Eps 18. Kalut

Bughh!

"Akh!"

Zia kembali memundurkan tubuh mungilnya di balik tembok, saat seorang pria tinggi dengan badan atletis tiba-tiba muncul dari arah pintu, yang langsung menghujani Rival dengan pukulan bertubi-tubi.

"S-siapa kau?!"

Bugh!

Pertanyaan Rival malah dibalas dengan pukulan oleh Rain. Merasa posisinya tidak menguntungkan, lelaki berhoodie hitam itu segera mencari celah untuk meloloskan diri.

Bugh!

"Arghh! Hey, jangan kabur!" teriak Rain dengan emosi yang masih memuncak, tak mengindahkan perutnya yang masih nyeri terkena tendangan lawan.

Namun Rain segera mengurungkan niat untuk mengejar orang asing itu. Perhatiannya beralih pada Airin yang sudah terduduk di atas lantai sambil menangis.

Rain mendekat. Meraih Airin dalam pelukan, sembari mengelus surainya dengan lembut.

"Sudah, tidak apa-apa. Ada aku di sini. Maaf tidak menyadari sebelumnya. Hingga orang asing itu berhasil memasuki rumah."

Rain melonggarkan pelukannya. Ingin menatap wajah wanita yang masih terisak itu.

Ia meraih dagu Airin, lalu membimbingnya agar mendongak, kemudian menyeka sisa air mata yang membasahi pipi dengan ibu jarinya.

Dilihatnya hasil perbuatan Rival di leher jenjang Airin. Leher putih itu kini nampak memerah dengan bekas telapak tangan, bahkan di bagian samping leher sedikit mengeluarkan darah, mungkin sempat tergores kuku laki-laki tadi.

"Sialan!" umpat Rain pelan.

"Apa kau baik, Rin? Orang itu sudah menyakitimu. Aku tak akan membiarkan pria brengsek itu lolos."

"Dia sepupuku," sahut Airin,menatap Rain dengan manik mata yang bergerak gelisah.

"A-apa?!" Rain melongo tak percaya.

"Zia .... "

Tiba-tiba Airin teringat dengan putri kecilnya, kekhawatiran itu mengalahkan rasa perih di leher yang mulai terasa.

Zia yang masih bersembunyi di balik tembok segera menuju kamar, sebelum Airin menyadari bahwa dirinya masih terjaga.

"Mari aku bantu," tawar Rain saat Airin hendak melangkahkan kakinya.

Airin menuju kamar dengan dipapah oleh Rain. Saat baru sampai di ambang pintu kamar, ia pun bernafas lega. Dilihatnya Zia masih terlelap di atas ranjang.

Pandangan Airin yang masih sedikit buram karena air mata, membuatnya tak menyadari jika kelopak mata Zia sedikit bergerak-gerak.

Namun Rain dapat melihat itu dengan sangat jelas, ia hanya tersenyum simpul menanggapi tingkah Zia.

"Mau langsung tidur atau—"

"Aku ingin bicara sebentar." Airin memotong sebelum pria itu merampungkan ucapannya.

"Baiklah. Tapi, aku bantu obati lukamu dulu, oke?"

"Tidak usah, ini luka ringan. Aku buatkan kopi dulu."

"Kau yakin? Biar aku saja yang buatkan kopi," tawar Rain yang masih mencemaskan kondisi Airin.

Airin menggeleng sebelum akhirnya melenggang menuju dapur.

"Keras kepala," gumam Rain yang hanya bisa pasrah memandangi punggung Airin sambil tersenyum gemas.

Tak.

Airin meletakkan dua cangkir kopi di atas meja.

"Terima kasih sudah datang tepat waktu," ujar Airin membuka percakapan.

"Ada panggilan telepon darimu. Tapi setelah aku telpon balik, ponselmu sudah tidak aktif. Karena khawatir, aku coba mengecek ke sini. Firasatku sudah tidak enak saat melihat gerbang depan digembok, tapi pintu rumah terbuka lebar. Seperti bukan kau saja," jelas Rain.

"Aku? Menelpon?"

