Aku Dan Laki-laki Itu
Winsi terdiam mendapati dirinya tidak bisa berbuat apa-apa saat mobil melaju kencang. Dia tidak suka teman yang hanya kenal selintas itu mengatur, sebab mereka tidak akrab dan, hanya kenal karena sering bertemu, satu sekolahpun tidak. Keluarga Erlan jarang bergaul dengan masyarakat setempat, bahkan anak perempuan itu tidak pernah tahu ibunya seperti apa. Sesuai kepolosan anak kecil, dia memikirkan bila wanita yang melahirkan Erlan pastilah seperti bidadari yang cantik dan selalu memakai baju yang bagus bila ada di luar atau di rumah.
Tidak seperti Runa—ibunya, dia tidak pernah memakai baju bagus, kecuali saat lebaran tiba, itu pun baju yang sama di tahun-tahun sebelumnya, penampilannya begitu-begitu saja, tidak pernah berubah.
Sesampainya di rumah Erlan yang megah dan luas, Winsi ternganga. Sungguh selama ini dia tidak pernah melihat bagian halamannya karena pintu gerbangnya tidak pernah terbuka. Padahal, dia sering kali lewat naik angkutan umum bila hendak ke pasar bersama ibunya. Bangunan besar itu terkesan angkuh, seolah tidak ada tempat bagi orang miskin seperti dirinya di sana.
Winsi mencebik, menepis harapannya untuk bisa melihat bagian dalam rumah itu, dia yakin Erlan tak mungkin mengizinkannya.
Ya, dan benar saja, saat mobil sudah berhenti di garasi, Hasnu, orang yang di panggil ayah oleh Erlan itu pun turun dan memasuki rumah dengan langkah tergesa-gesa. Dia harus segera menemui tuan besar yang membutuhkan pertolongan untuk membawa Kakek Erlan yang sudah tua ke rumah sakit karena dia lah satu-satunya orang yang di percaya oleh orang tua itu untuk membawa mobil van miliknya.
Sementara itu, Erlan masih di dalam mobil, dia menepuk bahu Winsi yang terlihat bengong itu, kasar.
“Heh! Tunggu di sini, sebentar,” katanya, tanpa ekspresi, wajah dan suaranya datar.
“Ya! Cepetan,” sahut Winsi terbata-bata, tidak menyangka Erlan akan menepuk bahunya.
“Memangnya kamu mau kemana, si? Kan, kamu tadi tahu-tahu masuk ke mobil orang nggak permisi!”
“Ya, kamu juga bawa orang seenaknya tanpa permisi!”
“Aku nggak salah, kan, kamu yang masuk sembarangan!”
“Ya, dari pada aku dipukuli Bapak mending aku masuk saja buat sembunyi!”
“Apa?” tanya Erlan, sambil menatap Winsi sejurus dia sangat terkejut, membuat alisnya berkerut. Dia memang tadi melihat Basri berjalan dengan tergesa-gesa sambil membawa ikat pinggang, tidak menduga bila gesper itu akan digunakan untuk memukul anaknya sendiri.
Pertanyaan Erlan membuat Winsi menutup mulutnya rapat-raat dengan kedua tangan. Dia tidak sengaja, mengatakan hal yang tidak pernah dia katakan pada siapa pun sebelumnya, termasuk Meri. Sahabatnya itu tidak tahu tentang Basri yang selalu memukulinya bila ada di rumah dan, yang lebih parahnya lagi, laki-laki itu selalu memanggilnya anak haram. Akan memalukan bila orang lain tahu bahwa dirinya adalah anak haram.
Setahu Winsi, seperti yang di katakan Pak Ustad bila dia mengaji, haram adalah sesuatu yang tidak boleh di makan atau di pakai oleh seorang muslim, seperti daging babi, minuman beralkohol atau darah. Tapi dirinya adalah manusia, mengapa dirinya dikatakan haram, apakah itu artinya dia tidak bisa dimakan?
“Oh, jadi tadi kamu sembunyi dari orang yang mau mukul kamu begitu?” tanya Erlan, dia tampak memahami situasinya dengan baik, dia anak yang pandai. Tanpa di duga, Winsi mengangguk, tanda membenarkan ucapan laki-laki remaja itu, tapi dalam hati dia menyalahkan dirinya sendiri.
“Kamu kenal nggak sama orang yang namnya Anas?” tanya Winsi tiba-tiba, saat Erlan hendak membuka pintu mobil. Laki-laki remaja itu menoleh dan melihat gadis kecil di samping menatapnya lekat-lekat. Kilauan yang bening dan bulu mata lentik itu mengerjab berulang-ulang, seperti memancarkan berjuta bintang kecil, membuatnya enggan memalingkan pandangan, selama beberapa saat.
“Siapa? Anas? Aku punya tukang kebun namanya Anas. Tapi aku nggak tahu, orang yang kamu cari itu, dia atau bukan.” Jawab Erlan datar, setelah itu membuka pintu dan turun.
Winsi tetap bersembunyi di dalam mobil, diam dan menyimpan rasa takut kalau-kalau ada orang yang marah karena keberadaannya. Dia melihat keluar jendela, ke arah rumah yang baginya hanya pantas didiami seorang putri raja.
