Zahra memutar tubuhnya, matanya menangkap dua sosok pria asing berdiri di dalam kamar tersebut sambil menyeringai mengerikan menatap ke arahnya.
Tubuh Zahra menegang, ia melangkah mundur namun punggungnya membentur pintu.
Salah satu pria itu melangkah maju mendekat ke arah Zahra.
“Berhenti!” pekik Zahra.
“Jangan takut, cantik.”
“Berhenti! Ja-jangan mendekat!” teriak Zahra dengan panik.
“Tenang, Sayang! Kita tidak akan menyakiti gadis semanis dirimu,” ucap pria lainnya sembari melepas kaos yang melekat di tubuhnya.
“Aku mohon jangan!” pinta Zahra dengan suara parau menahan gejolak aneh yang ia rasakan dari dalam tubuhnya.
Pria di depan Zahra menyentuh pipi lembut Zahra dan membelainya pelan membuat tubuh Zahra tersentak seperti ada aliran listrik yang mengalir di dalam tubuhnya.
Tangan pria itu perlahan turun mengusap leher hingga tulang selangka mulus Zahra lalu tersenyum menggoda.
Zahra tersentak ketika merasakan tangan seseorang menarik pinggangnya. Zahra tidak menyadari keberadaan pria yang sudah bertelanjang dada berdiri di sampingnya. Kapan pria itu mendekat ke arahnya?
Zahra mencoba memberontak dengan sisa kesadarannya, namun tenaganya kalah oleh kedua pria bertubuh kekar yang mengelilinginya.
Pria tanpa baju itu memeluk tubuh Zahra dari belakang dan mengangkat tubuhnya, Zahra tidak tinggal diam begitu saja. Dengan sekuat tenaga, Zahra menendang-nendangkan kakinya ke segala arah berharap bisa terlepas dari pelukan pria hidung belang tersebut.
Melihat targetnya memberontak, pria satunya menangkap kaki Zahra dan memeluknya erat.
Kedua pria itu mengangkat tubuh kecil Zahra ke atas kasur dan menjatuhkannya dengan kasar.
“Akh!”
Zahra bangkit dan hendak berlari, namun kalah cepat dengan pria itu, pria itu mendorong tubuh Zahra ke kasur dengan cukup keras. Pria satunya memegangi kedua kaki Zahra dan mengikatnya dengan sebuah tali, begitu pun dengan kedua tangan Zahra yang dijadikan satu di depan perutnya lalu diikat dengan sebuah tali.
Kedua pria tersebut dengan semangat melepaskan pakaian mereka dan hanya menyisakan celana boxer pendek di tubuh mereka.
Mereka mengambil ponsel dan memulai tugas mereka. Tugas utama mereka adalah mengambil gambar sebanyak-banyaknya namun harus terlihat meyakinkan jika Zahra juga menikmati permainan tersebut.
Salah satu pria itu merobek paksa baju Zahra dan hanya menyisakan tank top hitam yang dipakai Zahra lalu menutupi sebagian tubuh Zahra dengan selimut dan ikut masuk ke dalamnya. Sedangkan pria satunya siap dengan kameranya.
Kedua pria itu dengan gesit melakukan tugas mereka dan bergantian mengambil peran dengan sangat bagus lalu mengirimkan hasil jepretan mereka kepada Clarisa.
Lalu mereka berdua saling pandang dan tertawa kencang, mengagumi kecantikan gadis yang tengah bergerak-gerak gelisah di bawah selimut.
“Aku dulu yang menikmati tubuh gadis ini, kau belakangan saja!” ucap pria dengan kalung rantai yang melingkar di lehernya.
“Tidak! Aku yang pertama ingin melakukannya!” bantah pria satunya.
Mereka pun saling berdebat, dan akhirnya memutuskan melakukan suit tangan untuk memutuskan siapa pemenangnya.
“Aku yang menang!” ucap pria berkalung rantai dengan tertawa lebar.
Pria itu menatap tubuh Zahra yang masih terbungkus selimut dengan pandangan lapar. Dia mulai mendekat dan menelan salivanya melihat tubuh bagian atas Zahra yang terbuka dan terlihat menggoda di matanya. Lalu ia membungkukkan tubuhnya untuk mencium Zahra terlebih dahulu.
Brak!
Terdengar suara pintu yang dibuka paksa, dan muncullah sosok pria tampan berdiri dengan amarah yang membara terlihat jelas di wajahnya.
Kedua pria itu menoleh ke arah pintu dan menatap lantang ke arah pria yang telah mengganggu kesenangan mereka.
“Siapa kau berani masuk ke dalam kamar ini!” bentak pria berkalung rantai.
Pria yang mendobrak pintu tersebut melangkah masuk ke dalam kamar dengan wajah dingin serta mata yang memerah karena emosinya, seketika membuat nyali kedua pria itu menciut.
“Aku Zain Malik Ibrahim!” ucap Zain dingin dan menghunuskan tatapan tajam membunuhnya ke arah kedua pria di depannya.
