Keano mengamati sebuah rumah dengan alamat sama persis dengan yang ditunjukkan pada KTP dalam dompet biru, yang tertinggal di mobilnya tempo hari.
Sudah dari pagi-pagi buta ia menunggu di dalam mobil yang terparkir tak jauh dari rumah itu. Hanya memastikan jika rumah bercat biru dan putih itu milik orang yang ia cari.
Keano tak ingin sang pemilik rumah langsung mengusirnya saat tahu dirinya datang untuk bertamu.
Tiba-tiba pintu garasi terbuka. Menampilkan sosok wanita yang terlihat cantik dengan balutan blouse warna dusty, keluar dari dalam sana untuk membuka gerbang kanopi yang menghalangi laju mobilnya.
Setelah mengeluarkan mobil, wanita itu kembali turun guna menutup gerbang, lalu kembali masuk ke dalam mobil dan melesat menjauh dari sana.
Keano segera menyalakan mesin mobilnya, mengikuti mobil putih itu melaju.
"Syukurlah, kehidupanmu sekarang jauh lebih baik," gumam Keano dengan mata tak lepas dari mobil di depannya.
"Kau memang wanita yang kuat, aku tahu itu. Aku tak perlu khawatir denganmu lagi. Sepertinya kau masih sendiri. Jadi masih ada kesempatan untuk mendapatkanmu kembali." Seringai di wajah Keano berubah menjadi senyuman lebar.
Namun senyuman itu tak berlangsung lama, karena tiba-tiba sebuah minibus berhenti tepat di depannya.
Ciitt!
Keano menghentikan laju mobilnya mendadak, sebelum satu inci lagi menyentuh mobil di depan.
"Damn it!"
Tiiinnn ... Tiinnn ... Tiinnn ...
Keano yang kesal, serta merta mengumpat sambil menekan klaksonnya dengan penuh emosi.
"Sialan! Aku kehilangan jejak Airin! Huh!" Keano terus menggerutu sambil mengamati jalanan di depan, berharap mobil Airin masih terjangkau dari pengamatan.
Setelah minibus itu menyingkir, Keano langsung tancap gas tanpa memperdulikan jalanan yang sedang ramai-ramainya.
Ia menepikan mobil dengan perasaan kesal, sebab tak menemukan petunjuk sama sekali.
"****!"
Dug!
Keano memukuli setir mobilnya dengan emosi yang meluap-luap.
"Tenang, Ke. Yang penting kamu sudah tahu rumah Airin. Tidak perlu khawatir. Cukup menunggunya pulang ke rumah. Tapi, mungkin itu cukup memakan waktu. Aku tidak bisa menunggu. Argh!"
Keano terus bergumul dengan dirinya sendiri. Sedangkan tak jauh dari sana, mobil KIA Picanto putih milik Airin berhenti di depan Taman Kanak-kanak Mutiara.
Zia meraih tangan Airin, lalu menciumnya.
"Zia pamit ya, Bunda," pamit Zia, sudah membuka pintu mobil.
"Iya, belajar yang rajin, Sayang," Airin mengelus lembut pucuk kepala Zia.
"Daa, Bunda!" seru Zia, berlalu menuju area sekolah sambil melambaikan tangan.
Senyum Zia perlahan memudar, digantikan dengan ekspresi dingin saat bertemu dengan teman-teman di kelasnya.
"ANAK HARAM DATAAANG!" teriak seorang anak saat Zia baru saja menginjakkan di kelas.
Zia hanya diam tak menanggapi, sembari duduk di bangku yang ada di deretan paling depan. Telinganya mendengar sebuah langkah kaki yang mulai menghampiri mejanya.
"Apa maumu?" tanya Zia pada Gendis yang sudah ada di depannya bersama Cilla.
"Ayahmu tidak pulang lagi?" Gendis balik bertanya.
"Belum. Ayah lagi sibuk kerja. Nanti kalau pekerjaannya sudah selesai dia pasti pulang," tukas Zia.
"Bohong! Kata mamaku, kamu tidak punya ayah," Cilla ikut menimpali.
"Iya, kata mamaku juga begitu. Berarti kamu anak haram," Gendis tak mau kalah.
"Aku tidak tahu anak haram itu siapa. Aku anak bunda, tahu. Aku tidak kenal sama yang namanya Haram! Mungkin mama kamu saja yang belum kenal sama bunda. Bundaku namanya Airin, bukan Haram," cerocos Zia dengan tatapan polosnya, tak mau kalah.
