Airin benar-benar melupakan janjinya untuk tidak menangisi lelaki yang sudah tega menanamkan benih, lalu absen tanpa keterangan begitu saja.
Airin menangis sesenggukan hingga tubuhnya merosot, terduduk di atas lantai.
Seharusnya lelaki itu sadar akan kesalahan yang sudah diperbuat. Malah sekarang dia dengan seenak jidat muncul di hadapannya, bahkan tanpa ada kata maaf yang terucap dari mulut.
Lelaki macam apa dia? Hatinya terbuat dari batu, kah? Apa kata maaf serendah itu? Sampai mengucapkannya pun terasa sulit baginya.
Gengsi, hah?! Harusnya dia tahu tata cara meletakkan rasa itu. Sangat tidak tepat menaruh gengsi saat kesalahan yang diperbuat sudah benar-benar fatal.
Airin berdiri dengan sisa tenaga yang dimiliki. Benar, ia tak boleh lemah atau pun goyah. Jangan dibodohi dengan cinta lagi. Sudah cukup kesalahan berulang yang terus dimaafkan oleh dirinya.
Tok Tok
"Airin?"
Keano terus berusaha membujuk, berharap wanita di dalam mau membukakan pintu untuknya.
Tapi percuma, Airin tak ada secuil pun niatan untuk menanggapi pria itu. Ia terlampau kecewa. Bisa saja Airin memberitahukan pada Keano jika ia sedang mengandung buah cinta mereka.
Itu mudah saja dilakukan jika berniat ingin menghancurkan pernikahan sahabatnya, dengan menjadikan janin itu sebagai senjata.
Senyum miring terukir di wajah sembab Airin, tangannya mengepal di samping tubuh. Namun dengan cepat kepalan itu mulai melemah.
Tidak. Itu salah.
Airin tak sampai hati melakukan hal selicik itu. Secara tidak langsung perbuatan itu malah akan mencemarkan nama baiknya sendiri, karena hamil diluar pernikahan.
Tapi itulah kenyataannya.
Rasa sakit hati yang mendarah daging, membuat Airin mantap untuk tidak berurusan lagi dengan Keano. Ya, sudah cukup. Setidaknya untuk saat ini.
Tok Tok
"Airin? Please ... "
'Ya ampun, dia masih belum menyerah juga?!'
Airin merutuk dalam hati. Dengan mendengus kesal, ia menutup telinganya sambil berjalan menuju kamar. Benar-benar malas meladeninya. Menahan agar tidak muntah tepat di wajah lelaki berhati batu itu.
Biarlah dia mengetuk pintu sampai karatan. Airin sudah tidak peduli. Merebahkan diri di atas kasur sambil menutup telinga dengan bantal adalah pilihan terakhir Airin, sebelum akhirnya ia terlelap kembali.
Melupakan bayang-bayang Keano yang masih menghantuinya. Ya, lelaki itu hanyalah hantu masa lalu.
Lelaki yang dicintai dengan tulus, hingga membuatnya tergila-gila malah meninggalkan luka yang cukup dalam. Sangat dalam hingga membuat masa depannya hancur seperti ini.
Tiba-tiba, mata Airin terbuka lebar. Pikiran mulai berpusat pada janin yang tumbuh di rahim. Mau membiarkan saja, rasanya itu tidak mungkin. Perutnya akan semakin membesar.
Tidak.
Hidupnya belum hancur.
Ya, belum hancur selama tidak ada yang menyadari tentang kehamilannya.
"Awh!"
Perasaan tidak enak mulai muncul di perut Airin. Terduduk sembari menahan perutnya yang terasa semakin sakit.
"Astaga, perutku kenapa sesakit ini? Aku tidak kuat lagi. Akh!"
Tertatih-tatih ia menyeret kaki menuju kamar mandi dengan berpegangan apapun yang dapat diraih. Jika Keano ada di dekatnya mungkin ia sudah menjambak rambut lelaki itu kuat-kuat.
Setelah sampai di kamar mandi dengan terengah-engah, ia segera mendudukkan diri di atas kloset sambil menarik nafas dalam-dalam.
Barulah ia menyadari, jika baru saja mendapat panggilan alam. Guyuran air disertai hembusan nafas lega mengakhiri rasa sakit di perut.
Itu dia.
Seperti bohlam lampu yang baru saja mendapat aliran listrik, akhirnya Airin mendapat solusi yang tercetus tiba-tiba.
The power of kloset memang tidak pernah mengecewakan.
Tekat Airin sudah bulat, dirinya harus meninggalkan kota ini untuk memulai hidup baru. Lingkungan baru tanpa ada orang yang mengenalnya. Banyak kenangan manis dan pahit di sini. Tapi itu tidak penting.
Yang terpenting ia harus jauh dari bayang-bayang hantu masa lalu macam Keano.
Sosok lelaki yang sangat ia benci sekarang ini. Termasuk istri dari lelaki jelmaan buaya itu, yang tega menggadaikan persahabatan demi cinta.
"Oh, jadi itu alasan Keano pergi bagai hilang dari peradaban bumi. Selingkuh dengan sahabat sendiri. Oke, fine. Aku pergi bukan karena kalah. Lebih memilih menyelamatkan akal sehat daripada terus berperang dengan masa lalu," Airin berargumen.
Dan setelah bergumul dengan diri sendiri, akhirnya Airin memutuskan untuk menjual apartemen hasil jerih payahnya dan pindah ke tempat yang jauh dari kota ini.
Meski sayang, namun kesehatan mentalnya lebih penting. Apalagi ada kehidupan lain di dalam rahimnya.
Pergi adalah keputusan yang tepat untuk saat ini. Airin terus meyakinkan diri agar tetap kuat apapun yang terjadi, teguh dengan pendiriannya. Berdiri kokoh dengan kaki sendiri. Keputusan yang ia ambil pun sudah benar.
Kota itu terlalu banyak menyimpan kenangan pahit yang terpatri di hati Airin. Mulai dari menyaksikan kepergian kedua orang tuanya. Perlakuan keluarga bibinya. Dan tentu saja luka yang ditorehkan ayah dari janin yang sedang berkembang di perutnya.
Goodbye, kota J ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Fira Ummu Arfi
likeeeeee
2022-08-20
0
최리아
Semangat Airin, sini aku kasih pelukan 🤗
2022-06-19
3
Bunda Abizzan
Semangat Airin..
Lagi hamil pikiran harus tetap waras, fokuskan saja ke kebahagiaanmu sendiri, hempaskan kuman2 itu dari fikiran.. Semangat 💪
2022-06-17
1