Bughh!
"Akh!"
Zia kembali memundurkan tubuh mungilnya di balik tembok, saat seorang pria tinggi dengan badan atletis tiba-tiba muncul dari arah pintu, yang langsung menghujani Rival dengan pukulan bertubi-tubi.
"S-siapa kau?!"
Bugh!
Pertanyaan Rival malah dibalas dengan pukulan oleh Rain. Merasa posisinya tidak menguntungkan, lelaki berhoodie hitam itu segera mencari celah untuk meloloskan diri.
Bugh!
"Arghh! Hey, jangan kabur!" teriak Rain dengan emosi yang masih memuncak, tak mengindahkan perutnya yang masih nyeri terkena tendangan lawan.
Namun Rain segera mengurungkan niat untuk mengejar orang asing itu. Perhatiannya beralih pada Airin yang sudah terduduk di atas lantai sambil menangis.
Rain mendekat. Meraih Airin dalam pelukan, sembari mengelus surainya dengan lembut.
"Sudah, tidak apa-apa. Ada aku di sini. Maaf tidak menyadari sebelumnya. Hingga orang asing itu berhasil memasuki rumah."
Rain melonggarkan pelukannya. Ingin menatap wajah wanita yang masih terisak itu.
Ia meraih dagu Airin, lalu membimbingnya agar mendongak, kemudian menyeka sisa air mata yang membasahi pipi dengan ibu jarinya.
Dilihatnya hasil perbuatan Rival di leher jenjang Airin. Leher putih itu kini nampak memerah dengan bekas telapak tangan, bahkan di bagian samping leher sedikit mengeluarkan darah, mungkin sempat tergores kuku laki-laki tadi.
"Sialan!" umpat Rain pelan.
"Apa kau baik, Rin? Orang itu sudah menyakitimu. Aku tak akan membiarkan pria brengsek itu lolos."
"Dia sepupuku," sahut Airin,menatap Rain dengan manik mata yang bergerak gelisah.
"A-apa?!" Rain melongo tak percaya.
"Zia .... "
Tiba-tiba Airin teringat dengan putri kecilnya, kekhawatiran itu mengalahkan rasa perih di leher yang mulai terasa.
Zia yang masih bersembunyi di balik tembok segera menuju kamar, sebelum Airin menyadari bahwa dirinya masih terjaga.
"Mari aku bantu," tawar Rain saat Airin hendak melangkahkan kakinya.
Airin menuju kamar dengan dipapah oleh Rain. Saat baru sampai di ambang pintu kamar, ia pun bernafas lega. Dilihatnya Zia masih terlelap di atas ranjang.
Pandangan Airin yang masih sedikit buram karena air mata, membuatnya tak menyadari jika kelopak mata Zia sedikit bergerak-gerak.
Namun Rain dapat melihat itu dengan sangat jelas, ia hanya tersenyum simpul menanggapi tingkah Zia.
"Mau langsung tidur atau—"
"Aku ingin bicara sebentar." Airin memotong sebelum pria itu merampungkan ucapannya.
"Baiklah. Tapi, aku bantu obati lukamu dulu, oke?"
"Tidak usah, ini luka ringan. Aku buatkan kopi dulu."
"Kau yakin? Biar aku saja yang buatkan kopi," tawar Rain yang masih mencemaskan kondisi Airin.
Airin menggeleng sebelum akhirnya melenggang menuju dapur.
"Keras kepala," gumam Rain yang hanya bisa pasrah memandangi punggung Airin sambil tersenyum gemas.
Tak.
Airin meletakkan dua cangkir kopi di atas meja.
"Terima kasih sudah datang tepat waktu," ujar Airin membuka percakapan.
"Ada panggilan telepon darimu. Tapi setelah aku telpon balik, ponselmu sudah tidak aktif. Karena khawatir, aku coba mengecek ke sini. Firasatku sudah tidak enak saat melihat gerbang depan digembok, tapi pintu rumah terbuka lebar. Seperti bukan kau saja," jelas Rain.
"Aku? Menelpon?"
"Um... Ah, lupakan. Mungkin aku keliru. Hanya perasaanku saja." Rain segera meralat penjelasannya. Ia teringat dengan Zia yang pura-pura tidur tadi.
Menurutnya Airin tak perlu tahu dulu, hal tersebut akan menjadi urusannya nanti dengan gadis kecil itu.
"Intinya, kenapa sepupumu sendiri mau mencelakaimu?" Rain berusaha mengalihkan pembicaraan saat Airin terus menatapnya dengan heran, seolah tak percaya dengan penuturannya barusan.
"Keluarga mereka sangat licik dan gila harta. Mereka ingin aku menandatangani surat wasit padahal aku belum meninggal."
"Sinting."
"Begitulah. Masalahnya sekarang, dia sudah tahu dimana aku tinggal. Aku khawatir hal ini akan membahayakan Zia. Secara tidak langsung Zia akan menjadi pewaris harta orang tuaku kelak. Untungnya mereka belum mengetahui keberadaan Zia. Jadi, sekarang yang mereka incar adalah aku."
Rain mengangguk tanda paham. Diam-diam dia bernafas lega karena Zia yang tak menunjukkan diri di hadapan lelaki asing tadi. Rain pun mengira, Zia tadi sudah melihat segala perbuatan pria asing itu pada bundanya.