"Um... Ah, lupakan. Mungkin aku keliru. Hanya perasaanku saja." Rain segera meralat penjelasannya. Ia teringat dengan Zia yang pura-pura tidur tadi.

Menurutnya Airin tak perlu tahu dulu, hal tersebut akan menjadi urusannya nanti dengan gadis kecil itu.

"Intinya, kenapa sepupumu sendiri mau mencelakaimu?" Rain berusaha mengalihkan pembicaraan saat Airin terus menatapnya dengan heran, seolah tak percaya dengan penuturannya barusan.

"Keluarga mereka sangat licik dan gila harta. Mereka ingin aku menandatangani surat wasit padahal aku belum meninggal."

"Sinting."

"Begitulah. Masalahnya sekarang, dia sudah tahu dimana aku tinggal. Aku khawatir hal ini akan membahayakan Zia. Secara tidak langsung Zia akan menjadi pewaris harta orang tuaku kelak. Untungnya mereka belum mengetahui keberadaan Zia. Jadi, sekarang yang mereka incar adalah aku."

Rain mengangguk tanda paham. Diam-diam dia bernafas lega karena Zia yang tak menunjukkan diri di hadapan lelaki asing tadi. Rain pun mengira, Zia tadi sudah melihat segala perbuatan pria asing itu pada bundanya.

'Oh, semoga Zia tidak trauma.' Doa Rain dalam benak.

Mengingat leher Airin yan juga terdapat tanda merah bekas gigitan tomcat itu, membuat Rain reflek mengepalkan tangannya.

'Sialan dia. Seenaknya saja mencuri start dariku,' batin Rain, geram.

"Mas ... " Airin mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Rain.

"Mas? Kamu kenapa?"

"Eh? Oh! Maaf. Aku melamun. Hehe... (melamunin kamu)," sahut Rain, sambil nyengir kuda.

"Hati-hati kesambet, Mas. Ini sudah malam."

"Ah, kamu benar."

Rain segera menghabiskan kopi buatan Airin. Berharap bisa segera pamit pulang. Bagaimana pun dia tetap lelaki dewasa yang apabila dihadapkan dengan wanita secantik Airin, kadar ke-imannya akan goyah juga. Apalagi suasana mendukung seperti sekarang ini.

"Soal sepupumu itu, biar aku yang urus. Siapa namanya?" tanya Rain, menyembunyikan kegugupan.

"Rivaldo."

"Ah, iya. Aku akan mencari tahu tentangnya."

"Sekali lagi, terima kasih, Mas. Karena sudah banyak membantuku dan Zia. Aku selalu berhutang nyawa padamu."

"Tidak masalah. Aku sudah menganggapmu seperti keluargaku sendiri. Sebenarnya aku juga berharap kita bisa menjadi keluarga sungguhan."

"Eh?"

Airin sedikit tersentak dengan penuturan yang terdengar ambigu barusan.

Mereka saling diam beberapa saat, membuat suasana menjadi canggung.

"Hahaha. Aku mengerti jika kamu belum siap. Aku selalu sabar untuk menunggu jawaban darimu. Sampai kapanpun itu." Rain mencoba mencairkan suasana.

"Jangan ... " lirih Airin pelan, namun masih bisa terdengar oleh telinga Rain.

"Baiklah, sepertinya aku harus pulang. Maaf, tadi aku memanjat gerbang depan."

"Oh, biar aku bukakan." Airin segera berdiri untuk mengambil kunci yang ia gantung di dekat saklar lampu ruang tamu. Jujur saja, sebenarnya ia juga merasa tidak enak dengan Rain.

Rain memandangi Airin sambil tersenyum, meski hatinya sedang kecewa. Bukankah Airin baru saja menolak lamarannya?

'Jangan.'

Berarti jangan menunggu, atau jangan berharap?

Entahlah. Skenario Tuhan akan lebih indah daripada rencana makhluknya.

Namun di kamus Rain tidak ada kata menyerah. Pria itu akan terus berjuang hingga Airin sadar jika dia tetaplah wanita yang membutuhkan hati untuk bersandar.

...***...

