Jofan berdiri di kamarnya, dia membuka kemejanya, merasa cukup lelah untuk hari ini, dia meletakkan ponselnya, karena tertekan, layar di ponsel itu menyala, menujukkan foto seorang wanita yang sangat manis duduk dengan senyumannya, satu-satunya peninggalan dan bukti bahwa wanita itu pernah ada dunia, bahkan masih tetap ada di hatinya. Sania.
Jofan tersenyum melihat foto itu, melihat senyuman Sania rasa lelahnya seakan berkurang, dia masih saja mencoba mencarinya setelah sekian lama, dan 24 tahun mencari, dia tak pernah menemukannya, jangankan menemukannya, kabarnya saja tidak pernah di dapatkannya, dia sudah pasrah, mungkin memang dia sudah tidak ada, biarlah, yang penting dia tetap ada dikenangan dan di dalam hati Jofan.
Lamunan Jofan sedikit terusik mendengar suara pintu terbuka, dia lalu melihat ke belakang, menemukan Aurora baru saja selesai membersihkan diri, dia sudah berganti pakaian dengan pakaian tidur panjangnya, bertali satu, menunjukkan tubuh atasnya yang putih, walau pun saat ini usianya sudah kepala 4, namun kecantikannya tak memudar.
"Oh, aku kira kau tidak ada di sini, maaf," kata Aurora kaget melihat Jofan ada di kamarnya, dia langsung mengambil kimono tidurnya, tampak canggung sekali.
"Ehm, tidak apa-apa," kata Jofan.
"Ingin mandi? aku akan menyiapkan semuanya," kata Aurora.
"Biar aku saja," kata Jofan datar.
"Baiklah," kata Aurora.
Jofan mengambil beberapa perlengkapan dari lemari kamarnya itu, semua sudah disusun oleh Aurora, mereka belum tahu berapa lama mereka akan ada di sana, Angga dan Bella menyarankan agar mereka tetap di sini agar gampang untuk berkumpul, Jofan masih memikirkannya.
Aurora menatap Jofan, masih setampan pertama kali mereka bertemu dan juga masih sedingin itu pula. Jofan lalu berjalan menuju kamar mandi, Aurora menatapnya sedikit sungkan dan canggung.
Aurora menatap kamar yang luas itu, ranjangnya juga luas, dia memperhatikan lagi ke arah sofa-sofa, apakah ada tempat lain untuk tidur?
Tak berapa lama, Jofan keluar, menyeruakkan wangi maskulin yang segar, rambutnya tampak basah, dia hanya mengunakan pakaian tidurnya, Aurora yang melihat itu segera salah tingkah, tak pernah melihat wajah Jofan yang sangat menggoda seperti ini.
"Ehm, apa sudah ingin tidur?" tanya Aurora.
"Ya, aku akan tidur di sofa," kata Jofan melihat dirinya sendiri di kaca, Aurora melihat sofa di sana lagi, tidak yakin sofa itu bisa ditidur, terlalu pendek untuk tubuh Jofan.
Selama 18 tahun mereka menikah, mereka memang tidak pernah tidur bersama bahkan dalam kamar mereka, memiliki dua ruangan tempat tidur, dua ranjang terpisah untuk mereka tiduri masing-masing, Jofan sangat menjaga privasinya di sana, bahkan Aurora tidak bisa masuk ke dalamnya tanpa izin Jofan.
"Ehm, sofanya sangat pendek, aku tidak yakin kau bisa tidur di sana, ranjangnya cukup besar, kau bisa tidur di sana bersamaku," kata Aurora, dia tahu sifat Jofan, dia tidak akan mengizinkan Aurora yang tidur di sofa.
"Mmm …. " kata Jofan melirik ke arah ranjang mereka, memang luas, bisa di tiduri tiga atau empat orang dewasa.
"Tenang saja, sudah delapan belas tahun kita menikah, apakah kau masih tidak percaya padaku?" kata Aurora melirik Jofan.
Jofan memandang Aurora, ternyata sudah begitu lama mereka menikah dan bersama dan pernikahan mereka memang seperti yang di inginkan oleh Jofan, hanya sebagai status baginya dan selama ini wanita ini tidak pernah mengeluh walaupun pernikahannya sebenarnya bukan pernikahan, dia tidak mengeluh Jofan yang lebih sibuk dengan pekerjaannya dari pada dengan dirinya, dia tidak pernah mengeluh mengurusi Jared dan Jenny bahkan mereka sekarang lebih dekat dengan Aurora dari pada Jofan. Bahkan sampai detik ini, Jofan sama sekali tidak pernah menyentuhnya sedikit pun.
"Terasa sangat lama ketika kau menyebutkannya, baiklah aku akan tidur di sana, rumah kita akan segera selesai," kata Jofan yang memang menyiapkan sebuah rumah untuk mereka, ini lah alasannya kenapa dia tidak bisa selamanya tinggal di sini, dia butuh privasi.
