Setelah kejadian malam itu Zain menyuruh Barra untuk mencari tahu apa penyebab istri mudanya menangis sehingga membuatnya jatuh sakit.
Dengan mudahnya Zain mendapatkan informasi dengan detail dari pekerja baru di rumah orang tua Zahra, tentunya dengan sedikit tekanan dan paksaan wanita itu mau membuka suaranya.
Namun Zain tidak melakukan tindakan apa pun. Ia hanya mengamati masalah tersebut dan tidak berniat untuk ikut campur ke dalam masalah Zahra. Zain ingin melihat seberapa jauh istri mudanya itu bisa bertahan dan menghadapi masalah yang sedang menimpanya.
Zain menetapkan peraturan baru di dalam mansion. Ia menyuruh seluruh pelayan dan pekerja termasuk Clarisa dan Ny. Amara untuk mengikutinya memanggil Zahwa dengan panggilan Zahra.
“Tidurlah yang nyenyak, gadis manja,” ucap Zain sambil menatap lekat wajah Zahra yang berbaring di depannya.
"Ck! Dasar bocah, kamu tidur begitu pulas bahkan tidak menyadari kehadiranku,” gerutu Zain sembari tangannya mengusap pelan kepala istrinya.
Selama sebulan terakhir, hampir setiap malam Zain diam-diam masuk ke dalam kamar Zahra sekedar hanya untuk melihat keadaannya. Bahkan beberapa kali Zain tertidur di dalam kamar Zahra dan akan kembali ke kamar pribadinya sebelum Zahra terbangun.
Zain keluar dari kamar Zahra dan berpapasan dengan Clarisa yang baru pulang dari pekerjaannya.
“Kamu dari mana, Zain? Tanya Clarisa dengan wajah lelahnya.
“Bukan urusanmu!” ketus Zain.
“Kamu tidak adil pa-”
Zain berlalu tanpa menunggu Clarisa menyelesaikan perkataannya.
“Zain!” seru Clarisa merasa kesal dengan sikap suaminya, ia pandangi punggung suaminya yang mulai hilang di lantai 3.
Beberapa kali Clarisa memergoki Suaminya itu keluar tengah malam dari kamar madunya, namun Clarisa tidak bisa berbuat apa pun, ia hanya bisa menggerutu tanpa bisa mencegah atau melarang suaminya itu.
Clarisa melangkahkan kakinya menuju kamarnya dengan mengentak-entakkan kakinya dengan wajah yang cemberut.
Brak!
Dengan keras Clarisa menutup pintu kamarnya untuk menyalurkan kekesalannya.
...*****...
Zahra kembali ceria seperti sedia kala, ia menutupi luka hatinya. Setiap pagi Zahra tetap harus memasak untuk suaminya, sesuai dengan permintaan dari Zain. Namun, untuk siang harinya Zahwa tidak lagi mengantarkan makanan untuk Zain karena ia sudah mulai aktif dengan kegiatan kampusnya.
Zahra berjalan menyusuri koridor kampus barunya dengan mengulas senyum di wajahnya.
“Selamat pagi,” sapa Zahra kepada teman yang ia jumpai di sepanjang jalan.
Zahra kuliah sesuai dengan jurusan yang sudah dipilihkan oleh suaminya. Dan kebetulan sahabatnya Rara beserta kekasihnya Bastian juga kuliah di tempat yang sama dengannya. Walaupun mereka berbeda fakultas, Zahra tetap bersyukur karena ada seseorang yang dia kenal di kampus itu.
Penampilan Zahra juga sudah sangat jauh berbeda dari penampilannya sewaktu SMA, semua itu karena arahan dan permintaan dari ibu mertuanya Ny. Amara agar Zahra terlihat lebih cantik, elegan dan semakin membuat suaminya jatuh cinta kepadanya. Padahal Ny. Amara mempunyai maksud lain, yaitu agar dia segera dapat menimang cucu.
Siang harinya selesai dengan kelasnya, dengan sedikit berlari Zahra menyusuri lorong kampus karena Barra baru saja menghubunginya. Zain menyuruhnya untuk segera datang ke restoran yang berada di sebelah kampus dan mengajak Zahra untuk makan siang bersamanya.
Tepat ketika kaki Zahra memasuki restoran, ia sudah disambut oleh seorang pelayan, pelayan itu ia mengantarkannya menuju ruang VVIP yang berada di lantai 2.
Zahra masuk ke dalam ruangan itu, dan ternyata sudah ada suaminya yang duduk menunggunya dengan berbagai macam menu yang sudah tersaji di atas meja.
“Duduklah!” ucap Zain datar.
Zahra mendekat dan duduk di depan suaminya. Namun Zain memintanya untuk menggeser kursi itu agar berada di sebelahnya.
Seperti biasa, Zahra mulai menyuapi suaminya, sedangkan Zain duduk dengan tenang sibuk dengan ponsel ditangannya sambil menikmati suap demi suap makanan dari tangan istri mudanya.
Setelah beberapa suap, Zain menyudahi makannya.