Tubuh kedua pria itu menegang, mereka tahu nama itu sangat disegani oleh banyak orang karena terkenal dengan kekuasaan dan kekejamannya.
Pria berkalung rantai itu melayangkan tinjunya hendak menyerang Zain, namun dengan cepat Zain mencengkeram kuat tangan pria itu dan menghajarnya habis-habisan hingga membuat pria itu jatuh terkulai di lantai.
Sedangkan pria satunya mengendap-endap akan keluar dari kamar dengan menenteng pakaiannya untuk menyelamatkan diri. Namun Zain dengan cepat menahan tubuhnya dengan melayangkan tendangan ke arah pria itu. Jangan meremehkan Zain, pria itu sudah terlatih bela diri dan berkelahi sejak kecil.
“Aku tidak akan membiarkan kalian lolos begitu saja! Bersiaplah menerima kehancuran kalian!” ucap Zain dingin.
Kedua pria itu dengan tertatih bangkit dan bersimpuh di kaki Zain.
“Tuan, ampuni kami! Kami hanya melakukan perintah seseorang,” mohon mereka dengan suara bergetar.
“Aku tidak pernah menarik kembali kata-kataku. Enyahlah dari hadapanku sebelum kalian kehilangan nyawa ditanganku!” seru Zain tanpa menatap ke arah mereka.
Kedua pria itu dengan terbirit-birit berlari meninggalkan kamar itu tanpa memedulikan tampilan mereka yang hanya memakai celana boxer. Tanpa mereka sadari ada kejutan yang sudah menanti mereka di luar kamar bernomor 305 itu.
Zain berjalan ke arah tempat tidur, ia pandangi tubuh gadisnya yang bergerak gelisah di bawah selimut dengan wajah memerah dan basah oleh air mata.
“Maaf,” lirih Zain lalu membelai wajah gadisnya. Jika saja ia terlambat datang, ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.
Setelah mendapat kabar bahwa Zahra dan Clarisa masuk ke dalam hotel dari orang yang diam-diam ditugaskannya untuk mengawasi Zahra yaitu Ali, Zain yang sedang meeting dengan karyawannya langsung meninggalkan ruangan meeting tersebut dan bergegas menuju Hotel di mana dia berada saat ini.
Zain tersadar dari lamunannya ketika mendengar racauan dari mulut gadisnya.
“Panas! Tolong! Panas sekali!” racau Zahra sambil bergerak gelisah di dalam selimut.
Zain menarik selimut yang menutupi tubuh gadisnya karena selalu berteriak kepanasan.
Mata Zain membola dan terkejut melihat kondisi Zahra dengan kaki dan tangan yang terikat yang terus meronta tak karuan.
Zain bersyukur bahwa gadisnya masih mengenakan pakaian lengkap, meskipun tubuh atasnya hanya terbungkus tank top hitam.
Zain membuka ikatan itu dengan pelan lalu mengangkat tubuh Zahra menuju kamar mandi. Zain yakin bahwa gadisnya dalam pengaruh obat.
Dengan pelan Zain meletakkan tubuh Zahra di dalam bathub dan menyalakan air shower untuk menyiram tubuh Zahra.
Sialnya hotel ini tidak menyediakan pengaturan suhu air di dalam kamar mandinya. Zain hanya menyiram tubuh Zahra dengan air biasa.
Zahra masih saja berteriak kepanasan meski tubuhnya sudah basah dan terendam air di dalam bathub. Bahkan Zahra melepas paksa tank topnya karena kini tangannya sudah bebas tanpa terikat tali.
Zain membulatkan matanya, ia tidak menyangka gadis polosnya akan sebrutal ini di depan matanya.
“Tolong! Tubuhku terbakar! Tolong aku!” teriak Zahra yang mulai kehilangan kewarasannya.
“Sial! Seberapa besar dosis yang diberikan kepadanya?” kesal Zain lalu mengangkat tubuh Zahra ke arah tempat tidur dan meletakkannya di atas kasur.
Zain kembali ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan meninggalkan Zahra yang berguling-guling sambil meracau tidak jelas.
Zain keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit tubuh bawahnya. Ia dibuat terkejut melihat kondisi gadis kecilnya dengan tubuh polos tanpa sehelai benang pun.
“Astaga Zahra! Dasar gadis nakal!” seru Zain lalu melangkah mendekat ke arah Zahra.
Zahra yang merasakan sesuatu menyentuh tangannya, langsung saja menarik tangan Zain sehingga membuat Zain jatuh ke atas tubuh Zahra.
“Kau nakal sekali, bocah kecil! Baiklah, aku akan menolongmu.”
Zain melepas handuknya dan membuangnya ke sembarang arah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Senajudifa
mataku ternoda🤣🤣
2022-07-04
1
Erna Riyanto
OMG.....mereka.....
2022-07-01
1
SimboLon Hayati Nur
gadis nakal tapi kamu suka kan Zain😂🤣🤣
2022-07-01
2