Kedua anak perempuan di depan Zia saling berpandangan.
"Tapi, mama bilang—"
"Selamat pagi, anak-anak ... " sapa bu Jessy, membuat seluruh murid segera duduk ke tempat masing-masing.
"Beri salam!" seru Niel, si ketua kelas dengan lantang.
"Selamat pagi, Bu Guru ... " Suara anak-anak yang terdengar cempreng menggema memenuhi ruangan.
...***...
Keano hendak memutar balik, namun ekor matanya tak sengaja menangkap penampakan mobil milik Airin melintas di depannya.
Tanpa babibu lagi, Ferarri itu segera melaju di belakang KIA Picanto dengan tetap mempertahankan jarak aman.
Airin menghentikan laju mobilnya di depan sebuah sebuah kafe, yang di depan pintu masuk sudah ada Rain yang menunggunya.
"Pagi," sapa Rain.
"Pagi juga, Mas," Airin mendekati Rain dengan senyum manis tercetak di wajahnya.
Hal itu tak lepas dari sepasang mata elang Keano yang menatap tajam ke arah mereka dari seberang jalan.
"Ada yang ingin aku bicarakan," tutur Rain yang langsung dibalas anggukan oleh Airin, sebelum mereka berjalan bersama memasuki kafe.
"Siapa pria itu? Apakah pelayan kafe? Kurang ajar sekali dia. Berani-beraninya menggoda bos sendiri," simpul Keano sok tahu.
"Sepertinya perlu kuberi pelajaran," imbuh Keano, kemudian keluar dari mobil, guna menyebrang jalanan yang masih nampak lenggang.
Klinting... Klinting...
Lonceng di atas pintu berbunyi tatkala seseorang membukanya.
Keano mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru, mencari dua sosok yang baru saja memasuki kafe secara bersamaan tadi.
Sembari menaruh bokong di atas sebuah kursi, namun matanya tetap nyalang mengamati setiap ruangan hingga ke sela-sela terpencil.
"Mau pesan apa, Kak?" tanya seorang waiters muda yang sudah ada di dekatnya.
"Kopi!" ketus Keano, merasa aktivitasnya terganggu.
"Kopi apa, Kak?"
"Kopinang aku dengan Bismillah, eh bukan. Maksudnya kopi Americano."
"B-baik, Kak. Ditunggu, ya," sahut waiters, undur diri dengan sopan walau menatap Keano dengan tatapan heran.
"Tunggu!" Keano segera menghentikan langkah waiters itu.
"Iya, Kak. Ada yang mau dipesan lagi?" Waiters itu berbalik.
"Apakah kau kenal dengan wanita di kartu ini?" Keano menunjuk foto di KTP milik Airin.
"Ah, itu bu Airin. Kok, KTP-nya ada di Bapak?"
'Bapak-Bapak, pala lu! Aku belum punya anak tahu!' kesal Keano dalam hati.
"Oh, kemarin dompetnya ketinggalan di mobil saya, jadi saya ke sini sengaja mau kembalikan. Bisakah saya bertemu dengannya?"
"Sebentar, saya panggilkan—"
"Saya mau bertemu sekarang. Kasih tahu saja dia dimana," sela Keano, memaksa.
"Ada di ruangan sebelah sana, Pak." Waiters menunjuk pintu ruangan di dekat meja kasir.
"Oh, baiklah. Kopi pesanan saya taruh saja di meja," ujar Keano langsung menuju ruangan yang dimaksud.
Brakk!
Keano membuka ruangan itu dengan kasar tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Pemandangan selanjutnya yang ia lihat, mampu membuat emosinya langsung mencapai ubun-ubun.
"Singkirkan tanganmu dari Airin! Dia milikku!" teriak Keano yang seperti kesetanan, dengan langkah cepat menghampiri dua orang yang sama-sama terkejut, lalu menarik kerah belakang Rain.
Bagh!
Bugh!
Bogem mentah reflek mendarat di wajah Rain hingga beberapa kali. Tak memperdulikan jeritan Airin yang menyuruhnya berhenti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
tria sulistia
polos sekali zia 🤣
2022-06-28
1
Bunda Abizzan
Dia milikku?
Sejak kapan Aitlrin jadi milikmu Keano?
😡😠
2022-06-26
1
Bunda Abizzan
Astagfirullah
2022-06-26
1