Suara kicau burung di pagi hari yang sudah menjelang siang. Juga secercah sinar mentari yang mulai memanas. Keduanya sanggup menembus jendela kaca apartemen yang masih tertutupi tirai.

Mengusik seorang pria yang masih tertidur pulas di atas ranjang. Di sampingnya, seorang wanita sedang memeluk tubuhnya dengan erat.

Tubuh polos mereka tertutup selimut tebal yang hanya menutupi hingga sebatas dada.

"Enghhh.... " Keano menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku sambil mengerang.

Terasa seperti ada seekor ular piton yang sedang melilit tubuhnya. Sontak saja kedua matanya terbuka lebar-lebar.

Sejak kapan Keano memelihara ular piton?

Ekor matanya langsung menemukan seonggok daging tanpa busana sedang memeluknya erat.

"C-Celia? A-apa yang—"

Keano tak sanggup melanjutkan kata-katanya saat mencoba mencerna keadaan.

"Celia bangun!"

Keano berusaha melepaskan diri, namun Celia malah mempererat pelukannya.

"Sebentar lagi, No... Aku masih mengantuk. Terlalu lelah," desah Celia sambil mencari kenyamanan di dada Keano.

"Kau... Memperkaosku?!" tanya Keano, menahan amarah.

"Aku? Haha. Yang benar saja. Siapa yang menggendongku ke kamar ini, hmm?"

Keano berusaha menangkap maksud ucapan Celia. Apa yang terjadi padanya kemarin? Hingga dengan bodohnya ia berakhir di atas ranjang bersama mantan istrinya sekarang ini.

"Arghh!"

Keano bangkit sambil merusak kasar surainya. Membuat tampilannya semakin berantakan. Celia langsung tersentak dari posisinya karena gerakan yang tiba-tiba itu.

"Kenapa harus sefrustasi itu, No. Kita sudah biasa melakukan kegiatan ini," ujar Celia, santai. Sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga leher.

"Keluar dari apartemenku!!"

Bentakan Keano sukses membuat Celia bergidik ngeri.

"T-tapi ... Aku belum memakai baju—"

"KELUAR!!"