Di halamannya tampak tiga orang keluar dan salah satunya mendorong kursi roda, duduk di kursi itu seorang pria tua yang tampak lemah. Mereka memasukkan kursi roda dan pria tua itu ke dalam mobil Van berwarna silver yang di kemudikan oleh Hasnu.
Tak luput dari pandangan Winsi, seorang pria yang berpakaian rapi dengan stelan kemeja warna putih dan celana hitam yang mirip dengan Erlan, tubuhnya tinggi, kulitnya putih dan tampak berwibawa. Menurut Winsi, justru pria itulah yang pantas disebut ayah, dari pada pria yang menjadi sopirnya.
Gadis itu menraik napas dalam, mencoba menerka siapa sebenarnya semua orang itu dan apa hubungannya dengan Erlan, anehnya, tidak ada seorang wanita pun di sana.
Tak lama dia menyadari pintu mobil terbuka, dia melihat Erlan sudah mengganti pakaian dan memakai helm yang menutupi hampir separuh wajahnya. Ada sebuah motor matick di dekatnya. Winsi terkejut sebab dia tidak mendengar suara motor mendekatinya, tapi tahu-tahu, Erlan memberinya isyarat agar dia keluar dengan gerakan kepalanya.
Winsi masih ragu, sebab mobil Van itu masih di sana dan seorang pria bertubuh tinggi serta berpakaian rapi itu menatap ke arahnya, bahkan sekarang berjalan mendekatinya.
“Erlan, kamu mau ke mana?” tanya pria itu dengan suara berat, menatap Erlan dan Winsi secara bergantian. Dia Arkan ayah kandung Erlan yang selama ini tinggal di luar negeri, menjalankan usaha restorannya sendiri. Sekarang dia pulang karena Badru—ayahnya, sudah sakit-sakitan dan tidak bisa lagi menjalankan usah toko elektronik miliknya di kota.
“Mau mengantar Winsi pulang, Ayah.” Kata Erlan tanpa ragu. Dua lelaki itu saling berhadapan sementara Winsi sudah berdiri di samping mobil dengan raut wajah takut dan malu secara bersamaaan.
‘Ayah? Jadi mana sebenarnya Ayah Erlan, si?’ Winsi membatin, membuat alisnya berkerut.
“Siapa, dia? Teman sekolahmu?” tanya pria itu lagi. Membuat perasaan Winsi tidak keruan, laki-laki itu mempunyai aura kuat yang menyedot perhatian, padahal gadis itu takut, tapi tidak bisa mengalihkan pandangan dari fitur wajah pria itu yang baginya sangat enak dipandang.
“Bukan, Ayah. Dia anak Pak Basri dan Bu Runa, tetangga di dekat rumah tua dan gunung pasir.” Erlan menjawab dengan lugas. Rumah Winsi memang terletak di dekat rumah yang tidak berpenghuni, pendududk di sana menyebutnya rumah tua dan di sebelahnya lagi ada gundukan pasir untuk memperbaiki rumah tua, tapi sejak pemiliknya meninggal, gundukan pasir yang tinggi menyerupai gunung itu terbengkalai.
“Anak Runa? Kenapa dia bisa ada di sini?” Alis pria itu berkerut dalam saat berkata, dia berjalan lebih mendekat pada winsi, bahkan mengusap kepalanya lembut.
“Nanti, deh. Erlan cerita sama Ayah. Heh, anak buluk, ayo!” Saat Erlan berkata, dia sudah berada di atas motornya, tampak gagah dan keren di mata Winsi. Maklumlah anak orang kaya, jadi tidak masalah punya motor diusianya yang masih belia.
“Rumahku dekat, kok. Nggak usah diantar gak apa-apa,” kata Winsi sedikit tergagap, tidak menyangka bila laki-laki itu akan bersikap begitu lembut padanya.
“Heh! Biar cepat, aku mau sekalian pergi. Kebetulan satu arah, kok.” Kata Erlan sedikit meninggi.
Setelah mendengar itu, Winsi bergegas naik ke atas motor Erlan, sementara tatapan matanya masih tertuju pada laki-laki, yang kini tersenyum sangat ramah padanya.
‘Aku kira pemilik rumah ini galak, nggak tahunya dia baik!’ batin Winsi, sambil menundukkan pandangannya.
Dua kendaraan melaju perlahan secara bersamaan, sampai seorang penjaga membukakan pintu gerbang, untuk para majikannya. Mobil van bergerak di belakang motor Erlan. Namun, saat motor hendak kembali melaju ke arah jalanan, ada seorang pria yang membawa sebilah arit melintasi mereka. Seketika Erlan menghentikan laju motornya secara tiba-tiba.
“Mang Anas!” panggil Erlan pada laki-laki itu.
Bersambung
Jangan lupa like, komentar, give dan vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
vhieh
ada-ada wae si winsi😅... mana ada manusia di makan😂
2022-08-01
7
Abcdefuck!
sebenernya Anas tuh siapa???🤔
2022-06-29
9
тαуσηg
Anas sama winsi apa meraka ada hubungan
2022-06-29
8