terparkir di depan rumah.
"No need, thanks .. aku jalan saja, hanya tiga puluh menit dari sini," tolak Laras.
"Kau tinggal dimana?"
"Tudor city."
"Kalau begitu aku antar kau jalan kesana."
"Sungguh tidak perlu, Mister Chevalier!" seru Laras sedikit kesal.
"Rose yang meminta, please, she's gonna kill me, kalau aku tidak mengantarmu pulang."
Wajah Ben memelas.
"Really?" tanya Laras ragu.
Ben mengangguk-angguk dengan serius.
Laras menarik nafas dalam-dalam, kemudian mengiyakan saja permintaan Ben. Lelaki itu menutup kepalanya dengan hoodienya, dan mengenakan kacamata hitamnya.Kemudian mengikuti langkah Laras.
"Menghindari paparazi?" celoteh Laras
melihat penyamaran Ben. Lelaki tampan itu tersenyum kecil.
"Kau tahu siapa aku rupanya," ujar Ben senang.
"Siapa yang tidak?" sahut Laras.
"Kenapa kau tidak histeris?" tanya Ben penasaran. "Kau bahkan tidak mengenaliku waktu insiden itu?"
"I am not a fan," jawab Laras jujur. "Tapi aku sering mendengar nama The Rebellion, I just don't notice them or listen to their songs," sambung Laras.
"I see ...." Ben manggut-manggut.
"Ah, sudah berapa lama kuliah di Columbia?" tanya Ben kemudian.
"Sekitar dua tahun."
"Kenapa aku tidak pernah melihatmu?"
Laras tergelak, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"What?" tanya Ben heran.
"Kau pikir selebriti sepertimu akan memperhatikan orang biasa seperti aku?" ujar Laras di sela-sela tawanya.
"Bisa saja, kalau orang biasa itu secantik kau," goda Ben.
"Bullshit!"
Giliran Ben tergelak. "Selain di tempat Rose,kau bekerja dimana lagi?"
"McFadden's Saloon dekat aku tinggal."
"Kedengaran seperti bar?"
"It is!"
Keduanya sampai di Tudor City Park. Ben berhenti, lalu mengajak Laras menuju ke arah sebuah burger van bertuliskan "Burger Bar" yang tengah berhenti di pinggir jalan.
"Bacon Rolls, dua, please," kata Ben kepada penjual burgernya. Tiba-tiba setengah kaget dia menepuk jidatnya lalu memandang Laras.
"Kau muslim?" tanya Ben, mengingat yang di pesannya adalah bacon, irisan daging ****. Kata neneknya, Laras berasal dari Indonesia, negara yang mayoritas beragama Islam.
"Bukan.." Laras menggeleng.
Ben menarik nafas lega, dia takut menyinggung Laras.
"Hey Ben, I am your fan," kata penjual burger sembari menyiapkan pesanan Ben. Lelaki itu terlihat kaget ada orang yang mengenalinya.
"Thanks, man," ujarnya sambil tersenyum.
Penjual burger itu menyerahkan pesanan Ben, kemudian melirik ke arah Laras.
"Beautiful girlfriend, Ben," ujarnya.
Langsung saja Laras menggerak-gerakan telapak tangannya ke kiri dan ke kanan sambil menggeleng.
"No, no, no .. I'm not his girlfriend."
Ben hanya mengedipkan sebelah matanya kepada penjual burger itu dan tersenyum jahil. Lalu mengajak Laras duduk di sebuah bangku panjang di bawah pohon yang daunnya berguguran.
"Thanks," ucap Laras ketika Ben menyodorkan bacon rolls kepadanya. Memasukan satu gigitan ke dalam mulutnya.
"So, kenapa kau ambil dua pekerjaan sekaligus?" tanya Ben.
Laras menghela nafas pelan.
"New York itu keras Mister Chevalier,"
sindir Laras.
"Tunggu, bisa kau panggil aku, Ben saja?"
"Sure, Ben," ujar Laras sembari memasukan gigitan terakhir bacon rollsnya.
"Apa kau tidak capek? Dua pekerjaan dan masih ditambah kuliah, lalu tidak ada hari
libur," tanya Ben sembari memandang Laras simpatik.
"Biaya hidup, sewa apartemen, tidak murah bukan, sebelumnya aku membaginya dengan pacarku, emh, mantan pacarku. Jadi karena sekarang aku sendirian, aku tidak punya pilihan selain bekerja ekstra."
"Biaya kuliah?" tanya Ben.
"I got scholarship."
"Ah, I see ...."
Laras melirik jam tangannya,kemudian bangkit dari duduknya.
"Alright, Ben, thanks a lot and thanks for the bacon rolls ...."
"Kau tinggal di gedung sebelah mana?" tanya Ben tanpa mempedulikan ucapan Laras barusan. Laras menunjuk sebuah gedung yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat mereka.
"Aku antar sampai ke apartemenmu," ujar Ben seraya bangkit dan melangkah ke arah gedung itu.
"Di sini saja sudah cukup, Ben." Laras berlari-lari kecil mengikuti langkah Ben.
"Tidak apa-apa, aku sedang tidak ada kerjaan," jawab Ben acuh tak acuh.
Laras gemas sendiri. Ini orang maksa banget sih,pikirnya. Keduanya lalu memasuki gedung itu dan menuju lantai 11 dimana Laras tinggal. Laras membuka pintu bertuliskan nomor 659.
"Apa kau mau masuk?" tawar Laras.
"Jika kau tak keberatan," Ben tersenyum jahil.
Dilihatnya wajah lelah Laras yang sayu. "I'm joking, lain kali saja ...."
Laras tertawa kecil, lalu melambai kepada Ben dan menutup pintu apartemennya dan tak lupa mengucapkan terimakasih kepada lelaki itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Dewa Qin
benji....sudah mulai tertantang rupanya😂
2023-07-11
0
🌜melody 🌛
haisshhhh benji modus
2023-07-09
0
Yani Cuhayanih
I see i am not nothing abi lier puyeng dah makan roti rawar tp masih blm bisa bhs Inggris.....wkwkwk.....wioslah ....teraskn dei baca carita na....
2023-05-20
0