Terpopuler

Comments

Author yang kece dong

Author yang kece dong

semangat ya kakak

2022-07-08

1

lazy

lazy

rain untung kau datang *bighugairin*

2022-06-21

1

최리아

최리아

Dasar buaya 🤣

2022-06-19

1

lihat semua
Episodes
1 Eps 1. Kenyataan Pahit
2 Eps 2. Pergi Membawa Luka
3 Eps 3. Hujan dan Kenangan
4 Eps 4. Reuni
5 Eps 5. The One That Got Away
6 Eps 6. Maafkan Aku
7 Eps 7. Percikan
8 Eps 8. Never Goodbye
9 Eps 9. Hati yang Tertinggal
10 Eps 10. Kembali Pulang
11 Eps 11. Rasa yang Masih Tetap Sama
12 Eps 12. Aku Memperhatikanmu
13 Eps 13. Hantu Masa Lalu
14 Eps 14. Itu Mimpi Kita... Tapi Dulu
15 Eps 15. Rubah Mengamuk
16 Eps 16. Turn On
17 Eps 17. Dari Balik Tembok
18 Eps 18. Kalut
19 Eps 19. Mendung Tanpa Hujan
20 Eps 20. Kenangan saat Hujan
21 Eps 21. Pertemuan yang Menyisakan Tanda Tanya
22 Eps 22. Nama Kita Mirip
23 Eps 23. Ellipsism
24 Eps 24. Penuh Sesal
25 Eps 25. Bercanda dengan Takdir
26 Eps 26. Drama Queen
27 Eps 27. Bisakah Aku Berdamai dengan Masa Lalu?
28 Eps 28. Ayah Zia?
29 Eps 29. Orang Asing
30 Eps 30. Kemana Zia?
31 Eps 31. Dalam Bahaya
32 Eps 32. Deal!
33 Eps 33. Di Bawah Sinar Bulan
34 Eps 34. Look At Me
35 Eps 35. Arsen
36 Eps 36. Tes DNA
37 Eps 37. Kebetulan atau Takdir?
38 Eps 38. Pengakuan Rain
39 Eps 39. Rain PoV
40 Eps 40. Tamu Tak Diundang
41 Eps 41. Aku Berhenti
42 Eps 42. Danau
43 Eps 43. Luka yang Semakin Dalam
44 Eps 44. Menyerah
45 Eps 45. Mundur Teratur
46 Eps 46. Maaf Zia
47 Eps 47. Saling Terikat
48 Eps 48. Aku Ingin Kita Berdamai
49 Eps 49. Jawaban Ada di Depan Mata
50 Eps 50. Ingkar
51 Eps 51. Aku Pulang Malam Ini
52 Eps 52. Rencana Rain
53 Eps 53. Morning Kiss
54 Eps 54. Api Cemburu
55 Eps 55. Cinta itu Menyakitkan
56 Eps 56. Goodbye, Keano
57 Eps 57. Harus Pergi Lagi
58 Eps 58. Kemana Orang Itu?
59 Eps 59. Penculikan
60 Eps 60. Alter Ego
61 Eps 61. Jauhi Airin
62 Eps 62. Tempat Tinggal Baru
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Eps 1. Kenyataan Pahit
2
Eps 2. Pergi Membawa Luka
3
Eps 3. Hujan dan Kenangan
4
Eps 4. Reuni
5
Eps 5. The One That Got Away
6
Eps 6. Maafkan Aku
7
Eps 7. Percikan
8
Eps 8. Never Goodbye
9
Eps 9. Hati yang Tertinggal
10
Eps 10. Kembali Pulang
11
Eps 11. Rasa yang Masih Tetap Sama
12
Eps 12. Aku Memperhatikanmu
13
Eps 13. Hantu Masa Lalu
14
Eps 14. Itu Mimpi Kita... Tapi Dulu
15
Eps 15. Rubah Mengamuk
16
Eps 16. Turn On
17
Eps 17. Dari Balik Tembok
18
Eps 18. Kalut
19
Eps 19. Mendung Tanpa Hujan
20
Eps 20. Kenangan saat Hujan
21
Eps 21. Pertemuan yang Menyisakan Tanda Tanya
22
Eps 22. Nama Kita Mirip
23
Eps 23. Ellipsism
24
Eps 24. Penuh Sesal
25
Eps 25. Bercanda dengan Takdir
26
Eps 26. Drama Queen
27
Eps 27. Bisakah Aku Berdamai dengan Masa Lalu?
28
Eps 28. Ayah Zia?
29
Eps 29. Orang Asing
30
Eps 30. Kemana Zia?
31
Eps 31. Dalam Bahaya
32
Eps 32. Deal!
33
Eps 33. Di Bawah Sinar Bulan
34
Eps 34. Look At Me
35
Eps 35. Arsen
36
Eps 36. Tes DNA
37
Eps 37. Kebetulan atau Takdir?
38
Eps 38. Pengakuan Rain
39
Eps 39. Rain PoV
40
Eps 40. Tamu Tak Diundang
41
Eps 41. Aku Berhenti
42
Eps 42. Danau
43
Eps 43. Luka yang Semakin Dalam
44
Eps 44. Menyerah
45
Eps 45. Mundur Teratur
46
Eps 46. Maaf Zia
47
Eps 47. Saling Terikat
48
Eps 48. Aku Ingin Kita Berdamai
49
Eps 49. Jawaban Ada di Depan Mata
50
Eps 50. Ingkar
51
Eps 51. Aku Pulang Malam Ini
52
Eps 52. Rencana Rain
53
Eps 53. Morning Kiss
54
Eps 54. Api Cemburu
55
Eps 55. Cinta itu Menyakitkan
56
Eps 56. Goodbye, Keano
57
Eps 57. Harus Pergi Lagi
58
Eps 58. Kemana Orang Itu?
59
Eps 59. Penculikan
60
Eps 60. Alter Ego
61
Eps 61. Jauhi Airin
62
Eps 62. Tempat Tinggal Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!