'Oh, semoga Zia tidak trauma.' Doa Rain dalam benak.
Mengingat leher Airin yan juga terdapat tanda merah bekas gigitan tomcat itu, membuat Rain reflek mengepalkan tangannya.
'Sialan dia. Seenaknya saja mencuri start dariku,' batin Rain, geram.
"Mas ... " Airin mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Rain.
"Mas? Kamu kenapa?"
"Eh? Oh! Maaf. Aku melamun. Hehe... (melamunin kamu)," sahut Rain, sambil nyengir kuda.
"Hati-hati kesambet, Mas. Ini sudah malam."
"Ah, kamu benar."
Rain segera menghabiskan kopi buatan Airin. Berharap bisa segera pamit pulang. Bagaimana pun dia tetap lelaki dewasa yang apabila dihadapkan dengan wanita secantik Airin, kadar ke-imannya akan goyah juga. Apalagi suasana mendukung seperti sekarang ini.
"Soal sepupumu itu, biar aku yang urus. Siapa namanya?" tanya Rain, menyembunyikan kegugupan.
"Rivaldo."
"Ah, iya. Aku akan mencari tahu tentangnya."
"Sekali lagi, terima kasih, Mas. Karena sudah banyak membantuku dan Zia. Aku selalu berhutang nyawa padamu."
"Tidak masalah. Aku sudah menganggapmu seperti keluargaku sendiri. Sebenarnya aku juga berharap kita bisa menjadi keluarga sungguhan."
"Eh?"
Airin sedikit tersentak dengan penuturan yang terdengar ambigu barusan.
Mereka saling diam beberapa saat, membuat suasana menjadi canggung.
"Hahaha. Aku mengerti jika kamu belum siap. Aku selalu sabar untuk menunggu jawaban darimu. Sampai kapanpun itu." Rain mencoba mencairkan suasana.
"Jangan ... " lirih Airin pelan, namun masih bisa terdengar oleh telinga Rain.
"Baiklah, sepertinya aku harus pulang. Maaf, tadi aku memanjat gerbang depan."
"Oh, biar aku bukakan." Airin segera berdiri untuk mengambil kunci yang ia gantung di dekat saklar lampu ruang tamu. Jujur saja, sebenarnya ia juga merasa tidak enak dengan Rain.
Rain memandangi Airin sambil tersenyum, meski hatinya sedang kecewa. Bukankah Airin baru saja menolak lamarannya?
'Jangan.'
Berarti jangan menunggu, atau jangan berharap?
Entahlah. Skenario Tuhan akan lebih indah daripada rencana makhluknya.
Namun di kamus Rain tidak ada kata menyerah. Pria itu akan terus berjuang hingga Airin sadar jika dia tetaplah wanita yang membutuhkan hati untuk bersandar.
...***...
Suara kicau burung di pagi hari yang sudah menjelang siang. Juga secercah sinar mentari yang mulai memanas. Keduanya sanggup menembus jendela kaca apartemen yang masih tertutupi tirai.
Mengusik seorang pria yang masih tertidur pulas di atas ranjang. Di sampingnya, seorang wanita sedang memeluk tubuhnya dengan erat.
Tubuh polos mereka tertutup selimut tebal yang hanya menutupi hingga sebatas dada.
"Enghhh.... " Keano menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku sambil mengerang.
Terasa seperti ada seekor ular piton yang sedang melilit tubuhnya. Sontak saja kedua matanya terbuka lebar-lebar.
Sejak kapan Keano memelihara ular piton?
Ekor matanya langsung menemukan seonggok daging tanpa busana sedang memeluknya erat.
"C-Celia? A-apa yang—"
Keano tak sanggup melanjutkan kata-katanya saat mencoba mencerna keadaan.
"Celia bangun!"
Keano berusaha melepaskan diri, namun Celia malah mempererat pelukannya.
"Sebentar lagi, No... Aku masih mengantuk. Terlalu lelah," desah Celia sambil mencari kenyamanan di dada Keano.
"Kau... Memperkaosku?!" tanya Keano, menahan amarah.
"Aku? Haha. Yang benar saja. Siapa yang menggendongku ke kamar ini, hmm?"
Keano berusaha menangkap maksud ucapan Celia. Apa yang terjadi padanya kemarin? Hingga dengan bodohnya ia berakhir di atas ranjang bersama mantan istrinya sekarang ini.
"Arghh!"
Keano bangkit sambil merusak kasar surainya. Membuat tampilannya semakin berantakan. Celia langsung tersentak dari posisinya karena gerakan yang tiba-tiba itu.
"Kenapa harus sefrustasi itu, No. Kita sudah biasa melakukan kegiatan ini," ujar Celia, santai. Sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga leher.
"Keluar dari apartemenku!!"
Bentakan Keano sukses membuat Celia bergidik ngeri.
"T-tapi ... Aku belum memakai baju—"
"KELUAR!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Author yang kece dong
semangat ya kakak
2022-07-08
1
lazy
rain untung kau datang *bighugairin*
2022-06-21
1
최리아
Dasar buaya 🤣
2022-06-19
1