“Saya sudah kenyang! Kamu habiskan sisanya!” ucap Zain tanpa menoleh ke arah Zahra yang terkejut.
“Tuan, tapi in-”
“Jangan menjadi gadis pembangkang!” ucap Zain dingin membuat Zahra terdiam dan mulai memakan makanan di depannya.
Zahra mengerucutkan bibirnya, tangannya sibuk menyendok makanan ke dalam mulutnya, namun matanya melirik ke arah suaminya yang mengacuhkannya.
‘Sudah tahu makannya sedikit, selalu saja memesan menu sebanyak ini. Dan menyuruhku menghabiskannya tanpa sisa!’ gerutu Zahra di dalam hati.
“Jika sedang makan jangan mengumpat seseorang di dalam hati!” ucap Zain tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Zahra tersedak makanan yang sedang dimakannya. Tangannya meraih gelas berisi air di depannya.
Glek. Glek. Glek.
Dengan rakus Zahra meneguk air itu, berharap air tersebut dapat segera melegakan tenggorokannya. Wajahnya merah, matanya berkaca-kaca, merasakan hidungnya yang terasa pedas dan panas secara bersamaan.
Zain hanya meliriknya sebentar lalu kembali fokus ke layar ponselnya.
“Cukup. Saya tidak mau makan lagi,” ucap Zahra sambil mengusap ujung matanya yang berair.
“Habiskan! Saya tidak akan pergi sebelum kamu menghabiskan semuanya!” tegas Zain.
Perlahan Zahra memakan makanan itu sampai habis tanpa sisa. Zahra duduk bersandar pada sandaran kursi dan memegangi perutnya yang kekenyangan.
Zain melirik ke arah istrinya dan meja di depannya secara bergantian, ia terlihat tersenyum sekilas. Hanya sekejap mata tanpa di sadari oleh Zahra.
“Sudah habis? Ayo pulang!” Zain bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu tanpa menunggu jawaban dari Zahra.
Zahra menghela napasnya kasar. Baru saja dia selesai makan, bahkan makanan itu belum turun ke perutnya masih menyangkut di tenggorokan. Namun, apalah daya Zahra tidak berani hanya sekedar untuk membantah suami dinginnya itu.
Sepanjang perjalanan pulang, Zahra hanya terdiam duduk di kursi belakang. Zain duduk di kursi penumpang di depan dan Barra duduk di belakang kemudi.
Sesekali Zain melirik istri mudanya lewat pantulan kaca spion di depan, hal itu tidak luput dari pengawasan Barra, Barra melebarkan senyumnya.
“Apa?” tanya Zain dengan tatapan membunuhnya.
“Tidak, Tuan.”
“Jangan berpikir macam-macam!”
“Baik, Tuan.”
Mereka melanjutkan perjalanan dengan keheningan, hingga tanpa terasa mobil mereka telah memasuki halaman mansion.
Barra bergegas keluar dari mobil berlari kecil memutari mobil itu dan bersiap membukakan pintu untuk tuan mudanya, namun Zain terlebih dahulu keluar dari mobil itu.
Zain membuka pintu belakang dan dengan sangat pelan mengangkat tubuh Zahra lalu menggendongnya masuk ke dalam rumah. Ternyata Zahra tertidur karena kekenyangan.
Di ujung tangga Zain berpasan dengan Clarisa, namun ia melangkah begitu saja tak menganggap keberadaan istri pertamanya.
Clarisa memandang punggung suaminya yang hilang di balik pintu kamar Zahra. Wajahnya memerah terlihat kebencian yang semakin memenuhi hatinya. Lo
‘Akan aku buat kamu pergi dari rumah ini dasar parasit! Aku saja sekalipun belum pernah di perlakuan seperti itu oleh Zain!’ janji Clarisa di dalam hati. Ia melanjutkan langkahnya menuruni anak tangga.
Di pintu depan Clarisa berpapasan dengan Barra.
“Selamat siang Nyonya Clarisa,” sapa Barra namun Clarisa hanya melengoskan wajahnya, ia masih dalam mode marah karena melihat suaminya bersama madunya.
Clarisa masuk ke dalam mobilnya, ia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.
“Lakukan tugasmu segera! Aku ingin besok pagi sudah mendengar kabar baik darimu,” ucap Clarisa kepada orang di seberang telepon.
Setelah mengakhiri panggilannya, Clarisa melajukan mobilnya meninggalkan mansion utama milik suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Susanty
udah mulai ada rasa tapi gengsinya terlalu tinggi 🤭
Zain menuju bucin😂😂
2022-10-30
2
Buthet Bnd
enak bingit yg JD suaminya....ntar bucin loh koe ...sabar ya Zahra..sebelum ngasuh anak bayi belajar dulu ngasuh bayi besar 😂😂😂😂😂😁😁😁😁🤣🤣🤣🤣🤣
2022-10-20
1
Senajudifa
haduh istri pertama vs istri kedua...ruwet ya...kutukan cinta hadiri
2022-06-25
5