Pagi harinya Zain terbangun dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah wajah cantik istri mudanya, ia pandangi wajah itu tanpa berkedip
Zain teringat bahwa wanita di depannya bukan lagi gadis kecilnya karena semalam mereka sudah melakukan penyatuan yang sudah lama tertunda setelah hari pernikahan mereka. Kini Zahra telah menjadi istri seutuhnya untuk Zain.
Tangan Zain terulur untuk membelai pipi mulus istrinya. “Terima kasih.” Zain lalu mengecup kening Zahra.
“Maaf, maafkan aku.” Zain menempelkan keningnya dengan kening Zahra.
Zain bangkit dari tidurnya dan meraih handuk yang semalam ia lempar ke lantai dan memakainya asal lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Pagi ini Zain harus pergi ke luar kota untuk menghadiri acara peresmian pembukaan salah satu cabang Hotel miliknya.
Zain keluar dari kamar mandi dan mengambil bungkusan di atas meja yang semalam di antarkan oleh Barra yang berisi pakaian ganti miliknya dan Zahra, serta salep untuk mengobati luka di tangan dan kaki istrinya.
Zain berjalan kembali mendekat ke tempat tidur lalu duduk di tepi ranjang. Ia menyibak selimut yang menutupi tubuh Zahra dan memperlihatkan tubuh atas Zahra yang masih telanjang.
Zain mengangkat tangan Zahra lalu meletakkan tangan mungil itu di atas pangkuannya dan mengamatinya dengan pandangan terluka. Terdapat banyak bekas luka sayatan di kedua tangan Zahra. Perlahan Zain mengoleskan salep ke pergelangan tangan Zahra yang memar dan memerah karena ikatan tali yang mengikat tangan itu kemarin.
Zain beralih sedikit menyibak selimut yang menutupi kaki Zahra, lalu mengoleskan salep di atas kulit kaki istrinya. Hal yang sama ia dapatkan pada betis putih mulus istri mudanya itu. Banyak bekas luka menghiasi kaki jenjang Zahra.
“Apa yang terjadi denganmu? Apa semua ini bekas cambukkan yang kamu terima?” tanya Zain kepada Zahra yang masih terlelap di depannya.
Zain menarik selimut dan merapikannya untuk menutup tubuh istrinya. Kemudian ia melanjutkan dengan memakai pakaian kerjanya dan bersiap-siap untuk pergi.
Cup.
Zain mengecup kening Zahra sebelum pergi dan berpamitan kepadanya.
“Tidurlah! Kamu pasti lelah, aku akan kembali lagi nanti,” pamit Zain lalu berjalan menuju pintu dan menghilang dibaliknya.
Di lobi hotel, Barra duduk menunggu kedatangan tuan mudanya. Ia segera bangkit dan berjalan mendekat ke arah Zain Setelah melihat keberadaan tuan mudanya itu.
“Saya sudah mengurus kedua pria itu, Tuan,” terang Barra setelah mendapati tuan mudanya keluar dari kamar bernomor 305.
“Hmm, pastikan mereka tidak terlihat lagi di depan mataku!” tegas Zain sembari melangkah keluar dari hotel melati tersebut.
“Semua sudah beres, Tuan. Mereka beserta keluarganya sudah saya pindahkan jauh dari kota.”
“Lanjutkan!”
“Mereka juga mengaku melakukan semua itu atas perintah Ny. Clarisa,” ucap Barra sambil membukakan pintu mobil untuk tuan mudanya.
“Karena uang?” tanya Zain dengan wajah datarnya lalu masuk ke dalam mobil.
“Iya, Tuan.” Barra menutup pintu itu dengan pelan kemudian ia berlari menuju pintu seberang.
...*****...
Waktu menunjukkan pukul 13.00, seorang gadis tampak masih terlelap di bawah selimutnya, perlahan ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Penglihatannya masih sedikit mengabur dengan kepala yang terasa pusing.
Zahra mulai mengumpulkan kesadarannya dan merenggangkan otot-ototnya yang terasa sedikit kaku. Zahra mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, ia terlihat bingung karena terbangun di tempat yang asing.
“Aku di mana?” tanyanya pelan.
Zahra mencoba untuk duduk sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat berat dengan mata yang berkunang-kunang.
Deg.
Tubuh Zahra membeku, bagaikan tersambar petir di siang bolong. Zahra terkejut ketika mendapati selimut yang membungkus tubuhnya melorot begitu saja memperlihatkan tubuh atasnya tanpa sehelai benang apa pun.