Jofan segera menuju sisi ranjangnya, dia duduk dulu sebelum merebahkan dirinya, Aurora yang melihat itu sedikit senang namun juga sedikit gelisah, delapan belas tahun, baru sekali mereka seranjang dan itu adalah malam pernikahan mereka, selanjutnya mereka tidur terpisah.
"Kau suka lampu menyala atau tidur dalam gelap?" kata Aurora, dia tak tahu itu.
"Terserah padamu saja, anggap saja aku tak ada," kata Jofan seadanya.
"Baiklah, aku akan menghidupkan 1 lampu," kata Aurora lagi, dia benar-benar tampak gugup, seperti pengantin baru yang gugup pada malam pertama tidur dengan suaminya.
"Baiklah," kata Jofan, dia bahkan tidak melihat kegugupan Aurora, sibuk men-set alarmnya untuk bangun besok pagi.
Aurora mematikan matikan lampu, meninggalkan satu lampu di ujung agar tak terlalu gelap, dia melihat Jofan mulai merebahkan tubuhnya, menarik selimut hingga setinggi perutnya dan dia mulai menutup matanya.
Aurora benar-benar canggung dengan hal ini, dia segera berjalan ke sisi ranjangnya, semakin dekat dia ke arah ranjang itu, semakin berdebar perasaanya, perasaan yang sudah belasan tahun tak pernah dirasakannya lagi.
Dia duduk di ranjangnya, dia melihat Jofan yang terlentang, napasnya tampak teratur, menandakan dia sudah tidur, Aurora terus memandangi wajah suaminya, sudah lama tak bisa memandanginya sedekat ini, terlalu sempurna, entah lah, apakah dia wanita paling beruntung atau wanita paling menyedihkan, memiliki suami begitu sempurna namun tubuhnya tidak pernah bisa di sentuhnya apalagi hatinya, dia merebahkan dirinya di samping suaminya, mencium aroma maskulin yang masih tertinggal.
Aurora menatap langit-langit yang indah di kamar itu, pikirannya terbang di awal pernikahan mereka, awalnya Aurora menganggap hal ini akan mudah, cukup ada di sampingnya itu sudah membuatnya bahagia, namun ternyata tidak, tak semudah yang dipikirkan apalagi dikatakan, berulang kali harus menahan diri, berulang kali harus kecewa, hingga akhirnya dirinya kebal tentang ketidakpedulian, ketidakharomonisan, dan tidak adanya perasaan di antara mereka.
Dan malam ini, dia hanya bisa berdoa, semoga perasaannya yang sudah kebal itu, tidak kembali luluh, mengharap sesuatu yang tak mungkin terjadi, dia sudah lama merelakan agar tak kecewa, jangan lagi, jangan sampai kecewa lagi.
Aurora tersenyum menyakinkan dirinya, tak ada yang bisa diharapkannya dari hal seperti ini, bagi Jofan, dia hanya seorang wanita yang menyempurnakan identitas Jofan.
"Belum bisa tidur?" suara Jofan yang berat mengagetkan Aurora, dia langsung melirik suaminya, masih dengan posisi yang sama, matanya pun masih terpejam.
"Masih belum terbiasa di sini," kata Aurora lembut, masih menatap wajah Jofan.
"Apa kau sudah mulai merasa bosan dengan pernikahan ini?" tanya Jofan melirik Aurora sekarang, membuat detak jantung Aurora kembali berpacu, wajahnya memanas, pandangan Jofan yang begitu dekat, begitu lembut, begitu dia rindukan.
Jofan berpikir, dia cukup jahat tak memperhatikan berapa lama dia dan Aurora sudah menikah, delapan belas tahun, sudah lama sekali menahan wanita ini dalam status istrinya.
"Tidak," kata Aurora dengan sisa kewarasannya menjawab.
"Baiklah, jika sudah tidak tahan katakan padaku, aku akan melepaskanmu," kata Jofan, dia membalikkan tubuhnya membelakangi Aurora, Aurora menggigit bibirnya melihat sikap Jofan yang menunjukkan pertahanannya, ternyata Aurora masih saja bisa merasa kecewa bahkan setelah selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 366 Episodes
Comments
Mimilngemil
Aurora terbuat dari apa hati mu, sabar n kuat dengan dinginnya Jofan
2023-12-17
0
🌺 CICI 💖
waw gila 18 thn dsia2in aja, wah kl aq dah lm minta pisah.
Aurora ini cew yg dl bersama Bella wkt mrk mengasingkn diri yaa 🤔
2023-09-17
0
🌺 CICI 💖
sdh meninggalkah sania atau msh hidup
2023-09-17
0