Dengan tangan gemetar, Zahra mengangkat selimut yang masih menutupi sebagian tubuhnya itu. Zahra merasakan dadanya semakin sesak, napasnya tercekat di saat ia melihat kondisi tubuhnya yang polos penuh dengan tanda kemerahan di berbagai bagian tubuhnya, bahkan terdapat bekas gigitan di bahu dan lehernya.
Zahra terpekik dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya berkaca-kaca siap untuk menumpahkan air dari dalamnya.
“A-apa yang terjadi padaku?”
Zahra begitu syok mendapati dirinya yang mendapatkan tindak pelecehan atau pemerkosaan. Seketika tangisnya pecah, ia tidak tahu apa yang terjadi kepadanya. Zahra tidak tahu siapa pria yang telah mengambil mahkotanya, hal terakhir yang ia ingat adalah ketika dirinya dan Clarisa yang menyewa sebuah kamar hotel untuk Zahra menumpang mandi karena kepanasan.
Dengan hati hancur, Zahra melilitkan selimut ke tubuh polosnya kemudian ia turun dari tempat tidur. Mata Zahra mendapati ada bercak darah di atas seprei putih tempatnya tertidur membuat Zahra semakin terisak.
Perlahan Zahra melangkah dengan tertatih.
“Ssssst!” desis Zahra menahan rasa sakit dan perih di bagian kewanitaannya.
Zahra menyeret kakinya menuju kamar mandi, berdiri di bawah shower dan menyalakan airnya hingga mengguyur membasahi tubuh Zahra. Tubuh Zahra merosot ke lantai dan ia menangis meraung menumpahkan semua amarah dan kekecewaannya. Kamar mandi dan guyuran air dari shower menjadi saksi bisu betapa hancur dan hina dirinya.
“Papa! Tolong Zahwa, pa! Zahwa bodoh tidak bisa menjaga kehormatan Zahwa, bahkan suami Zahwa belum pernah menyentuh tubuh Zahwa pa ... hiks, hiks,” racau Zahra sambil menjambak rambutnya.
Zahra menggosok tubuhnya dengan keras berharap dapat membersihkan tubuhnya dari noda-noda menjijikkan itu. Amarah, kesal, kecewa bercampur menjadi satu.
“Aku wanita menjijikkan! Kotor! Aku sudah tidak suci lagi! Aku benci tubuhku! Hidupku hancur!” teriak Zahra di bawah guyuran air.
“Tuhan! Bawa aku pergi bersamamu! Kenapa Engkau begitu kejam kepadaku?” teriak Zahra dengan keadaan yang sudah kacau.
Zahra berdiri dari duduknya, ia berjalan ke arah bathub dan masuk ke dalamnya tanpa mematikan keran shower yang masih menyala.
Zahra merebahkan tubuhnya, tangannya memutar keran air dan mengalirlah air dingin yang mengisi bathub itu.
Zahra berendam dan mulai memejamkan matanya, ia mengabaikan suara perutnya yang mulai keroncongan karena belum terisi apa pun sejak kemarin malam.
Zahra melupakan rasa laparnya, ia sedang tertimpa musibah, musibah yang teramat besar yang membuat jiwanya terguncang hebat.
Di tempat lain seorang wanita duduk di depan sebuah komputer dan mengetukan jarinya di atas meja sambil menunggu printer di sebelahnya selesai mencetak gambar.
Gambar itu selesai tercetak, tangan wanita itu mengambilnya lalu menatap hasil cetakan itu dengan senyum lebar di wajahnya.
“Sebentar lagi kamu akan hancur Zahra. Jangan main-main denganku! Aku tidak akan rela membagi kebahagiaan yang sebentar lagi akan menjadi sempurna setelah kelahiran anak ini.”
Clarisa memasukkan foto-foto tersebut ke dalam sebuah amplop, lalu dia berjalan menjauh dari komputer di kantornya untuk segera pulang ke mansion dan melanjutkan rencana liciknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Susanty
sayangnya semua perbuatan burukmu Clarisa,sudah di ketahui Zain. tapi Zain masih aja gak bertindak,entah apa yang akan di lakukan Zain untuk membalas kejahatan kamu Clarisa, tunggu saja
2022-10-30
1
Senajudifa
dasar licik
2022-07-04
1
SimboLon Hayati Nur
knp Zain selalu manggil Zahwa gadis kecil k,apakh Zain da knl Zahwa dr kecil
2022-07-01
3